Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Suparman, Azmi Maha Arif, M. Yusuf, dan Dian Felani saling mengenal saat masih bersama-sama ditahan di Lapas Tanjung Gusta Medan, Sumatra Utara. Mereka berempat berangkat dari latar belakang yang sama sebagai penipu.
“Setelah keluar dari lapas pada 2024, mereka mulai beraksi menggunakan teknik deepfake AI (artificial intelligence/kecerdasan artifisial) untuk menipu para korban,” terang Kasubdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim, AKBP Arbaridi Jumhur.
Sosok yang ditiru untuk menipu para korban mayoritas merupakan pejabat kepolisian. Baik di instansi pusat maupun instansi daerah. Total terdapat sembilan sosok yang telah mereka salah gunakan dalam aksi penipuan.
Dua di antaranya merupakan pejabat yang bertugas di Mabes Polri, yaitu Analis dan Advokasi Hukum Divkum Polri Brigjen Pol Onny Trimurti Nugroho serta Wakakortastipikor Polri Kombes Arief Adiharsa. Empat lainnya pejabat kepolisian di Sumatra. Masing-masing Kapolres Tanjungbalai Sumatra Utara AKBP Yon Edi Winara, Wakapolres Aceh Utara Kompol Joko Kusumadinata, Kabagbinops Ditlantas Polda Sumsel Kompol Finan Sukma Radipta, dan Kasat PJR Ditlantas Polda Lampung Kompol Adri Bhirawasto.
Sementara tiga lainnya adalah Kapolda Kalteng Irjen Pol Djoko Poerwanto, Wakapolres Bangli Kompol M. Akbar Eka Putra Samosir, serta Dirreskrimum Polda Jatim Kombes Farman.
Faktor Pola Hubungan
Para pejabat kepolisian itu dipilih para pelaku karena cenderung terjadi pola hubungan yang intens antara atasan dan bawahan dalam instansi tersebut. “Para pelaku sengaja memilih kepolisian karena dianggap punya kedekatan relasi tersendiri antarpersonel,” terang Jumhur.
Komplotan pelaku yang berasal dari Medan tersebut pernah mencoba menggunakan kedok dari pejabat tinggi di instansi lain. Namun, aksi menggunakan teknik deepfake tersebut urung membuahkan hasil.
“Gagal karena kurang adanya kedekatan di lingkup instansi sehingga aksi pelaku tidak membuahkan hasil,” sambung eks Wakasatresnarkoba Polrestabes Surabaya tersebut.
Menyaru Presiden sampai Polisi untuk Tipu Orang
Bermodal potongan gambar dan suara, dengan bantuan aplikasi berbasis kecerdasan artifisial, sejumlah pejabat negara dan kepolisian dicatut untuk melakukan penipuan. Marak sejak 2024, sejumlah pelaku telah ditangkap dan puluhan konten diblokir.
Sebelum menduduki jabatan direktur reserse kriminal umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Timur (Jatim), Kombes Farman pernah bertugas di berbagai kota lintas pulau. Pria kelahiran Tanjungpinang, Kepulauan Riau, tersebut pernah menjadi Dirresnarkoba Polda Sumsel. Pernah pula menjabat Kapolres Madiun Kota.
Nun di Medan, Sumatra Utara, komplotan penipu yang terdiri atas Suparman, Azmi Maha Arif, M. Yusuf, dan Dian Felani menganggap latar Farhan yang kerap berpindah tugas itu sesuai dengan yang mereka maui. Operasi penipuan pun disusun.
Menggunakan deepfake, aplikasi berbasis AI, mereka menyaru jadi Farhan. Mendekati calon korban dengan menelisik jejaring pertemanan dalam Facebook.
Dari saling sapa melalui Facebook, percakapan akan semakin intens dengan beralih ke WhatsApp. Bak benang layangan, para pelaku cukup mahir untuk menarik-ulur guna melancarkan modus penipuan. Begitu didapati korban telah terjerat ke dalam jebakan, para pelaku lantas menawarkan barang lelang kepada korban.
“Modusnya pelaku itu seolah-olah menawarkan ada kendaraan yang sedang dilelang oleh kepolisian,” ungkap Dirreskrimum Polda Jatim Kombes Farman kepada Jawa Pos (grup Batam Pos).
Seorang purnawirawan polisi jadi salah satu korban. Dia merugi ratusan juta rupiah. Nominal yang diminta pelaku bervariasi. Mulai Rp10 juta hingga Rp100 juta.
Presiden pun Disasar
Bahkan bukan hanya pejabat kepolisian yang profilnya dipakai kedok menipu setelah direkayasa dengan bantuan deepfake. Di layar monitor Bareskrim Polri di Jakarta kemarin (7/2), ditayangkan bagaimana profil Presiden Prabowo Subianto juga dimanfaatkan untuk menipu dengan bantuan aplikasi AI tersebut.
“Sekali lagi saya tegaskan, pada kalian semua. Bahwa acara bagi-bagi ini resmi, bukan hoax. Dan syaratnya mudah sekali. Kalian cukup follow akun baru saya ini,” terang Presiden Prabowo Subianto dalam potongan video hasil rekayasa deepfake.
Potongan video itu diunggah di akun IG @indoberbagi2025 oleh JS.
Bareskrim sudah menetapkan JS sebagai tersangka. Lantaran lewat potongan video itu, dia telah menipu 100 orang dari 20 provinsi sejak Desember 2024.
”Dengan kerugian korban mencapai Rp65 juta,” terang Dirtipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Pol Himawan Bayu Adji dalam konferensi pers.
Cara Beroperasi
Begitu melihat potensi melakukan penipuan menggunakan deepfake, komplotan Medan mengumpulkan bahan berupa potongan gambar maupun suara dari petinggi kepolisian. “Mereka memang mengincar tokoh-tokoh petinggi polisi yang punya publikasi tinggi,” terang Farman.
Sebab, lanjut Farman, bahan untuk pengolahan deepfake menjadi mudah didapatkan. Untuk bisa memanipulasi gambar menjadi bentuk video memang dibutuhkan tangkapan gambar dari berbagai sudut pandang. Itu agar gambar bisa menjadi lebih hidup ketika diolah ke dalam bentuk video yang bergerak.
Di komplotan Medan, tugas pengumpulan bahan diemban Azmi Maha Arif. Selain gambar, Azmi juga membutuhkan sampel audio. Rekaman suara para petinggi kepolisian yang biasa tersebar dalam sesi wawancara maupun konferensi pers pun jadi sasaran. Sampel potongan suara dan kolase gambar tersebut lantas dimasukkan ke aplikasi deepfake sebagai bahan pengolahan.
“Setelah bahannya didapatkan, si pelaku ini kemudian menyasar pertemanan para pejabat kepolisian melalui Facebook,” imbuh alumnus Akademi Kepolisian 1996 tersebut.
Para korban rata-rata berusia 45 tahun ke atas yang memiliki kedekatan hubungan dengan salah seorang petinggi kepolisian. Melalui Facebook, pelaku menelusuri foto profil para korban potensial. (***)
Reporter : JP GROUP
Editor : GALIH ADI SAPUTRO