Buka konten ini
BADAN Pusat Statistik (BPS) Kota Batam mencatat, secara kumulatif, ekspor Batam sepanjang Januari-November 2024 naik 10,43 persen menjadi US$ 14.745,35 juta dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Impor juga meningkat 1,06 persen dengan nilai US$ 13.012,32 juta.
Namun, data bulanan BPS menunjukkan penurunan signifikan pada sektor perdagangan internasional. Pada November 2024, nilai ekspor Batam tercatat sebesar US$ 1.394,75 juta, turun 9,52 persen dibandingkan Oktober 2024. Penurunan ini dipicu sektor migas yang turun 6,79 persen (US$ 75,27 juta) dan sektor nonmigas yang turun 9,67 persen (US$ 1.319,48 juta).
Mesin dan peralatan listrik (HS 85) menjadi komoditas ekspor terbesar di kategori nonmigas dengan nilai US$ 587,06 juta atau 45,86 persen dari total ekspor Batam selama Januari-November 2024.
Di sisi impor, Batam mengalami penurunan sebesar 1,75 persen pada November 2024, dengan nilai total US$ 1.308,95 juta. Impor nonmigas tetap mendominasi dengan nilai mencapai US$ 1.300,11 juta. Mesin dan peralatan listrik menjadi komoditas impor terbesar dengan nilai US$ 570,86 juta.
Pelabuhan Batuampar masih menjadi pusat aktivitas perdagangan Batam, menyumbang lebih dari 60 persen total ekspor dan impor. Pada November 2024, nilai ekspor melalui pelabuhan ini mencapai US$ 861,72 juta, sementara nilai impor tercatat US$ 972,42 juta.
Amerika Serikat menjadi tujuan ekspor terbesar Batam pada November 2024 dengan nilai US$ 370,36 juta atau 26,55 persen dari total ekspor bulan itu.
Di sisi lain, Tiongkok menjadi negara asal impor terbesar dengan nilai US$ 462,80 juta, meningkat 63,96 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Ketua Apindo Batam, Rafki Rasyid, menilai bahwa meskipun sektor ekspor-impor secara kumulatif tidak menghadapi masalah besar, Batam perlu bersiap menghadapi gejolak global agar kinerja ekspor tidak hanya tumbuh kumulatif tetapi juga bulanan.
Menurut Rafki, diperlukan kebijakan menarik bagi investor agar Batam tetap kompetitif. “Pajak perusahaan di Batam masih kurang kompetitif dibandingkan negara tetangga seperti Johor. Pengurangan pajak dan penyederhanaan perizinan sangat penting,” ujarnya.
Ia juga melihat potensi peningkatan ekspor ke Eropa jika perang dagang Uni Eropa dan China semakin meluas, terutama di sektor elektronik.
Namun, Rafki menyoroti kendala seperti perizinan yang berbelit dan tingginya biaya logistik. “Tarif logistik harus ditekan agar lebih kompetitif,” katanya.
Rafki juga menekankan pentingnya regulasi yang konsisten, termasuk formula pengupahan. Menurutnya, perubahan aturan yang kerap terjadi membuat pengusaha kesulitan menyusun rencana jangka panjang.
“Sistem lama yang mendasarkan kenaikan upah pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi memberikan kepastian hukum. Sekarang banyak pengusaha gamang,” katanya.
Ketua Apindo Kepri, Stanly Rocky, juga mengkritik dampak buruk dari kebijakan tidak konsisten terhadap iklim investasi. Ia menyebut, perubahan mendadak dalam regulasi, seperti penetapan upah minimum, menciptakan preseden buruk bagi investor.
“Batam harus memberikan kepastian hukum untuk menarik investasi. Konsistensi adalah kunci,” tegasnya.
Meski menghadapi tantangan global dan kebijakan dalam negeri yang tidak stabil, Stanly masih optimistis ekonomi Kepri pada 2025 dapat tumbuh lebih baik, didukung realisasi investasi besar. Namun, ia menegaskan, pertumbuhan ini bergantung pada konsistensi kebijakan pemerintah.
“Jika pemerintah serius menjaga iklim investasi, Batam dapat terus menjadi kawasan strategis di perdagangan internasional,” tutupnya. (***)
Reporter : Arjuna
Editor : MUHAMMAD NUR