Buka konten ini
DUGAAN tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak yang menjerat petinggi PT Pertamina Patra Niaga oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdampak pada menurunnya kepercayaan publik. Kondisi ini juga dirasakan di Batam, dimana masyarakat mulai berpikir ulang untuk membeli bahan bakar jenis Pertamax.
Irene, warga Batam Kota, misalnya. Mengaku rutin mengisi bahan bakar kendaraannya dengan Pertamax. Alasannya, karena ingin menjaga keawetan mesin.
”Sejak lama saya sudah pakai Pertamax untuk kendaraan karena katanya bisa menjaga mesin lebih baik,” kata Irene.
Namun, informasi mengenai dugaan pengoplosan Pertamax sejak 2018 membuatnya kesal. Ia merasa kepercayaan publik terhadap Pertamina telah dirusak. ”Karena kasus ini, saya jadi daftar MyPertamina. Sebelumnya tidak pernah. Saya pikir lebih baik pilih Pertalite saja, daripada Pertamax yang ternyata Pertalite juga,” kesal dia.
Sementara itu, Sales Area Manager Pertamina Patra Niaga Kepri, Bagus Handoko, menegaskan bahwa tidak ada praktik pengoplosan dalam distribusi BBM.
”Namanya oplosan itu tidak ada. Hal ini sudah ditegaskan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II.
Direksi sudah menjelaskan bahwa ini bukan oplosan, melainkan proses blending yang dilakukan sesuai instruksi,” ujar Bagus.
Ia memastikan masyarakat di Kepri tidak perlu khawatir karena Pertamina menerapkan kontrol kualitas yang ketat sebelum menyalurkan BBM ke pasaran.
”Produk yang dijual, baik Pertamax maupun Pertamax Turbo, telah melewati quality control secara bertahap dan sesuai spesifikasi,” tegasnya.
Terkait perbedaan spesifikasi BBM, Bagus menjelaskan bahwa setiap jenis bahan bakar memiliki Research Octane Number (RON) dan kandungan aditif tertentu.
”Kalau ada perbedaan, pihak SPBU pasti melakukan pengecekan, termasuk densitas dan filter densitas, dengan toleransi tertentu. Jika ada yang melebihi batas, pasti akan terdeteksi dalam quality control sebelum sampai ke tangki masyarakat,” jelasnya.
Bagus juga mengimbau rekan-rekan media untuk membantu meluruskan informasi agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat.
”Yang kami khawatirkan adalah isu yang berkembang ini dapat memengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat. Faktanya, tidak ada praktik oplosan. Sangat disayangkan jika informasi yang tidak benar ini terus berkembang,” tegasnya.
Ketua Hiswana Migas Kepri, Harian Haris, juga memastikan bahwa penyaluran BBM di Kepri telah sesuai prosedur, mulai dari depot Pertamina hingga ke SPBU.
”Saya yakin penyaluran BBM di Kepri sudah sesuai standar, begitu juga dengan BBM yang diterima masyarakat,” tukasnya.
Sebelumnya, Ketua Ombudsman Kepulauan Riau, Lagat, mengimbau masyarakat agar tidak terlalu reaktif dalam menyikapi isu ini.
”Masyarakat sebaiknya menunggu perkembangan kasus ini di Kejaksaan Agung untuk memastikan apakah benar ada praktik pengoplosan BBM,” ujar Lagat, Sabtu (1/3) lalu.
Menurutnya, Pertamina telah mengklarifikasi bahwa BBM yang beredar di SPBU saat ini tidak mengalami praktik pengoplosan seperti yang dituduhkan. Namun, jika nantinya terbukti secara hukum, Pertamina harus bertanggung jawab penuh terhadap masyarakat pengguna Pertamax yang merasa dirugikan.
”Jika terbukti ada pengoplosan, tentu ada mekanisme ganti rugi bagi masyarakat yang telah dirugikan. Namun, selama kendaraan tidak mengalami masalah, kita serahkan kepada proses hukum yang tengah berjalan,” tambahnya.
