Buka konten ini
Jalan kehidupan setiap orang tak selalu sama. Ada yang mulus. Ada yang berliku harus jatuh bangun terlebih dahulu, baru meraih kesuksesan. Adapula yang harus menerima stigma negatif sebagai mantan narapidana teroris, kini perlahan bangkit melanjutkan kehidupannya seperti masyarakat biasa pada umumnya.
SUARANYA pelan tapi tegas saat berbicara di depan sejumlah awak media. Dulu namanya disebut sebagai perakit bom dalam tragedi Bom Bali 1. Kini, Umar Patek tampil dengan identitas baru: peramu kopi yang berharap bisa menyeduh damai, bukan lagi luka. Di hadapan publik, ia meluncurkan merek kopi racikannya, Ramu Kopi, di Hedon Estate Surabaya, Selasa (3/6).
“Dulu saya dikenal karena hal yang menyakitkan dunia. Sekarang saya ingin dikenal karena meramu rasa dan menyeduh damai,” ucap pria yang lahir dengan nama Hisyam tersebut.
Nama Ramu bukan tanpa makna. Itu adalah kebalikan dari nama “Umar”, simbol dari niatnya untuk memutar balik hidup—meninggalkan masa lalu kelam dan memulai jalan baru yang lebih baik. Lewat racikan kopinya, ia ingin menyampaikan pesan: perubahan itu mungkin.
Awal Perjalanan: Dari Penjara ke Secangkir Kopi
Setelah bebas dari Lapas Porong pada 7 Desember 2022, Pria kelahiran Pemalang, Jateng, 59 tahun ini tak serta-merta kembali ke tengah masyarakat. Ia mengaku masih mencari bentuk kontribusi baru yang bermakna. Titik baliknya terjadi saat drg. David Andreasmito, pemilik Hedon Estate, datang berkunjung ke rumahnya.
“Beliau sempat menawarkan uang, saya tolak. Saya bukan butuh uang, saya butuh kerja,” kenang Umar.
Segalanya berubah saat David mencicipi kopi buatan Umar. Dari situ, lahirlah ide untuk merintis usaha kopi. “Kamu jual kopi ini ke kafe saya. Karena kafe saya punya pelanggan. Umar dulu meramu bom, sekarang meramu kopi,” ujar David.
Dengan bantuan rekan-rekan David yang ahli di bidang kopi, Umar mulai bereksperimen. Hasilnya adalah beberapa varian kopi yang kini menjadi andalan Ramu Kopi, seperti Signature Blend, Arabika Ijen, Robusta, dan kopi berbumbu rempah khas Bondowoso.
Dukungan untuk Jalan Baru
Peluncuran Ramu Kopi bukan sekadar promosi bisnis. Ia menjadi simbol rekonsiliasi, diterima secara terbuka oleh tokoh-tokoh yang dulu berada di sisi yang berseberangan dengannya.
Salah satunya adalah Komjen Pol Marthinus Hukom, mantan pimpinan Densus 88 yang kini menjabat Kepala BNN. Ia mengenang masa ketika nama Umar Patek masuk daftar buron dalam kasus Bom Bali 1.
“Saya dulu mencari dia, sekarang saya menyaksikan dia memilih jalan baru. Prinsipnya, kita selesai bermusuhan hanya setelah meletakkan senjata. Hari ini, kita sama-sama meletakkan senjata karena kita satu bangsa,” ujar Marthinus.
Dukungan juga datang dari Ali Fauzi, Ketua Yayasan Lingkar Perdamaian sekaligus adik kandung Amrozi. Ia menegaskan bahwa eks napiter tetap punya harapan, selama mereka bersungguh-sungguh ingin berubah.
“Tidak ada orang baik yang tidak punya masa lalu, dan tidak ada orang jahat yang tidak punya masa depan,” tegasnya.
Yang paling menyentuh adalah kehadiran Chusnul Chotimah, penyintas Bom Bali 1. Ia datang bukan untuk mengungkit masa lalu, melainkan untuk memberi dukungan langsung.
“Saya sudah coba kopinya, enak. Dan saya mendukung jika ini bisa jadi cara Umar memberi manfaat ke masyarakat,” ujar Chusnul.
Ia menjadi simbol penting dalam peluncuran ini: bahwa maaf bisa diberikan, dan bahwa harapan bisa tumbuh bahkan dari tanah yang paling tandus.
Ramu Kopi adalah lebih dari sekadar racikan biji dan air panas. Ia adalah simbol perubahan. Dari rasa pahit yang dulu menghancurkan, kini Umar berharap bisa menyembuhkan—bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat yang pernah tersakiti.
“Saya ingin dikenal bukan karena masa lalu saya, tapi karena apa yang saya pilih hari ini. Saya ingin kopi ini menyatukan orang, jadi jalan silaturahmi, dan jadi bukti bahwa setiap orang bisa berubah,” tuturnya. (***)
Reporter: Julia Chrity
Editor: Alfian Lumban Gaol