Buka konten ini
NAYPYIDAW (BP) – Serangan udara yang dilancarkan oleh junta militer Myanmar menghantam sebuah sekolah di Desa Ohe Htein Twin pada Senin (12/5) lalu menewaskan sedikitnya 22 orang, 20 di antaranya anak-anak. Serangan terjadi di tengah gencatan senjata kemanusiaan yang diberlakukan pasca gempa dahsyat pada Maret lalu.
Serangan dilaporkan terjadi sekitar pukul 10.00 pagi waktu setempat. Bangunan sekolah yang terletak sekitar 100 kilometer dari pusat gempa itu hancur.
Atap sudah tidak ada lagi dan dinding bata berlubang akibat ledakan.
“Sampai saat ini korban tewas 22 orang, 20 murid dan dua guru,” kata seorang guru berusia 34 tahun yang enggan disebutkan namanya seperti dilansir dari AFP.
Dia menyatakan pihak sekolah telah mencoba menyelamatkan anak-anak, tapi pesawat tempur datang terlalu cepat dan menjatuhkan bomnya. Meski demikian, tim informasi junta membantah laporan tersebut. “Tidak ada serangan udara terhadap target nonmiliter,” kelit mereka dalam pernyataan resmi.
Selasa (13/5), pemerintah bayangan Myanmar (National Unity Government/NUG) menyebut bahwa korban tewas bisa bertambah. Beberapa orang belum ditemukan atau hilang karena kerusakan akibat bom. “Jadi, jumlah korban tewas bisa lebih tinggi,” kata juru bicara NUG Nay Phone Latt.
PBB Sampaikan Keprihatinan
Insiden itu menuai atensi dari Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. Dia menyatakan keprihatinan yang mendalam. “Sekolah harus tetap menjadi tempat bagi anak-anak memiliki area belajar yang aman dan tidak dibom,” katanya.
Saat ini Myanmar tengah menghadapi krisis kemanusiaan yang memburuk pascagempa berkekuatan 7,7 Magnitudo dan menewaskan hampir 3.800 orang serta membuat puluhan ribu warga kehilangan tempat tinggal. “Kebutuhan (bantuan kemanusiaan) sangat besar,” kata Sekjen Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Jagan Chapagain.
Meski gencatan senjata diumumkan oleh militer untuk memfasilitasi bantuan dan rekonstruksi, laporan dari PBB dan pemantau independen menyebutkan bahwa serangan udara oleh junta masih terus berlangsung.
Sejak gempa bulan lalu, lebih dari 200 warga sipil dilaporkan tewas dalam ratusan serangan militer. Selain itu tercatat ada 171 serangan udara.
Militer Myanmar telah terlibat dalam konflik berkepanjangan sejak menggulingkan pemerintahan sipil pada 2021. Gencatan senjata yang diumumkan bulan ini pun dinilai rapuh, seiring terus berlangsungnya bentrokan di sejumlah wilayah. (***)
Reporter : JP GROUP
Editor : GALIH ADI SAPUTRO