Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Pasar modal Indonesia mengalami tekanan sejak awal tahun ini. Harga-harga saham pun terkoreksi, termasuk emiten blue chip. Sehingga, nilainya pun makin terjangkau. Oleh karena itu, Presiden Direktur PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) Garibaldi Thohir menyatakan bahwa kondisi ini sangat tepat bagi investor melakukan aksi buy sebab, harganya sedang terdiskon
“Untuk ritel menurut saya bagus. Pertama secara fundamental banyak perusahaan di dalam negeri yang mundamentalnya bagus, value-nya murah, its time to buy,” ujar pengusaha yang akrab disapa Boy Thohir ini di gedung Bursa Efek Indonesia, Rabu (5/3).
Menurut dia, rekomendasi beli disarankan lantaran perusahaan-perusahaan dalam negeri yang sahamnya sedang turun tajam padahal kinerjanya bagus. Penurunan harga saham dalam negeri mayoritas dipengaruhi oleh faktor luar negeri. “Terutama akibat kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump,” tuturnya.
Sementara itu, Boy juga memberi sinyal perusahaannya akan melakukan buyback. Meski, perlu melihat ruang sisa saham yang beredar. “Mesti melihat, masih ada ruang nggak tuh,” ucapnya.
Analis pasar modal Hans Kwee menilai kebijakan buyback saham yang dapat dilakukan tanpa harus menunggu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) akan mempercepat langkah perusahaan dalam memberikan sinyal positif kepada pasar. Khususnya, dalam situasi pasar yang tengah mengalami tekanan. “Kalau menunggu RUPS prosesnya akan lama,” ucapnya.
Dia menjelaskan, ketika sebuah perusahaan melakukan buyback, hal tersebut memberikan sinyal kepada pelaku pasar bahwa saham emiten tersebut dianggap murah. Sebab, manajemen yang paling memahami kondisi internal perusahaan.
“Ketika manajemen memutuskan untuk melakukan buyback, itu berarti mereka tahu saham mereka murah. Karena manajemen adalah orang yang paling tahu kondisi perusahaan,” jelas dosen Magister Fakultas Ekonomi Bisnis Unika Atma Jaya itu.
Hans juga menyebut aksi pembelian saham oleh direksi adalah sinyal yang sama dengan buyback saham. Aksi itu menunjukkan bahwa direksi yang merupakan bagian dari pelaku perusahaan, memiliki keyakinan bahwa harga saham yang ada di pasar lebih rendah dari nilai sesungguhnya. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : GALIH ADI SAPUTRO