Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Kondisi pasar global yang belum stabil, membuat industri padat karya tertekan. Ditambah dengan daya beli pasar yang kurang maksimal, membuat industri tersebut butuh dukungan. Mereka mengharapkan ada insentif dan relaksasi pajak untuk menjaga penjualan produk.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Ketenagakerjaan Bob Azam mengatakan bahwa perang dagang AS dan Tiongkok berdampak ke industri manufaktur nasional. ”Perang dagang memberikan tax barrier, sehingga terjadi inflasi, kenaikan harga. Dan ini membuat ekonomi melemah. Permintaan juga melemah akibatnya ekspor padat karya juga turun drastis,” ujar Bob.
Dia menyebut, saat ini banyak negara yang berorientasi terhadap permintaan dalam negeri. Oleh karena itu, kebijakan insentif dan relaksasi pajak sangat diperlukan untuk mendorong penjualan.
”Bergantung terhadap ekspor itu berat dalam situasi saat ini. Maka dari itu, insentif dan relaksasi pajak diperlukan untuk mendongkrak daya beli masyarakat,” jelasnya.
Berkaca dari Vietnam dan Malaysia, keduanya menerapkan kebijakan insentif dan relaksasi pajak untuk mendongkrak daya beli masyarakat. Mereka menurunkan PPN untuk menarik masyarakat terus membeli.
”Harus dipelajari sektor mana yang insentif pajaknya bisa kembali dalam waktu tertentu. Ada yang bisa balik dalam 6 bulan, 1 tahun, atau bahkan 3 tahun. Yang terpenting ada perhitungan jelas, jangan sampai kami bertahan tanpa solusi dan kondisi terus memburuk,” pungkasnya.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Achmad Nur Hidayat mengatakan, insentif pajak penghasilan atau PPh 21 perlu diperluas cakupannya untuk industri. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 10/2025 membatasi kebijakan itu hanya untuk sektor padat karya seperti tekstil dan pakaian jadi, alas kaki, furnitur, dan kulit.
”Intinya pengurangan yang meringankan beban kelas pekerja. Rata-rata mereka ini gajinya UMR,” ujar Achmad.
Dengan mengurangi beban pajak, daya beli pekerja di sektor padat karya dapat meningkat sehingga. Pelaku usaha juga bisa terbantu. Khususnya pada perusahaan yang selama ini menanggung pembayaran PPh 21 karyawannya. ”Perusahaan memiliki peluang lebih besar untuk menambah tenaga kerja,” tambahnya. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : RYAN AGUNG