Buka konten ini
Kasus dugaan tindak pidana narkotika yang menyeret 10 anggota polisi Polda Kepri akhirnya bergulir di Pengadilan Negeri Batam, Kamis (30/1), sekitar pukul 11.20 WIB. Sebanyak dua warga sipil, yang satu di antaranya mantan anggota polisi, juga menjalani sidang dalam perkara yang sama dengan agenda pembacaan dakwaan.
Dalam dakwaan, terungkap bahwa para terdakwa polisi tidak hanya menyalahgunakan barang bukti narkoba jenis sabu, tetapi juga menjemput 44 kilogram sabu hingga perbatasan Malaysia, dengan membayar upah tekong Rp20 juta dan upah informan sebesar Rp20 juta per kilogram.
Proses persidangan yang dipimpin hakim Tiwik didampingi hakim anggota Douglas dan Andi Bayu tersebut dibagi dua kloter, meskipun ke-12 terdakwa didakwa dengan surat dakwaan terpisah. Ke-12 terdakwa adalah Satria Nanda, Alex Candra, Jaka Surya, Shigit Sarwo Edi, Ibnu Marfu, Zulkif-li Simanjuntak, Rahmadi, Fadillah, Ariyanto, Junaidi Gunawan, Wan Rahmad, dan Aziz Martua Siregar.
Agenda sidang pembacaan dakwaan dihadiri oleh lima jaksa penuntut umum (JPU) yang membacakan dakwaan secara bergantian. Sedangkan para terdakwa didampingi masing-masing penasihat hukum.
Dalam dakwaan dijelaskan bahwa kejadian tersebut berlangsung antara bulan Juni hingga September 2024. Kasus bermula dari informasi terkait penyelundupan 300 kg sabu dari Malaysia yang diperoleh Rahmadi dan SI, seorang informan. Namun, rencana tersebut batal hingga akhirnya muncul informasi baru pada Mei 2024 mengenai masuknya 100 kg sabu ke Indonesia.
Atas informasi tersebut, beberapa terdakwa menggelar pertemuan di One Spot Coffee, Batam, guna membahas distribusi barang haram itu. Awalnya, rencana penyelundupan mengalami kendala, namun setelah Ditresnarkoba Polda Kepri mengungkap kasus narkotika di Imperium, Batam, serta adanya tekanan dari pimpinan Polresta Barelang agar segera mengungkap kasus besar, Satria Nanda diduga memerintahkan timnya untuk kembali menjalankan operasi ini.
Dalam rapat lanjutan, terdakwa Shigit Sarwo Edhi sebagai Kanit memberikan arahan kepada Fadillah dan Rahmadi untuk memastikan eksekusi berjalan lancar. Rencana itu mencakup pembagian 100 kg sabu, di mana 90 kg digunakan untuk pengungkapan kasus, sedangkan 10 kg lainnya diduga disisihkan untuk membayar SI dan keperluan operasional. Pada akhirnya, strategi tersebut mendapat persetujuan Satria Nanda meskipun awalnya ia menilai skema itu berisiko tinggi.
Hingga akhirnya, pada bulan Juni, beberapa terdakwa menyewa Awang, seorang tekong, untuk mengambil sabu dari Malaysia. Awang diupah Rp20 juta dan melaju dari perairan Nongsa, menuju Tanjunguban hingga ke Malaysia.
“Awang membawa kapal seorang diri, dikawal oleh beberapa terdakwa (polisi) menggunakan kapal terpisah. Namun di perbatasan, para terdakwa berhenti, sedangkan Awang masuk ke perairan Malaysia,” ujar jaksa.
Setelah Awang kembali dari perairan Malaysia, para terdakwa kembali mengawal Awang hingga perairan Nongsa. Sesampainya di perairan Nongsa, Awang tetap berada di atas kapal, sedangkan para terdakwa mengambil dua tas besar dan memasukkannya ke dalam mobil berwarna silver untuk menuju Satnarkoba Polresta Barelang.
Di Satnarkoba Polresta Barelang, para terdakwa menghitung jumlah sabu dalam dua tas, yang terdiri dari 44 bungkus, masing-masing bungkus berisi 1 kilogram. Sabu tersebut kemudian disisihkan sembilan bungkus dan disimpan di tempat terpisah.
“Untuk 35 bungkus lagi atau 35 kilogram, dilaporkan untuk diekspos dan disetujui oleh Kasat yang saat itu berada di Bandara Hang Nadim Batam,” ujar jaksa.
