Buka konten ini
Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kota Batam dinilai masih menyisakan berbagai permasalahan, terutama terkait ketimpangan jumlah penduduk di beberapa wilayah. Dibutuhkan kebijakan yang lebih fleksibel dan tidak diterapkan secara merata di seluruh kelurahan.
Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua III DPRD Batam, Hendra Asman. Ia meminta Dinas Pendidikan (Disdik) Batam lebih proaktif menangani permasalahan PPDB.
Menurutnya, sistem PPDB di Batam perlu dievaluasi karena keterbatasan sekolah yang masih menjadi kendala di tengah pesatnya pertumbuhan penduduk. Evaluasi dan terobosan baru sangat dinanti untuk memastikan semua anak mendapatkan akses pendidikan yang layak.
“Kita tentu mendorong seluruh lapisan masyarakat agar anak-anak bisa bersekolah. Namun, PPDB di Batam ini sudah sepatutnya dievaluasi. Jumlah sekolah yang tersedia masih terbatas, sedangkan pertumbuhan penduduk sangat luar biasa,” katanya, Kamis (23/1).
Ketimpangan jumlah penduduk di beberapa wilayah di Batam terbukti karena ada daerah dengan tingkat kepadatan tinggi, sementara wilayah lain relatif stabil. Menurutnya, kebijakan PPDB saat ini belum sepenuhnya mempertimbangkan perbedaan tersebut.
”PPDB ini bukan berarti buruk, tapi perlu dikaji kembali. Saya mendukung pemerintah pusat untuk mengambil beberapa sampel dan mengujinya bersama. Kebijakan ini tidak boleh diterapkan secara pukul rata,” kata Hendra.
Banyak masyarakat yang telah menyampaikan keluhan terkait sistem PPDB saat ini, sehingga diperlukan perhatian serius dari pihak terkait. Hendra menekankan perlunya terobosan baru yang dapat memberikan kesempatan bagi anak-anak yang berhak mendapatkan prioritas dalam penerimaan sekolah.
”Ini menjadi catatan penting bagi kita semua. Rapor merah PPDB memang terjadi, masyarakat sudah banyak yang menyampaikan keluhan kepada kami,” ujarnya.
Sebagai solusi, Hendra mendorong Disdik Batam lebih aktif berkomunikasi dengan pemerintah pusat guna menyampaikan situasi faktual di lapangan. Ia menilai sistem PPDB tidak dapat diterapkan secara seragam di semua wilayah.
”Disdik harus benar-benar memahami kondisi di Batam dan bertindak lebih proaktif,” tambahnya.
Saat ini, Disdik Batam tengah mengevaluasi pelaksanaan PPDB yang dinilai belum optimal. Berbagai permasalahan, seperti kelebihan jumlah siswa dan penambahan rombongan belajar (rombel) yang melebihi ketentuan, menjadi sorotan utama.
Kepala Disdik Batam, Tri Wahyu Rubianto, mengakui bahwa Batam masih menghadapi sejumlah permasalahan dalam pelaksanaan PPDB. Lonjakan jumlah siswa dan kelebihan rombongan belajar di sekolah negeri menjadi tantangan utama yang sulit dihindari.
“Minat dan pola pikir orangtua yang tinggi untuk menyekolahkan anak di sekolah negeri masih menjadi faktor utama. Selain itu, tagline bahwa sekolah negeri diperuntukkan bagi siswa kurang mampu juga tidak berjalan sebagaimana mestinya,” katanya.
Salah satu masalah yang paling krusial adalah rasio jumlah siswa dalam satu rombel yang melebihi ketentuan, terutama di sekolah negeri. Keterbatasan jumlah sekolah semakin memperumit kondisi ini.
Pihaknya tengah mencermati isu penghapusan sistem zonasi yang sedang dikaji oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). ”Seluruh hasil evaluasi PPDB zonasi di Batam sudah kami sampaikan kepada Kemendikbudristek,” ujar Tri.
Mengenai persiapan PPDB yang akan segera berlangsung, saat ini pihaknya masih dalam tahap awal. Teknis penerimaan belum dibahas secara mendalam karena masih menunggu keputusan dari pemerintah pusat terkait sistem zonasi.
Sistem zonasi dalam PPDB yang diterapkan sejak 2017 telah menimbulkan berbagai persoalan di Batam, terutama terkait domisili calon peserta didik. Kebijakan ini mengatur jarak tertentu bagi peserta didik yang ingin masuk ke sekolah negeri di sekitar tempat tinggal mereka.
Namun, aturan ini justru menimbulkan polemik baru, dimana banyak orangtua berpindah domisili demi mendapatkan akses ke sekolah negeri favorit.
“Banyak orangtua yang meminta surat domisili baru di dekat sekolah hanya untuk memenuhi persyaratan zonasi PPDB,” ujarnya.
Dalam skema saat ini, penerimaan siswa SD melalui jalur zonasi mendapatkan kuota terbesar, yaitu 80 persen, sedangkan afirmasi 15 persen, dan perpindahan orangtua 5 persen. Sementara itu, untuk tingkat SMP, zonasi mencakup 65 persen, afirmasi 15 persen, perpindahan orangtua 5 persen, dan jalur prestasi 15 persen.
“Kami sering menghadapi kendala karena adanya perpindahan domisili yang dilakukan hanya untuk memenuhi persyaratan masuk sekolah negeri tertentu,” tutup Tri. (***)
Reporter : Arjuna
Editor : RYAN AGUNG