Buka konten ini

BATAM (BP) – Penyidikan perkara perusakan lingkungan dan penampungan arang bakau ilegal di kawasan lindung Kelurahan Sembulang, Galang, Batam, resmi dinyatakan lengkap (P-21).
Tersangka utama, JI alias Ahui (51), Direktur PT AMP, telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Batam pada 5 Mei 2024, bersama barang bukti berupa ribuan karung arang bakau ilegal dan sejumlah dokumen pendukung.
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Sumatera, Hari Novianto, menjelaskan perkara ini bermula dari inspeksi mendadak yang dilakukan Komisi IV DPR RI bersama Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum) pada 25 Januari 2023. Dalam sidak tersebut ditemukan dua gudang milik PT AMP yang menyimpan sekitar 7.065 karung arang bakau, atau setara dengan 185 ton.
“Gudang tersebut terletak di kawasan lindung dan diduga kuat menampung arang hasil penebangan mangrove ilegal dari berbagai wilayah di Kepulauan Riau dan Riau,” ujar Hari, Jumat (9/5).
Penelusuran penyidik mengungkap arang bakau itu berasal dari pohon mangrove yang ditebang secara ilegal di hutan bakau, lalu diolah di dapur arang di wilayah Kepri dan Riau. Selanjutnya, arang tersebut dibeli dan ditampung oleh PT AMP yang juga berperan sebagai eksportir ke luar negeri.
Kasus ini sempat berlarut karena dua kali gugatan praperadilan yang diajukan tersangka melalui kuasa hukumnya, masing-masing pada 1 April dan 14 Mei 2024 di Pengadilan Negeri Batam. Namun, kedua permohonan itu ditolak hakim.
“Upaya tersangka untuk lepas dari jerat hukum gagal. Kedua praperadilan ditolak seluruhnya oleh majelis hakim,” ujar Hari.
Tersangka JI alias Ahui, warga Kuala Buluh, Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang, dijerat dengan Pasal 98 ayat (1) jo. Pasal 99 ayat (1) jo. Pasal 116 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang telah diubah dengan UU No. 6 Tahun 2023.
Ia juga dikenai Pasal 87 ayat (1) huruf c UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang juga telah diubah dengan UU No. 6 Tahun 2023. Ancaman hukuman yang dihadapi tidak main-main: pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan pentingnya menjaga kelestarian hutan mangrove di Indonesia.
“Ekosistem mangrove bukan hanya penyangga lingkungan, tetapi juga habitat penting bagi keanekaragaman hayati laut. Negara tidak akan membiarkan upaya perusakan ini terus berlangsung. Penanganan kasus ini adalah bentuk komitmen kami dalam menjaga keberlanjutan kawasan mangrove nasional,” ujar Dwi.
Ketua LSM Akar Bhumi Indonesia, Hendrik Hermawan, menyambut baik perkembangan ini. Menurutnya, kasus gudang arang ilegal di kawasan Dapur 6, Sembulang, merupakan simbol dari maraknya praktik penghancuran hutan mangrove secara masif di Provinsi Kepulauan Riau.
“Ini angin segar. Artinya, kerusakan ekosistem mangrove akhirnya mendapat atensi serius dari aparat penegak hukum dan pemerintah. Padahal, mangrove adalah benteng alami yang melindungi pulau-pulau kecil dari abrasi dan perubahan iklim,” kata Hendrik, Jumat (9/5).
Kasus ini sendiri mencuat setelah Akar Bhumi menyuarakan persoalan arang bakau dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IV DPR RI pada awal tahun lalu. Dalam forum tersebut, disoroti praktik ilegal yang mengancam kelestarian mangrove di Kepri, salah satu provinsi dengan garis pantai terpanjang dan gugusan pulau terbanyak di Indonesia.
Sebagai tindak lanjut, dilakukan inspeksi mendadak (sidak) pada Januari 2023 oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Komisi IV DPR RI, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dari hasil sidak tersebut, KLHK kemudian menerbitkan kebijakan mela-lui Surat Edaran Nomor: S.5/96/PHL/IPHH/HPL/3/2023 tanggal 10 Maret 2023. Surat tersebut menegaskan larangan pemanfaatan kayu bakau untuk produksi arang hingga adanya kebijakan yang lebih komprehensif.
“Dengan terbitnya surat ini, sudah sangat jelas bahwa segala bentuk aktivitas pembakaran arang dari kayu bakau adalah pelanggaran hukum. Maka sangat tepat jika kasus ini kini dapat segera disidangkan,” tambah Hendrik.
Aktivitas penebangan pohon bakau secara ilegal tidak hanya melanggar undang-undang lingkungan hidup, tetapi juga membawa dampak jangka panjang terhadap kehidupan nelayan, keseimbangan ekosistem pesisir, serta peningkatan risiko bencana alam.
Masyarakat sipil dan pemerhati lingkungan berharap kasus ini menjadi pintu masuk bagi penindakan serupa di wilayah lain di Kepri, serta menjadi peringatan bagi pelaku kejahatan lingkungan agar tidak lagi menjadikan hutan mangrove sebagai komoditas ilegal.
Proses hukum akan terus dikawal publik agar tidak berhenti di tengah jalan, mengingat isu lingkungan hidup menjadi salah satu prioritas dalam agenda pembangunan berkelanjutan nasional. (*)
Reporter : AZIS MAULANA
Editor : RYAN AGUNG