Selain itu, guna mengembalikan kepercayaan publik terhadap Pertamina, Lagat menyarankan agar Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Batam menunda penerapan Fuel Card atau kartu kendali untuk Pertalite.
”Jika masyarakat sudah telanjur kehilangan kepercayaan, ada baiknya penerapannya ditunda dulu sambil menunggu perkembangan lebih lanjut,” ujarnya.
Dugaan kasus ini masih dalam tahap penyelidikan Kejaksaan Agung. Publik diharapkan tetap tenang dan mengikuti perkembangan lebih lanjut dari proses hukum yang berjalan.
Sementara itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir siap melakukan review dan berbagai perbaikan di tubuh PT Pertamina (Persero). Hal itu disebut Erick diperlukan akibat adanya persoalan yang saat ini melanda badan usaha pelat merah tersebut.
”Kita akan review total. Seperti apa nanti perbaikan-perbaikan yang bisa kita lakukan ke depan,” ujarnya saat ditemui di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Sabtu (1/3).
Erick melanjutkan, Kementerian BUMN juga akan melakukan konsolidasi dengan Kementerian ESDM, SKK Migas, dan stakeholder lainnya. Langkah itu diharapkan bisa memberikan solusi konkret.
Meski begitu, dia mengaku akan kooperatif dengan upaya Kejaksaan Agung yang kini mengusut dugaan korupsi di Pertamina Patra Niaga. ”Saya rapat sampai jam 11 malam. Mengenai isu apakah ini blending, oplosan, kami tidak mau berargumentasi. Tetapi, kalau itu ada oplosan di titik tertentu, ya kami tadi kan dari Kejaksaan sedang menggali. Apakah blending?” katanya.
Mantan bos Inter Milan itu mengungkapkan kemungkinan penggabungan alias merger beberapa perusahaan dalam struktur Pertamina, termasuk unit pengolahan dan distribusi untuk menghilangkan transaksi internal yang tidak efisien. Dia menekankan, tinjauan tersebut merupakan bagian dari upaya improvisasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
”Apakah ini mungkin ada satu-dua perusahaan yang harus dimergerkan supaya nanti antara kilang dan (Pertamina) Patra Niaga tidak ada exchange penjualan. Kita review nggak apa-apa. Ini kan bagian dari improvisasi,” ucapnya.
Terkait dengan adanya direksi di anak usaha Pertamina yang terseret kasus dugaan korupsi, Erick menyebut bulan ini akan digelar rapat umum pemegang saham (RUPS) Pertamina yang memungkinkan adanya pergantian komisaris serta direksi Pertamina itu sendiri.
”Jadi, tentu pergantian komisaris direksi kita sejalankan dengan rapat tahunan. Kita juga harus menjaga konsistensi karena masing-masing perusahaan itu juga kan banyak mendapatkan penugasan,” katanya.
Sementara itu, anggota Komisi XII DPR Meitri Citra Wardani menilai, skandal di PT Pertamina Patra Niaga menyingkap rapuhnya manajemen perusahaan. Akibatnya, manajemen dapat disusupi oleh pihak swasta yang tidak bertanggung jawab dengan memanfaatkan celah regulasi dan pengawasan yang lemah.
Saat ini sejatinya telah ada Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2021 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri. Peraturan itu memiliki spirit yang positif. ”Namun, aturan ini menjadi kurang bertaji sepanjang tidak dibarengi pengawasan yang kuat oleh Kementerian ESDM,” ujarnya.
Lemahnya pengawasan membuka celah bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menyusup dan merusak sistem bisnis Pertamina yang berakibat pada kerugian negara. Meitri menambahkan, mekanisme kontrol dan pengawasan internal dan eksternal yang tidak berjalan membuat mereka yang memiliki niat tidak baik bisa dengan mudah memanipulasi data, mengatur tender, dan terpengaruh bujuk rayu oknum di luar perusahaan.
