Buka konten ini
KARIMUN (BP) – Kemeriahan Tahun Baru Cina atau Imlek, momen yang ditunggu oleh warga Tionghoa di Karimun. Salah satunya di Vihara Ngo Hu Niu Niu berada Jalan Kangkung, Kecamatan Meral.
Sudah menjadi tradisi tahunan untuk memasang ornamen-ornamen Imlek yang didominasi warna merah. Ribuan lampion dipasang mulai pintu masuk hingga sekitar vihara tersebut.
”Serulah bang, tiap tahun kita datang untuk mengambil foto. Sambil menunggu kembang api yang siap dinyalakan oleh panitia,’’ kata Sima, seorang warga Karimun sambil mengabadikan foto di telepon pintarnya, Selasa (28/1) malam.
Pantauan di lapangan, suasana di sekitar vihara cukup meriah dengan dipadati masyarakat Tionghoa maupun masyarakat umum untuk menyaksikan berbagai aktraksi mulai dari barongsai, tarian dan nyanyian dan sebagainya.
Vihara Ngo Hu Niu Niu yang cukup megah tersebut, terlihat bersinar di malam hari dengan lampu-lampu lampion yang telah hidup. Selain itu ada juga spot-spot foto untuk pemotretan seperti di negeri tirai bambu, secara bergantian warga mengabadikan foto melalui telepon pintar baik bersama keluarga maupun pasangannya.
”Ibadah dulu bang malam ini. Nanti, baru pulang ke rumah saat pergantian tahun saya bersama keluarga makan bersama yaitu makan mie,’’ kata Apui sambil membawa peralatan sembahyangnya.
Sementara pada hari Rabu (29/1), warga Tionghoa ada yang melakukan open house untuk menerima masyarakat bersilaturahmi dengan tuan rumah. Salah satunya, Bidin yang sudah menjadi tradisi setiap tahun baru Imlek melakukan open house untuk masyarakat umum maupun karyawannya di rumahnya.
”Tahun ular kayu dalam kalender Tionghoa yang melambangkan kebijaksanaan, intuisi dan transformasi yang memberikan energi pertumbuhan positif, kreativitas dan harmoni. Semoga semakin tumbuh ekonomi di Karimun, seiring dengan pemimpin baru,’’ harap Bidin.
Vihara di Dabo Suguhkan Makanan Vegetarian
Vihara Kumala Maitreya, yang terletak di wilayah Dabo Lama, Kecamatan Singkep, Kabupaten Lingga menyuguhkan hidangan vegetarian saat perayaan Imlek tahun 2025, pada Rabu (29/1).
Makanan vegetarian yang disediakan secara prasmanan tersebut mirip dengan makanan olahan daging, seperti rendang, hingga sate.
Pengurus Vihara Kumala Maitreya, Zainul Arifin mengatakan pihaknya sengaja menyediakan makanan vegetarian, agar semua makhluk hidup, terutama hewan merasa bahagia dan tidak tersakiti saat perayaan Imlek tahun 2025 ini.
”Jadi kita memang menyajikan makanan vegetarian, agar semua mahluk hidup berbahagia ataupun tidak menyakiti mahluk hidup,” kata Zainul di Vihara Kumala Maitreya.
Perayaan Imlek di Dabo tersebut juga dijaga oleh petugas kepolisian. Setidaknya terdapat sembilan orang petugas Polsek Dabo Singkep yang dikerahkan untuk melakukan pengamanan di tempat tersebut.
”Untuk PAM luar ada enam orang dan PAM tertutup ada tiga orang. Total ada sembilan orang dan dibantu oleh petugas Satlantas Polres Lingga,” ujar Kapolsek Dabo Singkep, AKP Zainur.
Sejauh ini, kata dia, situasi perayaan Imlek di Vihara tersebut berlangsung aman. Warga Dabo beragama Budha saling berbaur dengan umat agama lain. Pengamanan sendiri, akan berlangsung hingga hari puncak perayaan Imlek.
”Kita harapkan masyarakat dapat saling berbaur dalam acara Imlek ini. Untuk mempererat hubungan silahturahmi sesama umat beragama,” pungkasnya.
Merawat Toleransi di Ujung Negeri
Perayaan malam tahun baru Imlek 2576 di Kabupaten Anambas berlangsung meriah, Selasa (28/1).
Untuk Anambas, perayaan ini dipusatkan di Vihara Gunung Dewa Siantan yang terletak diatas lereng bukit, Desa Sri Tanjung, Kecamatan Siantan.
Berbagai kegiatan dilakukan, dimulai dari pertunjukkan kesenian tionghoa, sembahyang, atraksi barongsai serta kembang api. Tidak hanya etnis Tionghoa yang merayakan saja, turut juga semua kalangan yang berada di Anambas menghadiri malam perayaan tahun baru Imlek.
Tokoh Tionghoa Anambas, Tan Atie, mengatakan, momen Imlek ini juga menjadi bagian upaya merawat toleransi di Anambas. Menurutnya, kerukunan beragama di Anambas tidak datang dari langit.
”Sebenarnya (toleransi) itu kan tidak datang dari langit. Tapi upaya dari berbagai tokoh agama yang punya niat yang sama yang bisa kita bekerja sama,” jelasnya.
Makna momen Imlek tiap tahunnya tak ada yang khusus, Tan Atie berpesan yang penting kita rajin beribadah rajin kerja. ”Kalau makna baik tapi gak rajin ya akan sia-sia nanti. tidak ada niat yang buruklah, semua tergantung kita sendiri,” sebutnya.
Perayaan Tahun Baru Imlek ini, lanjutnya, merupakan tradisi yang unik karena terus berkembang sesuai perubahan sosial dan politik di negara Indonesia tercinta ini. Saat ini, Imlek tak hanya menjadi perayaan bagi warga Tionghoa saja, tetapi juga menjadi simbol toleransi dan keberagaman.
Banyak masyarakat dari berbagai suku dan agama turut memeriahkan kegiatan perayaan Imlek dan Cap Go Meh.
“Baik melalui kunjungan ke rumah teman-teman, maupun berpartisipasi dalam atraksi naga, barongsai dan tatung. Saudara-saudara dari etnis dan agama lain dengan gembira selalu ikut serta bersama kami,” pungkas Tan Atie. (*)
Reporter : TRI HARYONO / MOHAMAD ISMAIL / Ihsan Imaduddin
Editor : Iman Wachyudi