Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengatakan, telah mencabut 50 sertifikat tanah di kawasan pagar laut Tange-rang, Banten. Jumlah tersebut bakal bertambah karena pihaknya masih bekerja untuk mengecek 280 sertifikat tanah di kawasan tersebut.
”Apakah nambah? Potensinya bisa nambah. Karena kita baru bekerja praktis baru 4 hari, kita umumin Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, 4 hari kemudian libur. Kita masuk hari ini. Selama 4 hari kita dapat 50 bidang tanah,” kata Nusron saat rapat kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1).
Nusron menjelaskan, sertifikat yang dibatalkan terdiri dari hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (SHM). Jumlah total sertifikat tanah di kawasan pagar laut Tangerang sebanyak 280 sertifikat tanah.
”Sementara ini yang kita batalkan 50 bidang. Dari 263 (HGB) dan 17 (SHM), yang kita batalkan 50,” ucap Nusron.
Nusron menyebut, saat ini tengah menyesuaikan data sertifikat dengan kondisi faktual di lapangan, termasuk menentukan batas antara kawasan daratan dan laut.
”Sisanya sedang berjalan, on progress, kita cocokan mana yang di dalam garis pantai mana yang di luar garis pantai,” terang Nusron.
Lebih lanjut, Nusron menyebut pembatalan dilakukan karena sertifikat tersebut tidak sah secara hukum, prosedur, dan material tanahnya sudah tidak ada. Selain pembatalan sertifikat, Kementerian ATR/BPN juga tengah melakukan audit investigasi terhadap proses penerbitan sertifikat tersebut.
”Dari hasil audit tersebut kita merekomendasikan pertama rekomendasi pencabutan lisensi kepada kantor jasa survei berlisensi (KJSB) karena yang melakukan survei dan pengukuran itu perusahaan swasta,” terang Nusron.
Enam Pegawai Dicopot
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mencopot enam pegawai buntut pemasangan pagar laut di pesisir Tangerang, Banten. Total yang diberikan sanksi atas persoalan tersebut sebanyak enam orang.
”Kita memberikan sanksi berat pembebasan dan penghentian dari jabatannya pada mereka yang terlibat kepada enam pegawai dan sanksi berat kepada dua pegawai,” kata Nusron dalam rapat bersama Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (30/1).
Politikus Partai Golkar itu tak menyebutkan nama-nama pegawai yang diberikan sanksi. Dia hanya menyebutkan inisial serta jabatannya.
Mereka antara lain berinisial JS, Kepala Kantor Pertahanan Kabupaten Tangerang pada masa itu; SH, eks Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran; ET, eks Kepala Seksi Survei dan Pementaan; WS, Ketua Panitia A; YS, Ketua Panitia A; NS, Panitia A; LM, eks Kepala Survei dan Pementaan setelah ET; dan KA, Eks PLT Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran.
Nusron menjelaskan, delapan orang sudah diberikan sanksi inspektorat ATR/BPN. Saat ini sedang dalam proses penerbitan surat keputusan penarikan jabatan dari 6 pegawai.
”Delapan orang ini yang sudah diperiksa dan sudah diberikan sanksi oleh inspektorat tinggal proses peng-SK-an sanksinya dan penarikan mereka dari jabatannya tersebut,” ujar Nusron.
Diduga Ada Oknum ATR/BPN yang Lakukan Penyimpangan
Nusron Wahid mengungkapkan, ada dugaan penyimpangan dalam penerbitan sertifikat tanah di wilayah pesisir utara Bekasi dan Tangerang. Nusron menduga, ada keterlibatan oknum internal ATR/BPN dalam kasus penerbitan sertifikat.
”Di Bekasi ada dua kasus, bapak-bapak sekalian. Yang pertama adalah di Desa Segara Jaya, Kecamatan Taruma Jaya. Ini murni ulah oknum ATR/BPN,” kata Nusron saat rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1).
Nusron menjelaskan, pada 2021, sebanyak 89 Sertifikat Hak Milik (SHM) diterbitkan kepada 67 orang dengan total luas lahan 11,263 hektare berupa tanah darat di perkampungan. Namun, pada Juli 2022, terjadi perubahan data pendaftaran tanah tanpa prosedur resmi, sehingga penerima sertifikat berkurang menjadi 11 orang dengan luas lahan meningkat drastis menjadi 72,571 hektare, yang kini berupa perairan laut.
”Ini dulunya sertifikat awalnya di darat, tiba-tiba berubah, pindah ke laut. Saya akui ini ulah oknum internal ATR/BPN setempat. Kami sedang usut,” ungkap Nusron.
Selain di Desa Segara Jaya, kata Nusron, kasus serupa juga terjadi di Desa Urip Jaya, Kecamatan Babelan, Bekasi. Ia menyebut, terdapat Hak Guna Bangunan (SHGB) di wilayah perairan laut dengan luas mencapai 509,795 hektare.
Berdasarkan data ATR/BPN, lanjut Nusron, sertifikat ini dimiliki oleh dua perusahaan, yakni PT CL dengan luas 90 hektare yang diterbitkan bertahap antara 2012 hingga 2018, serta PT MAN dengan luas 419,6 hektare yang diterbitkan sejak 2013 hingga 2015.
”Setelah kita analisis, memang sebagian besar berada di luar garis pantai. Nah, prob-lemnya, kita tidak serta-merta bisa membatalkan ini,” ujar Nusron.
Menurutnya, ATR/BPN tidak bisa menggunakan asas con-trario actus, yang mengatur bahwa pejabat dalam menerbitkan sertifikat tidak bisa mencabutnya setelah lima tahun.
”Kalau yang usianya di bawah 5 tahun kita bisa langsung batalkan, seperti kasus Kohod (Tangerang). Tapi ini usianya sudah di atas 10 tahun,” tegas Nusron.
Nusron mengaku pihaknya sedang meminta fatwa dari Mahkamah Agung (MA) guna menentukan apakah sertifikat tersebut bisa dibatalkan me-lalui pengadilan. Jika tidak memungkinkan, opsi lain yang dipertimbangkan adalah memasukkan tanah tersebut ke dalam kategori tanah musnah.
Namun, Nusron menuturkan kategori tanah musnah hanya bisa diterapkan jika ATR/BPN dapat membuktikan bahwa tanah yang kini berada di luar garis pantai dulunya adalah daratan.
”Sementara kami belum bisa membuktikan itu,” pungkasnya. (***)
Reporter : JP GROUP
Editor : GALIH ADI SAPUTRO