Buka konten ini
Pengadilan Agama Kelas 1A Batam mencatat sebanyak 2.312 perkara perceraian yang diterima sepanjang tahun 2024. Dari jumlah tersebut, 1.777 merupakan cerai gugat yang diajukan istri, sementara 535 lainnya adalah cerai talak yang diajukan suami.
Humas Pengadilan Agama Kelas 1A Batam, Azizon, mengatakan bahwa dari total perkara yang masuk, sebanyak 1.654 cerai gugat dan 514 cerai talak telah diputus oleh pengadilan. Dari jumlah tersebut, 1.392 cerai gugat dan 428 cerai talak dikabulkan.
Sementara itu, 207 cerai gugat dan 61 cerai talak dicabut setelah pasangan suami istri memutuskan untuk melanjutkan rumah tangga mereka setelah menjalani mediasi yang dilakukan pengadilan agama.
”Jadi, tidak semua kasus yang masuk itu dikabulkan. Kami melakukan mediasi terlebih dahulu, dan banyak pasangan yang memilih untuk rujuk kembali,” ujar Azizon, Kamis (30/1).
Selain itu, ada satu cerai gugat dan empat cerai talak yang ditolak karena berkas tidak leng-kap. Sebanyak 31 cerai gugat dan 13 cerai talak tidak diterima, 22 cerai gugat dan tujuh cerai talak digugurkan, serta satu cerai gugat dan satu cerai talak dicoret.
”Jumlah keseluruhan perkara yang diputus mencapai 2.168 kasus, dengan 1.428 perkara dikabulkan untuk bercerai,” tambahnya.
Azizon menjelaskan bahwa alasan utama perceraian di Batam masih didominasi persoalan ekonomi. Banyak istri mengajukan gugatan cerai karena merasa nafkah yang diberikan suami tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
”Kondisi ekonomi yang tidak stabil berdampak pada hubungan rumah tangga. Sehingga, banyak pasangan yang akhirnya memilih untuk berpisah,” ujarnya.
Sementara itu, untuk cerai talak yang diajukan, faktor utama penyebabnya adalah perselisihan rumah tangga yang berujung pada pertengkaran terus-menerus. Selain itu, ada pula kasus dimana istri meninggalkan tempat tinggal dalam waktu lama, perselingkuhan, serta hadirnya pihak ketiga dalam rumah tangga.
”Faktor orang ketiga, baik pria idaman lain (PIL) maupun wanita idaman lain (WIL), juga cukup banyak menjadi alasan pengajuan cerai talak,” jelas Azizon.
Berdasarkan data yang dihimpun, kelompok usia yang paling banyak mengajukan perceraian berada dalam rentang 25 hingga 40 tahun. Usia ini dianggap sebagai masa di mana pasangan masih dalam tahap membangun kehidupan rumah tangga, termasuk dalam hal ekonomi dan kestabilan emosional.
”Pasangan muda lebih rentan menghadapi konflik, terutama karena masalah ekonomi yang bisa berimbas pada keharmonisan rumah tangga,” tambahnya.
Pengadilan Agama Kelas 1A Batam terus mengupayakan proses mediasi sebelum pasangan memutuskan untuk bercerai. Namun, dalam banyak kasus, ketidaksepahaman yang terus berlarut-larut membuat pasangan akhirnya memilih untuk berpisah.
Sebelumnya, sebagai upaya untuk menekan angka perceraian, Kementerian Agama melalui Kantor Urusan Agama (KUA) rutin menggelar bimbingan pranikah bagi pasangan yang akan menikah. Dalam bimbingan tersebut, pasangan diberikan pengetahuan tentang kehidupan rumah tangga, mulai dari pembinaan akhlak, kewajiban suami-istri, hingga cara menghadapi konflik rumah tangga.
”Bimbingan pranikah ini penting agar pasangan memiliki bekal yang cukup sebelum memasuki jenjang pernikahan. Selain itu, kami juga rutin melakukan pembinaan pascanikah bekerja sama dengan Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4),” jelas Dirham.
Menurutnya, pembinaan pasca nikah dilakukan untuk membantu pasangan muda yang rentan terhadap perceraian. Dalam pembinaan tersebut, pasangan dibimbing untuk menyelesaikan konflik secara kekeluargaan tanpa harus menempuh jalur persidangan.
”Harapannya, bimbingan pranikah dan pembinaan pasca nikah ini dapat membantu pasangan muda membangun rumah tangga yang harmonis dan mengurangi angka perceraian,” tutup Dirham. (***)
Reporter : Rengga Yuliandra
Editor : RATNA IRTATIK