Buka konten ini
Mbok Yem ibarat ibu bagi para pendaki Lawu dan warungnya di ketinggian 3.150 mdpl adalah rumah bagi mereka. Tak heran ketika kabar dia sakit tersebar, dari berbagai kota ”anak-anaknya” datang sampai rumah sakit harus membatasi jumlah pembesuk.
ASAP tebal sudah mengelilingi Hargo Dalem, salah satu puncak Lawu di ketinggian 3.150 mdpl (meter di atas permukaan laut). Sudah sulit melihat sekitar buntut kebakaran hutan di gunung yang menjadi pembatas alam antara Jawa Timur dan Jawa Tengah itu.
Tapi, Mbok Yem bersikukuh bertahan di warungnya yang sudah berdiri di Hargo Dalem sejak 1983 tersebut. ”Waktu itu saya sendiri yang naik meminta Mbok Yem turun, tapi beliau tidak mau,” kenang Sailan, salah seorang anak Mobok Yem, kepada Jawa Pos Radar Ponorogo (grup Batam Pos) yang menemuinya di RSU Aisyiyah Ponorogo, Jawa Timur (10/3), tentang kejadian pada Oktober 2023 lalu itu.
Sailan berada di rumah sakit tersebut untuk menunggui sang ibu yang dirawat di sana sejak Selasa (4/3) pekan lalu. Menurut Humas RSU Aisyiyah Ponorogo Moh. Arbain, saat pertama tiba, kondisi perempuan 82 tahun tersebut lemah dan mengeluh sesak napas. Selain itu, kaki dan tangannya bengkak. Dari hasil pemeriksaan lanjutan diketahui adanya pneumonia atau radang paru-paru akut.
”Sudah membaik, tapi masih belum stabil. Tensinya sempat 90 mmHg, 110 mmHg,’’ kata Arbain.
Jika benar-benar sudah fit nanti, tutur Sailan, sang ibu sudah menyampaikan rencananya: balik ke warungnya di Hargo Dalem. ”Bilangnya tidak mau merepoti, mau cari uang sendiri, mungkin karena sudah senang di gunung,’’ jelasnya.
Warung Mbok Yem dengan nasi pecel sebagai menu andalan itu disebut sebagai warung tertinggi di Indonesia. Sudah sejak 1983, berawal dari penawaran Perhutani sebagai pengelola kawasan Lawu, perempuan bernama Wakiyem yang dulunya rutin mencari tanaman herbal itu mendirikannya. Di warung itu pula sehari-hari dia tinggal, dengan dibantu beberapa pekerja.
Seiring bertambahnya usia, Mbok Yem semakin jarang turun ke kampung asalnya di Dusun Galih, Desa Gonggang, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Di usianya yang bertambah sepuh, turun gunung pun kini dia harus ditandu. Karena kondisinya melemah saat kali terakhir turun, keluarga membawa ibu empat anak tersebut ke RSU Aisyiyah Ponorogo dengan alasan kedekatan jarak dari rumah.
Selama puluhan tahun, warung Mbok Yem jadi semacam rumah bagi para pendaki Lawu. Apalagi, Lawu termasuk gunung yang ramai didaki nyaris sepanjang tahun.
”Dulu paling hanya saat Suro (1 Muharam, red) warung Mbok Yem ramai pengunjung.
Sekarang hampir tiap hari ramai, dengan jumlah pe-ngunjung berlipat saat Suro dan Agustusan.
Ini pun sekarang masih buka, ditunggui para pekerja Mbok Yem,” kata Sailan.
Tiap hari bisa ratusan pendaki yang singgah di warung Mbok Yem. Itu pula yang membuat kedekatannya dengan para pecinta alam. Dia bak ibu bagi para pendaki.
Tak heran ketika kabar sang ibu dirawat menyebar, ”anak anaknya” dari berbagai kota pun langsung berdatangan. Mereka membesuk, memberi semangat, dan mendaraskan doa.
Besarnya perhatian itu, kata Sailan, membuat sang ibu bahkan sampai menangis saking terharunya. (***)
Reporter : SUGENG DWI N.
Editor: RYAN AGUNG