Buka konten ini
BATAMKOTA (BP) – Pemerintah Kota (Pemko) Batam kembali menguji skema baru untuk meningkatkan pendapatan daerah. Melalui Dinas Perhubungan (Dishub) Batam, anggaran sebesar Rp5,07 miliar dari APBD 2025 dialokasikan untuk membayar 100 tenaga juru parkir (jukir) non-tunai di berbagai titik strategis.
Alokasi anggaran ini tercantum dalam Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) LKPP Batam dengan kode RUP 54257985. Dana tersebut mencakup gaji jukir selama 13 bulan, yang dikelola melalui skema outsourcing dengan sistem e-purchasing. Selain gaji pokok, anggaran juga mencakup BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, fee perusahaan sebesar 10 persen, serta atribut kerja.
Program parkir non-tunai mulai diterapkan sejak September 2024 dengan tujuan meningkatkan transparansi dan memaksimalkan pendapatan daerah dari sektor parkir. Saat ini, 100 jukir non-tunai ditempatkan di berbagai lokasi, seperti Morning Bakery Jodoh, belakang Pasar Puja Bahari, hingga Ruko Royal Sincom.
Namun, efektivitas kebijakan ini masih menjadi tanda tanya. Selama ini, realisasi pendapatan parkir di Batam selalu jauh di bawah target. Pada 2024, misalnya, Pemko Batam menargetkan pendapatan Rp18 miliar, namun hanya terealisasi Rp11,6 miliar. Meski demikian, target pendapatan pada 2025 tetap dipatok sebesar Rp18 miliar tanpa evaluasi mendalam terhadap capaian sebelumnya.
Kepala Dishub Batam, Salim, mengklaim bahwa kebijakan ini akan berdampak positif terhadap pendapatan daerah.
”Dari sistem outsourcing ini, targetnya di 2025 bisa mencapai Rp5 miliar lebih karena berjalan selama 12 bulan,” ujarnya.
Skema pembagian pendapatan dalam sistem ini cukup kompleks. Jukir di luar sistem outsourcing diwajibkan menyetor Rp20-40 ribu per hari ke kas daerah, sedangkan kelebihan dari jumlah tersebut menjadi hak mereka. Sementara itu, jukir non-tunai yang dipekerjakan melalui outsourcing digaji berdasarkan capaian pendapatan.
”Misalnya, target mereka Rp4 juta per bulan, tapi yang tercapai hanya Rp3 juta. Maka, yang dibayarkan untuk gaji jukir hanya Rp3 juta, dan kekurangannya ditutupi oleh pihak outsourcing,” kata Salim.
Meski Pemko Batam mengalokasikan anggaran besar, sistem ini tetap membebankan risiko pendapatan kepada pihak ketiga.
Efisiensi dan Transparansi Dipertanyakan
Sejumlah pihak mempertanyakan efisiensi penggunaan anggaran ini. Alih-alih mengalokasikan dana besar untuk pembayaran tenaga kerja melalui pihak ketiga, Pemko Batam dinilai perlu memperkuat pengawasan lapangan serta memperbaiki sistem pembayaran parkir non-tunai.
Selama ini, kebocoran pendapatan parkir lebih banyak disebabkan lemahnya pengawasan dan sistem pembayaran manual yang rawan manipulasi. Selain itu, mekanisme outsourcing juga menimbulkan pertanyaan terkait transparansi pengadaan pihak ketiga serta efektivitas sistem yang diterapkan.
Anggota DPRD Batam, Safari Ramadhan, menyoroti rendahnya capaian pendapatan retribusi parkir. Ia menilai Dishub tidak serius dalam mengelola potensi pendapatan dari sektor ini.
”Asumsi pendapatan harusnya jauh lebih tinggi dari yang saat ini tercapai. Tapi kenapa realisasinya selalu di bawah target?” katanya.
DPRD Batam juga telah beberapa kali memberikan masukan terkait perbaikan sistem parkir, namun hingga kini belum ada perubahan signifikan.
”Nanti di Pansus LKPJ 2024, kami akan bahas lebih detail mengenai efektivitas kebijakan ini,” ujar Safari. (***)
Reporter : arjuna
Editor : RATNA IRTATIK