Dalam pertemuan para terdakwa dan kasat, kasat juga sempat mengucapkan selamat kepada para terdakwa karena sudah sukses bekerja, dan kemudian ditentukan waktu untuk melakukan ekspos perkara nantinya.
“Para terdakwa kemudian menghubungi Poy (DPO), untuk mencari orang yang akan membawa sabu itu ke Jakarta. Dan Poy mendapatkan tiga orang, yakni Effendi, Nely, dan Ade,” ujar jaksa.
Dua di antara kurir adalah pasangan suami istri yang dijanjikan upah Rp150 juta, dan Ade yang dijanjikan upah Rp10 juta. Namun, dalam aksi itu, para polisi yang semula memiliki barang, melakukan aksi penyergapan terhadap ketiganya.
“Orang suruhan Poy ditangkap di dekat Jembatan Barelang dengan barang bukti 35 kilogram sabu,” tegas jaksa.
Tak hanya itu, 9 kilogram sabu yang disisihkan itu kemudian dijual, salah satunya kepada Azis dengan harga Rp400 juta per kilogram. Namun, dalam perjalanan, Azis tidak melunasi sisa dari pembelian sabu tersebut. “Perbuatan para terdakwa dijerat dengan Pasal 112 Ayat 2 UU Narkotika jo Pasal 132 jo Pasal 64 UU Narkotika, atau Pasal 114 Ayat 2 Jo Pasal 132 Jo Pasal 64 UU Narkotika,” jelas jaksa.
Atas dakwaan tersebut, 2 dari 12 terdakwa tidak mengajukan eksepsi atau keberatan. Yang tidak mengajukan keberatan yakni Satria Nanda dan Junaidi.
Atas pendapat penasihat hukum terdakwa, majelis hakim Tiwik menunda sidang hingga 6 Februari untuk yang mengajukan eksepsi atas dakwaan, dan 20 Februari untuk yang tidak mengajukan eksepsi. “Sidang ditunda hingga minggu depan, dengan agenda keberatan dari terdakwa,” ujar Tiwik.
Sementara itu, penasihat hukum Satria Nanda, Calvin Wijaya, menjelaskan pihaknya menerima materi dakwaan, karena itu tidak mengajukan eksepsi. “Kami terima materi dakwaan, namun nanti dalam pembuktian akan kami bantah,” tegasnya.
Anggota Polsek Sekupang Dipecat dan Dipidana
Sementara itu, Penyidik Satuan Reserse Narkoba Polresta Barelang tengah melengkapi berkas perkara dugaan kasus narkotika yang melibatkan personel Polsek Sekupang, Brigpol AKS. Dalam kasus ini, tersangka diamankan dengan barang bukti 10 gram sabu.
“Sebentar lagi akan lengkap,” ujar Kasat Narkoba Polresta Barelang, AKP Deni Langie, Kamis (30/1).
Deni memastikan kasus yang menyeret Brigpol AKS tetap diproses. Bahkan, pria berusia 30 tahun itu telah dipecat dari institusi Polri. “Dipecat. Hukum pidananya juga naik, masih ditahan sampai sekarang,” katanya.
Saat disinggung mengenai lamanya proses kelengkapan berkas kasus ini, Deni mengaku membutuhkan waktu untuk melengkapi alat bukti berupa hasil forensik elektronik atau identifikasi dari ponsel pengendali jaringan narkotika tersebut. “Kami menunggu hasilnya, sehingga setelah keluar, kami buktikan,” ujarnya.
Diketahui, Brigpol AKS mendapatkan barang haram tersebut dari rekannya, E, seorang narapidana di Lapas Tanjungpinang. E juga merupakan mantan polisi yang terjerat kasus narkotika.
Untuk mendapatkan sabu tersebut, AKS memerintahkan rekannya, AK, untuk menjemputnya di kawasan DC Mall. Barang haram seberat 50 gram itu kemudian dibawa ke mes AKS untuk ditimbang dan dicacah. “Mereka (tersangka) menyisihkan (sabu) itu dan menjualnya,” tutup Deni.
Diberitakan sebelumnya, Satuan Reserse Narkoba Polresta Barelang menangkap personel Polresta Barelang, Brigpol AKS, Selasa (28/10/2024) malam. Ironisnya, pria berusia 30 tahun itu ditangkap di mes lajang Polresta Barelang dengan barang bukti narkotika jenis sabu.
AKS ditangkap bersama rekannya, AK. Dari tangan mereka, polisi mengamankan barang bukti berupa 10 gram sabu, bong, timbangan, dan kantong plastik transparan. (***)
Reporter : Yashinta, Yofi Yuhendri
Editor : RYAN AGUNG