Buka konten ini
YAMAN (BP) – Israel kembali menunjukkan respons militernya. Rabu (28/5), pesawat-pesawat tempur Negeri Zionis meluncurkan serangan udara ke Bandara Internasional Sanaa, Yaman. Serangan ini menyasar fasilitas utama bandara yang baru saja kembali beroperasi setelah perbaikan darurat.
Serangan tersebut merupakan balasan atas peluncuran dua rudal balistik oleh kelompok Houthi yang mengarah ke wilayah Israel sehari sebelumnya. Sistem pertahanan udara Israel berhasil mencegat rudal-rudal itu di udara.
Mengutip laporan Al Masirah TV, media yang berafiliasi dengan kelompok Houthi, terdapat empat kali serangan yang menghantam landasan pacu bandara serta sebuah pesawat sipil milik Yemenia Airways. Pesawat tersebut adalah satu-satunya armada sipil yang tersisa dan masih beroperasi dari bandara itu.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyebut serangan tersebut sebagai tindakan tegas terhadap apa yang mereka sebut sebagai “sasaran teroris”. Ia memperingatkan bahwa siapa pun yang menyerang Israel akan menerima balasan setimpal.
“Siapa pun yang menembaki Negara Israel akan membayar harga yang mahal,” ujar Katz dalam pernyataannya.
Senada, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyebut Iran sebagai dalang utama di balik agresi kelompok Houthi. Menurutnya, Houthi hanya merupakan ”gejala”, sementara kekuatan utamanya adalah Teheran.
Bandara Sanaa baru sepekan beroperasi kembali setelah sebelumnya rusak berat akibat konflik. Bandara ini juga digunakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai jalur misi kemanusiaan.
Ketegangan antara Israel dan kelompok Houthi meningkat tajam sejak pecahnya perang Israel-Hamas di Gaza, Oktober 2023 lalu. Houthi yang menguasai wilayah utara Yaman kerap menembakkan rudal ke arah Israel sebagai bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina.
Pekan lalu, Houthi bahkan mengancam akan memblokade Pelabuhan Haifa di utara Israel sebagai respons atas meningkatnya serangan Israel ke Jalur Gaza. Sebelumnya, kelompok ini juga telah meluncurkan serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah, yang memicu respons militer dari Amerika Serikat dan Inggris.
Pada awal Mei 2025, Houthi dan Amerika Serikat telah menyepakati gencatan senjata sementara. Namun, perkembangan terbaru ini menunjukkan bahwa perdamaian di kawasan masih jauh dari kata stabil. (***)
Reporter : JP GROUP
Editor : GALIH ADI SAPUTRO