Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) menjadi salah satu andalan pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 8 persen. Selama 2024, investasi di KEK mencapai Rp90,1 triliun atau 115 persen dari target.
Secara kumulatif, KEK mencatat capaian investasi sebesar Rp263,4 triliun. Penyerapan tenaga kerjanya sebanyak 160.874 orang dan melibatkan sebanyak 403 pelaku usaha.
Sekretaris Kementerian Koordinator (Sesmenko) Bidang Perekonomian selaku Ketua Tim Pelaksana Dewan Nasional KEK Susiwijono Moegiarso mendorong KEK untuk lebih optimistis dengan target pada 2025.
”Karena secara nasional presiden menargetkan investasi tinggi dari Rp1.650 triliun pada 2024 menjadi Rp1.905 triliun pada 2025,” ujar Susiwijono.
Menurut dia, untuk mencapai target ekonomi 8 persen, Indonesia memerlukan investasi hingga Rp13.032 triliun dalam 5 tahun ke depan. Peran KEK menjadi sangat penting menuju pencapaian target pertumbuhan tersebut.
Susiwijono juga mengingatkan pentingnya kewaspadaan tinggi untuk melindungi resiliensi ekonomi dan stabilitas nasional di tengah ketidakpastian global.
”Ekonomi global 2024 dan 2025 diproyeksikan tumbuh 3,2 persen, di bawah rata-rata historis. Beberapa faktor yang memengaruhi di antaranya tekanan fragmentasi geoekonomi, lonjakan harga akibat ketegangan geopolitik, suku bunga tinggi, perlambatan ekonomi Tiongkok dan pemerintahan baru Amerika Serikat,” bebernya.
Sampai saat ini, pemerintah telah menetapkan 24 KEK dan diharapkan bertambah lima pada 2025. Dengan jumlah KEK yang semakin bertambah disertai target yang cukup tinggi, kolaborasi dengan kementerian/lembaga dan pemangku kepentingan lainnya menjadi sangat penting.
Di sisi lain, Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) mengungkapkan permintaan lahan industri dari berbagai sektor bakal ekspansi signifikan pada 2025. Ketua Umum HKI Sanny Iskandar membeberkan, ekspansi itu juga termasuk dalam pembangunan pabrik.
”Pada 2025, beberapa sektor industri di Indonesia diproyeksikan akan mengalami ekspansi signifikan dalam pembangunan pabrik,” kata Sanny.
Dia menyebutkan, sektor industri berteknologi tinggi untuk komponen energi terbarukan memiliki peluang besar untuk tumbuh. Hal itu terdapat pada produksi komponen seperti baterai penyimpanan energi, panel surya, serta pembangkit tenaga angin dan air. Menurut Sanny, hal itu sejalan dengan komitmen pemerintah untuk membangun elektrifikasi bersih berdaya 75 gigawatt hingga 2040.
Selanjutnya adalah industri semikonduktor. Sektor itu berpotensi meningkat akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang mendorong produsen mencari lokasi produksi alternatif.
”Indonesia dengan ketersediaan bahan baku dan pasar yang potensial menjadi pilihan menarik untuk investasi di sektor ini,” tambahnya.
Sanny mengatakan, isu ketahanan pangan dan program makan bergizi gratis turut mendorong pertumbuhan sektor tersebut. Dia menambahkan, perusahaan Tiongkok, CNGR Advanced Material Co, berencana membangun fasilitas produksi terintegrasi senilai 10 miliar dolar AS (USD) di Indonesia yang akan memerlukan lahan seluas 3.000 hingga 5.000 hektare.
”Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen Indonesia dalam meningkatkan kapasitas industri domestik dan menarik investasi asing untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” tegasnya. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : RYAN AGUNG