Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, berupaya menyiapkan skema pembiayaan untuk program 3 juta rumah yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto. Untuk menuju ke arah itu, menteri yang biasa disapa Ara itu bakal bertemu Bank Indonesia (BI).
”Kami juga akan bertemu, saya biasa terbuka semuanya, bagaimana nanti peran serta BI dalam mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen yang dicanangkan oleh Bapak Presiden, Bapak Prabowo Subianto,” kata Menteri Ara dalam konferensi pers, Senin (10/2) lalu.
Tak sendiri, Menteri Ara juga akan mengajak Menteri BUMN, Erick Thohir; Direktur Utama BP Danantara, Pandu Sjahrir; hingga Himpunan Pengembang Perumahan Rakyat (Himperra) untuk mencari solusi pembiayaan.
”Mohon doanya teman-teman ya dan nanti Pak Erick bisa juga mimpin kalau boleh nanti ada format pemikiran dari BUMN tentunya, dari segi likiditas ini bagaimana, tentu harus legal, tentu juga bagaimana bisa bersaing dananya dan bisa menggerakkan sektor perumahan,” jelas Ara.
Lebih lanjut Menteri Ara mengungkapkan, sektor properti memberikan banyak kontribusi kepada pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, properti erat kaitannya dengan ratusan industri lain. Mulai dari semen, kaca, cat, hingga baja ringan.
”Karena perumahan ini teman-teman ketahui itu banyak sekali kaitannya dengan mungkin ratusan industri, mulai dari semen, kaca, cat, pasir, batu, kayu, alumunium, baja ringan dan sebagainya. Jadi kalau ini didorong, saya yakin akan memberikan konstribusi kepada pertumbuhan yang mau dicapai sejumlah 8 besar itu secara signifikan,” jelas Menteri Ara.
Untuk diketahui, BI menyampaikan telah menyiapkan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) guna mendukung program 3 juta rumah. Deputi Gubernur BI, Juda Agung, mengatakan, langkah itu dilakukan guna mendorong penyaluran kredit di sektor perumahan rakyat.
Adapun KLM tersebut akan diberikan berupa insentif untuk perbankan yang aktif menyalurkan kredit di sektor properti. Bahkan, Juda juga memastikan bahwa pihaknya berkomitmen untuk meningkatkan KLM tersebut.
Hanya saja, dia belum membeberkan secara rinci terkait hal tersebut. ”Nanti detailnya akan kami sampaikan. Pada intinya, kebijakan-kebijakan yang masuk dalam asta cita akan didukung oleh Bank Indonesia,” ujar Juda dalam Rapat Dewan Gubernur pada Rabu (15/1) lalu.
BI mencatat penyaluran insentif kebijakan KLM mencapai Rp295 triliun hingga minggu kedua Januari 2025. Jumlah tersebut meningkat Rp36 triliun dibandingkan posisi akhir Oktober 2024 yang sebesar Rp259 triliun.
Adapun porsi terbesar diterima oleh Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) sebesar Rp130,6 triliun, disusul Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar Rp129,1 triliun. Kemudian, Bank Pembangunan Daerah Rp29,9 triliun, dan Kantor Cabang Bank Asing sebanyak Rp5 triliun.
Pengembang Nakal Tidak Akan Dapat Kesempatan
Maruarar Sirait juga menegaskan, pemerintah tidak akan memberikan kesempatan kepada pengembang perumahan subsidi yang tidak bertanggung jawab. Hal itu disampaikan setelah meninjau kondisi perumahan subsidi di Bekasi.
”Saya menemukan rumah subsidi yang baru dibangun delapan bulan, tapi sudah mengalami kerusakan. Tidak hujan pun, sudah banjir. Lantainya retak-retak. Apakah kita bisa membiarkan hal seperti ini?” ujar Maruarar di Hotel Fairmont, Selasa (11/2).
Dia menekankan, program subsidi perumahan tidak boleh dikerjakan asal-asalan. ”Presiden menyampaikan kepada saya bahwa rumah subsidi harus benar-benar berkualitas. Jangan sampai kita memberikan kesempatan lagi kepada pengusaha yang tidak bertanggung jawab,” tegasnya.
Maruarar juga telah meminta kepada bank penyalur dan lembaga terkait agar lebih selektif dalam memilih pengembang. ”Jangan pernah lagi memberikan kesempatan kepada pengembang yang terbukti tidak bertanggung jawab dan tidak memenuhi janji. Ini bukan sekadar ancaman, tetapi tindakan nyata,” tandas Ara.
Lebih lanjut, dia menyoroti bahwa 75 persen dana untuk rumah subsidi berasal dari APBN, yang berarti bersumber dari pajak rakyat.
Oleh karena itu, dia meminta agar ada audit bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan anggaran.
Tidak boleh sembarangan, karena ini menggunakan uang negara. Kalau sudah terbukti membangun sembarangan, tapi masih ingin mendapatkan proyek lagi, berarti ada yang tidak benar,” ucap Ara. (***)
Reporter : JP Group
Editor : gustia benny