Karena itu, sistem pengawasan perlu dibenahi agar lebih kuat. ”Pengambilan keputusan penting di perseroan harus berbasis transparansi dan akuntabilitas,” imbuhnya.
Meitri menekankan, terbongkarnya skandal korupsi ini harus menjadi momentum bagi Pertamina dan anak perusahaannya untuk melakukan reformasi tata kelola niaga. ”Reformasi ini bukan sekadar perbaikan internal. Lebih jauh, yaitu sebagai upaya memastikan pengelolaan sumber daya energi nasional berjalan dengan transparan, akuntabel, dan sesuai dengan amanat konstitusi,” terangnya.
Sedang Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) memastikan seluruh sampel BBM yang diuji telah memenuhi spesifikasi pemerintah. Hasil itu diperoleh dari serangkaian pengujian yang dilakukan di laboratorium Lemigas setelah mengambil sampel di Terminal BBM Pertamina Plumpang serta berbagai SPBU di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Tange-rang Selatan. Termasuk sampel yang diambil bersamaan dengan kunjungan Komisi XII DPR pada SPBU di area Cibubur, Depok.
”Hasil uji laboratorium Lemigas menunjukkan bahwa seluruh sampel BBM berada dalam rentang batasan mutu yang dipersyaratkan (on spec, red),” jelas Kepala Lemigas Mustafid Gunawan di Jakarta, Sabtu (1/3).
Mustafid mengungkapkan, pengujian bahan bakar bensin meliputi pengambilan sampel yang mengacu pada metode ASTM D4057 (standard practice for manual sampling of petroleum and petroleum products), pengujian standar dan mutu (spesifikasi) bahan bakar, dan pemantauan untuk memastikan kualitas bahan bakar memenuhi spesifikasi yang ditetapkan pemerintah.
”Berdasarkan metodologi pengujian di atas, didapatkan parameter uji utama seperti angka oktana (research octane number atau RON) yang menunjukkan kualitas bahan bakar bensin, massa jenis, kandungan sulfur, tekanan uap, dan distilasi, didapatkan kesesuaian dengan standar yang telah ditetapkan. Nilai RON yang diukur pada setiap sampel menunjukkan hasil yang stabil dan tidak menyimpang dari spesifikasi yang berlaku,” ungkap Mustafid.
Direktorat Jenderal Migas memastikan terus melakukan pengawasan mutu bahan bakar secara berkala. Plt Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Mirza Mahendra menjelaskan, pengawasan mutu BBM merupakan bagian dari amanat Peraturan Menteri ESDM Nomor 48 Tahun 2005.
Sebagai bentuk implementasi aturan tersebut, Ditjen Migas secara berkala mengambil sampel BBM untuk memastikan kualitasnya tetap terjaga sesuai standar yang berlaku. Mirza juga menekankan upaya penguatan koordinasi dengan para pemangku kepentingan, termasuk Pertamina dan penyedia BBM lainnya, demi menjaga kualitas bahan bakar tetap konsisten.
Sebagai informasi, Kementerian ESDM telah melakukan pengambilan sampel BBM pada Kamis, 27 Februari 2025. Sebanyak 75 sampel bensin dengan berbagai angka oktan (RON 90, RON 92, RON 95, dan RON 98) dikumpulkan dari 1 TBBM Pertamina Plumpang dan 33 SPBU di Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang Selatan. Pengujian laboratorium dilakukan terhadap parameter uji yang mengacu pada standar yang ditetapkan oleh keputusan direktur jenderal minyak dan gas bumi.
Sebagai contoh, sampel bensin RON 90 memiliki rentang nilai RON antara 90,3 hingga 90,7; RON 92 berkisar antara 92,0 hingga 92,6; RON 95 berada di kisaran 95,3 hingga 97,2; dan RON 98 menunjukkan hasil antara 98,4 hingga 98,6. (***)
Reporter : YASHINTA – JP GROUP
Editor : RYAN AGUNG