Buka konten ini
BATAM (BP) – Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kepulauan Riau mencatat sekitar 3.500 warga Kepri saat ini bekerja di Kamboja sebagai scammer. Banyak di antara mereka terjebak dalam pekerjaan ilegal akibat jaringan perdagangan orang.
“Kami terus melakukan pemantauan dan komunikasi dengan mereka di Phnom Penh, Kamboja, untuk mengetahui kondisi mereka,” ujar Kepala BP3MI Kepri, Kombes Imam Riyadi, Senin (24/3).
Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan WNI di luar negeri semakin meningkat dan menjadi perhatian serius. Banyak korban dijanjikan pekerjaan layak, tetapi justru berakhir dalam eksploitasi.
“Pemerintah pusat diharapkan dapat meningkatkan kerja sama dengan daerah untuk memastikan keselamatan para WNI yang menjadi korban,” tambah Imam Riyadi.
BP3MI Kepri mengingatkan masyarakat agar berhati-hati ketika menerima tawaran kerja di luar negeri. Keberangkatan tenaga kerja harus dilakukan secara prosedural agar mereka mendapatkan perlin-dungan hukum dan terhindar dari risiko eksploitasi.
“Kami siap melayani masyarakat yang ingin bekerja di luar negeri dengan prosedur yang benar. Hingga saat ini, kami sudah memberangkatkan 1.070 Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara legal,” jelasnya.
Sebagai langkah pencegahan, BP3MI Kepri telah menerapkan program desa migran produktif sesuai arahan Menteri Ketenagakerjaan. Beberapa desa di Kepri, seperti di Bintan dan Batam, memiliki jumlah warga tertinggi yang bekerja di luar negeri.
“Desa-desa ini menjadi prioritas pembinaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang migrasi yang aman,” ujarnya.
BP3MI Kepri berharap ada kerja sama lebih erat antara pemerintah pusat, daerah, dan berbagai pemangku kepentingan dalam menangani persoalan perdagangan orang.
“Kami berharap semua pemangku kepentingan bersinergi, karena ini adalah tugas bersama. Tidak boleh ada ego sektoral dalam menangani masalah ini,” katanya.
Pemerintah dan aparat berwenang terus berupaya memperketat pengawasan terhadap praktik perekrutan ilegal. Hal ini perlu dilakukan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat agar lebih berhati-hati dalam menerima tawaran kerja di luar negeri. (*)
Reporter : AZIS MAULANA
Editor : RYAN AGUNG