Buka konten ini
Khasiat kuda laut sebagai suplemen penambah keperkasaan atau obat kuat tradisional ternyata masih menjadi daya tarik perdagangan ilegal. Salah satunya, upaya penyelundupan biota laut dilindungi itu dengan berat total mencapai 20,971 kilogram (kg), digagalkan petugas di Bandara Internasional Hang Nadim, Batam. Komoditas berharga ini rencananya akan dikirim ke Mesir oleh seorang warga negara asing (WNA), sebelum akhirnya digagalkan dalam pengawasan lintas instansi.
Kepala Karantina Kepri, Herwintarti, mengatakan pengungkapan kasus ini merupakan hasil pengawasan bersama di perbatasan oleh berbagai instansi, termasuk Bea Cukai dan Karantina. Pengawasan awal dilakukan oleh petugas Bea Cukai yang kemudian meneruskan informasi kepada pihak Karantina.
“Kami langsung melakukan penggalangan informasi dan bergerak cepat untuk melakukan investigasi terhadap pelaku,” ujarnya, Jumat (16/5).
Komoditas ilegal yang disita diketahui akan dikirim ke Jakarta, untuk kemudian dikirim kembali dengan tujuan akhir Mesir. Penangkapan terhadap pelaku dilakukan pada 15 Mei 2025 lalu, tepat sebelum barang dikirimkan ke luar negeri.
Petugas menemukan modus penyelundupan yang cukup rapi, di mana kuda laut tersebut dikemas menyerupai makanan ringan. Namun, saat dilakukan pemeriksaan fisik, petugas menemukan ketidaksesuaian antara label dan isi kemasan.
“Setelah kami periksa, ternyata benar isinya adalah kuda laut. Ini adalah biota laut endemik yang berasal dari wilayah Kepri, yang seharusnya dikelola dan dilestarikan, bukan diperdagangkan secara ilegal,” kata dia.
Terdapat tiga jenis kuda laut berbeda dalam paket tersebut. Komoditas ini termasuk yang wajib dilaporkan ke Karantina sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.
Pelaku penyelundupan diketahui merupakan seorang warga negara Mesir. Karena status kewarganegaraan ini, Karantina Kepri langsung berkoordinasi dengan pihak Imigrasi dan Kedutaan Besar (Kedubes) untuk penanganan lebih lanjut.
“Kita tidak bisa sembarangan menahan karena ada perjanjian antarnegara terkait wisatawan mancanegara. Maka, kami serahkan proses hukumnya lewat jalur diplomatik,” ujar Herwintarti.
Dari hasil investigasi awal, pelaku mengaku mendapat pesanan komoditas kuda laut tersebut melalui transaksi di platform media sosial Facebook. Namun, sejauh ini belum ditemukan adanya indikasi keterlibatan jaringan perdagangan ilegal yang lebih luas.
Kerugian negara akibat upaya penyelundupan ini ditaksir mencapai Rp40 juta. Namun, Herwintarti memperingatkan bahwa jika komoditas ini berhasil diloloskan, dampaknya terhadap sumber daya alam dan nilai ekonomi negara bisa jauh lebih besar.
Saat ini, barang bukti telah diamankan dan akan menjalani proses karantina lanjutan guna memastikan tidak adanya penyakit yang dibawa, serta menjamin bahwa tidak ada unsur biota laut berbahaya lain yang tersembunyi.
Menyadur informasi dari https://www.ui.ac.id/ terkait orasi ilmiah Prof. Dr. Drs. Yurnadi, M.Kes., saat dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Biologi Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), kuda laut jenis Hippocampus comes L, diketahui memiliki nilai rendemen tinggi dan banyak dimanfaatkan sebagai obat kuat tradisional oleh masyarakat. Jenis ini mengandung kadar air dan abu yang tinggi dalam serbuknya, serta senyawa aktif seperti alkaloid, triterpenoid, dan glikosida steroid. Kandungan asam aminonya meliputi Arginin, Glisin, Lisin, Alanin, dan Prolin.
Dalam uji laboratorium menggunakan tikus, ekstrak Hippocampus comes L. terbukti mampu meningkatkan konsentrasi dan kualitas sperma (motilitas dan viabilitas), serta kadar hormon luteinizing hormone (LH) dan testosteron. Ekstrak ini juga menambah populasi dan indeks meiosis sel-sel kelamin serta menurunkan angka apoptosis (kematian sel organisme) tanpa memengaruhi profil darah dan berat badan tikus.
Temuan tersebut menguatkan dugaan bahwa kuda laut memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar gelap, terutama sebagai bahan obat tradisional, sehingga mendorong maraknya penyelundupan meski termasuk dalam biota laut yang dilindungi. (***)
Reporter : ARJUNA
Editor : RATNA IRTATIK