Buka konten ini
![](https://harian.batampos.co.id/storage/2025/02/F-OPINI-3.jpg)
Ekonom Bank Indonesia
Inflasi adalah tantangan ekonomi yang dapat berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. Jika terlalu tinggi, daya beli melemah, biaya hidup meningkat, dan kestabilan ekonomi terganggu. Sebaliknya, inflasi yang terlalu rendah juga bisa menjadi sinyal lemahnya pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, menjaga inflasi tetap stabil dan dalam rentang sasaran yang telah ditetapkan menjadi prioritas bagi pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan, termasuk di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Komitmen ini semakin diperkuat dengan sinergi antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam mengendalikan inflasi agar tetap dalam target 2,5±1% pada 2025. Kesepakatan ini ditegaskan dalam High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Pusat (HLM TPIP) pada 31 Januari 2025, yang dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Gubernur BI, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, serta kementerian terkait lainnya.
Namun, tantangan di Kepri tidaklah mudah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada Januari 2025, Kepri mencatat inflasi tertinggi di Indonesia, yaitu 0,43% (mtm). Lonjakan ini terutama dipicu oleh kenaikan harga pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang naik 3,94%. Sementara itu, secara tahunan, inflasi (yoy) mencapai 2,01%, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) meningkat dari 105,69 pada Januari 2024 menjadi 107,81 pada Januari 2025. Kenaikan harga di awal tahun ini menjadi ”alarm dini” yang menandakan bahwa strategi pengendalian inflasi ke depan harus semakin diperkuat agar tetap terkendali dalam sasaran yang diharapkan.
Sebagai daerah kepulauan, Kepri bukanlah produsen utama bahan pangan dan kebutuhan pokok. Sebagian besar komoditas seperti beras, sayur, daging, dan bahan bakar harus didatangkan dari daerah lain, terutama Sumatra dan Jawa. Ketergantungan ini membuat harga barang di Kepri sangat rentan terhadap gangguan rantai pasok, seperti cuaca buruk, kenaikan biaya logistik, hingga kebijakan perdagangan dari daerah pemasok. Tak jarang, harga bahan pokok melonjak hanya karena kapal pengangkut tertunda akibat cuaca ekstrem. Kondisi ini menjadikan kelompok makanan dan transportasi sebagai penyumbang utama inflasi di Kepri. Oleh karena itu, strategi pengendalian harga dan distribusi yang lebih efisien menjadi kunci utama agar inflasi tetap terkendali.
Salah satu pendekatan yang diterapkan adalah Strategi 4K, yaitu Ketersediaan Pasokan, Keterjangkauan Harga, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif. Namun, agar strategi ini benar-benar efektif, penguatan dalam berbagai aspek perlu dilakukan.
Pertama, dari sisi ketersediaan pasokan, Kepri menghadapi tantangan besar karena masih sangat bergantung pada distribu-si bahan pokok dari luar daerah. Fluktuasi harga sering terjadi akibat keterbatasan pasokan, keterlambatan pasokan atau kenaikan harga dari daerah pemasok. Untuk mengurangi risiko ini, diversifikasi sumber pasokan menjadi langkah penting. Produksi pangan lokal perlu diperkuat melalui berbagai inisiatif seperti pertanian perkotaan (urban farming), perikanan berbasis teknologi, dan peternakan skala kecil. Selain itu, kerja sama antar daerah (KAD) dengan provinsi penghasil pangan harus diperluas agar pasokan tidak hanya bergantung pada satu wilayah tertentu. Pemerintah daerah dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) juga perlu mengoptimalkan cadangan pangan strategis agar stok tetap aman, terutama menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) yang kerap memicu lonjakan permintaan. Operasi pasar murah juga harus dilakukan secara berkala, bukan hanya ketika harga melonjak, tetapi juga sebagai langkah preventif dalam menjaga stabilitas harga.
