Buka konten ini
BATAM (BP) – Modus penyelundupan benih benih lobster (BBL) terus berkembang. Setelah sebelumnya banyak dilakukan lewat jalur laut, kini para penyelundup mulai menyasar jalur udara, dengan harapan bisa mengelabui petugas keamanan. Namun, upaya itu kandas di tangan petugas gabungan.
Dalam satu hari, Jumat (2/5), petugas menggagalkan dua upaya penyelundupan benih lobster melalui Bandara Internasional Hang Nadim. Jumlah yang berhasil diselamatkan pun mencengangkan: 321.990 ekor lobster, dengan total potensi kerugian negara mencapai Rp48,3 miliar.
Penindakan pertama dilakukan pada pukul 10.30 WIB. Tim Bea Cukai melakukan analisis terhadap manifes kargo pesawat Garuda Indonesia GA 152 rute Jakarta-Batam.
Mereka mencurigai satu Air Way Bill (AWB) atas nama seorang pria berinisial Y (26), yang disebut mengirimkan barang garmen atau pakaian.
Kecurigaan terbukti. Ketika pesawat mendarat pukul 11.25 WIB, petugas menyisir kargo dan menemukan paket yang mencurigakan. Saat dibuka, isi bungkusan jauh dari laporan: 158.790 ekor benih lobster, terdiri dari 157.749 ekor lobster pasir dan 1.041 lobster mutiara.
“Barang itu disamarkan sebagai kiriman garmen. Tapi dari hasil citra x-ray dan pemeriksaan fisik, jelas itu benih bening lobster yang dikemas dalam kantong plastik berisi air dan oksigen,” ungkap Kepala Bidang BKLI Bea Cukai Batam, Evi.
Tak berselang lama, pengembangan dilakukan. Hasil analisis mendapati adanya kiriman lain dengan penerima yang sama, kali ini melalui pesawat Garuda Indonesia GA 156. Pesawat mendarat pukul 18.21 WIB. Petugas langsung melakukan pemeriksaan lanjutan dan menemukan tujuh koli paket yang dicurigai mengandung BBL.
Benar saja, hasil citra x-ray menunjukkan pola serupa. Setelah dibuka, total ditemukan 163.200 ekor benih lobster pasir, yang lagi-lagi dikemas rapi dan siap dikirim ke luar wilayah Indonesia secara ilegal.
Total dari dua penindakan ini, Bea Cukai menyelamatkan 321.990 ekor benih lobster, dengan estimasi nilai kerugian negara mencapai Rp48,3 miliar.
Seluruh benih yang diamankan selanjutnya diserahkan ke Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Batam untuk proses pelepasliaran. Kegiatan pelepasan dilakukan di perairan Pulau Galang, melibatkan lintas instansi seperti Polda Kepri, Bakamla RI, BAIS TNI, Lanud Hang Nadim, Balai Karantina Batam, dan BPBL Batam.
Evi menambahkan, tren penyelundupan melalui jalur udara memang meningkat. Ini menjadi tantangan baru bagi pihaknya dalam menjaga kekayaan hayati Indonesia.
“Sebelumnya, penyelundupan BBL lebih sering lewat laut. Tapi sekarang pelaku mulai menggunakan kargo udara. Kami sudah mengantisipasi dengan pengawasan ketat dan patroli rutin,” ujarnya.
Pelaku kini harus menghadapi jerat hukum berlapis. Di antaranya Pasal 102A UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.
Selain itu, pelaku juga bisa dijerat dengan UU Perikanan serta UU Karantina, yang masing-masing memuat ancaman tambahan hingga 6 tahun penjara dan denda Rp3 miliar.
Penyelundupan benih-bening lobster memang menjadi perhatian serius pemerintah. Selain merugikan negara secara ekonomi, praktik ini juga mengancam kelestarian populasi lobster di perairan Indonesia. Sebab, benih yang diekspor secara ilegal tidak memiliki jaminan untuk dibudidayakan secara berkelanjutan. (***)
Reporter : ARI AKBAR
Editor : MUHAMMAD NUR