Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menjaga sasaran inflasi agar sesuai dengan target. Pada 2025, kenaikan harga barang dan jasa ditetapkan pada kisaran 2,5 persen plus minus 1 persen.
”Upaya yang pertama memastikan keterjangkauan harga komoditas pangan dan tarif angkutan pada periode hari besar keagamaan nasional. Juga termasuk di sini yang kita hadapi dalam waktu dekat adalah Idulfitri,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada konferensi pers High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Pusat (HLM TPIP) di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (31/1).
Kedua, pemerintah berupaya meningkatkan produktivitas pangan untuk menjaga ketersediaan pasokan antarwaktu dan antar wilayah. Ketiga, menjaga kelancaran distribusi pangan antarwilayah, terutama kawasan surplus menuju daerah defisit. Keempat, memperkuat ketersediaan dan keandalan data pangan serta memperkuat sinergi komunikasi untuk mengelola ekspektasi inflasi masyarakat.
Program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) akan terus dilanjutkan di 2025 untuk mendukung ketahanan pangan dan stabilitas harga. Oleh karena itu, pemerintah telah mengalokasikan Rp144,6 triliun yang akan dijalankan melalui berbagai strategi. Yaitu, diversifikasi pangan, stabilisasi harga, dan peningkatan produktivitas petani.
”Dukungan APBN untuk ketahanan pangan juga diberikan melalui TKD (transfer kas desa) dana alokasi khusus (DAK) fisik seperti pembangunan jaringan irigasi dan jalan pertanian. Serta, nonfisik seperti pekarangan pangan lestari, pelayanan penyuluhan pertanian, dan puskeswan,” beber Airlangga.
Pemerintah juga mempertahankan stabilitas harga pangan pada tahun ini dengan mengeluarkan berbagai paket stimulus ekonomi. Diantaranya, stimulus Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Ramadan dan Lebaran yang terdiri atas diskon harga tiket pesawat, penyelenggaraan kembali Harbolnas 2025, program Epic Sales 2025, BINA Diskon 2025, diskon tarif tol, serta stabili-sasi harga pangan.
Pemerintah juga akan mendorong Kredit Padat Karya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing industri nasional. Skema itu ditujukan untuk mendukung revitalisasi mesin dan peningkatan produktivitas di sektor industri padat karya. Fitur-fitur utama itu meliputi plafon pinjaman dari Rp500 juta hingga Rp10 miliar, suku bunga yang lebih rendah, dan jangka waktu pinjaman yang fleksibel antara 5-8 tahun.
”Pemerintah memberikan subsidi bunga sebesar 5 persen untuk masing-masing debitur dan telah menyediakan anggaran sebesar Rp20 triliun pada 2025 untuk mencapai target penyaluran. Skema kredit ini ditujukan untuk sektor-sektor industri padat karya, seperti pakaian jadi, tekstil, furniture, kulit, barang dari kulit, alas kaki, mainan anak, serta makanan dan minuman,’’ pungkas Airlangga. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : GALIH ADI SAPUTRO