Kedua, keterjangkauan harga menjadi faktor krusial lainnya dalam pengendalian inflasi. Harga yang tidak stabil akan berdampak langsung pada daya beli masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah. Untuk itu, regulasi harga harus diperkuat, misalnya dengan memastikan penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada beberapa komoditas utama guna mencegah spekulasi harga yang dapat merugikan masyarakat. Pengawasan terhadap distributor dan pedagang besar juga harus lebih ketat untuk menghindari praktik penimbunan barang yang sering kali menjadi penyebab lonjakan harga yang tidak wajar. Selain itu, pemberian subsidi transportasi untuk distribusi bahan pokok ke pulau-pulau kecil di Kepri bisa menjadi solusi agar harga tetap terjangkau di seluruh wilayah. Di sisi lain, mendorong pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga penting agar masyarakat memiliki lebih banyak pilihan barang lokal yang lebih stabil harganya. Digitalisasi UMKM melalui platform e-commerce bisa membantu memperluas pasar serta meningkatkan daya saing produk lokal terhadap barang yang diimpor dari daerah lain.
Ketiga, kelancaran distribusi menjadi aspek yang tak kalah penting dalam pengendalian inflasi di Kepri. Sebagai daerah kepulauan, logistik di Kepri sangat bergantung pada transportasi laut, yang kerap menghadapi berbagai kendala seperti cuaca ekstrem, keterbatasan armada, serta biaya distribusi yang tinggi. Peningkatan infrastruktur distribusi seperti perbaikan dan pembangunan pelabuhan sangat dibutuhkan agar arus barang lebih lancar dan biaya logistik bisa ditekan. Pemanfaatan teknologi digital dalam rantai pasok juga harus didorong, misalnya dengan membangun sistem informasi stok barang berbasis data real-time. Dengan begitu, pemerintah dapat memantau kondisi pasokan lebih cepat dan mengambil langkah intervensi sebelum harga melonjak. Selain itu, sinergi dengan daerah pemasok pangan dan barang strategis harus diperkuat, agar pasokan tetap terjaga dengan biaya distribusi yang lebih efisien.
Terakhir dan tak kalah penting, komunikasi efektif harus menjadi bagian dari strategi pengendalian inflasi. Kurangnya informasi yang jelas sering kali membuat masyarakat panik saat harga naik, yang justru memperburuk kondisi pasar. Edukasi tentang inflasi perlu lebih masif agar masyarakat memahami faktor penyebab inflasi serta langkah-langkah yang bisa diambil untuk menghadapi kenaikan harga. Pemerintah harus lebih aktif memberikan informasi perkembangan inflasi dan kebijakan pengendaliannya melalui berbagai kanal media, baik media cetak, elektronik, maupun digital. Transparansi dalam penyebaran informasi harga kebutuhan pokok juga harus diperkuat, misalnya dengan memanfaatkan aplikasi digital yang memungkinkan masyarakat memantau harga barang secara langsung. Koordinasi antar pemangku kepentingan, baik di tingkat pemerintah, pelaku usaha, maupun distributor, juga harus lebih intensif agar kebijakan yang diterapkan dapat berjalan optimal dan memberikan dampak nyata bagi kestabilan harga di lapangan.
Mengendalikan inflasi agar tetap rendah dan stabil bukanlah tugas yang mudah, tetapi menjadi kunci bagi kesejahteraan masyarakat Kepri. Dengan karakteristik ekonomi yang unik dan tantangan yang berbeda dari daerah lain, strategi pengendalian inflasi di Kepri harus dirancang secara komprehensif dan berkelanjutan. Penguatan Strategi 4K menjadi solusi strategis yang dapat memastikan inflasi tetap terkendali, daya beli masyarakat terjaga, serta pertumbuhan ekonomi daerah tetap stabil. Sinergi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat menjadi kunci utama dalam menciptakan ekonomi yang lebih kuat, tangguh, dan berkelanjutan. (*)