Buka konten ini
Presiden Direktur PSBS Biak, Eveline Sanita Injaya, mengumumkan dirinya akan mengundurkan diri dari jabatannya setelah berakhirnya kompetisi Liga 1 Indonesia musim 2024/2025. Keputusan ini muncul di tengah konflik internal yang semakin kompleks dalam struktur manajemen klub asal Papua tersebut.
Eveline menyebut, meskipun tim sempat terpuruk pada awal paruh kedua musim, PSBS berhasil bangkit dan kini menduduki peringkat ketujuh klasemen sementara. “Ini pencapaian luar biasa bagi seluruh elemen tim. Saya bangga pada kerja keras semua pihak, baik pemain, pelatih, hingga ofisial,” ujarnya dalam pernyataan resmi yang diterima media.
Namun, di balik performa apik di lapangan, Eveline menyoroti adanya dualisme kepemimpinan di tubuh klub yang membuat ruang geraknya sebagai pemimpin terbatas. Ia menggambarkan situasi seperti “dua manajemen dalam satu klub,” yang menyulitkannya dalam mengambil keputusan penting.
Sejak bergabung di pertengahan musim, Eveline mencatatkan kontribusi signifikan. Di bawah kepemimpinannya, PSBS mencatat lima kemenangan, tujuh hasil imbang, dan hanya tiga kekalahan. Namun, konflik internal tak kunjung mereda, terutama karena intervensi pemilik saham mayoritas yang bahkan sempat menunda pencairan dana operasional selama tiga bulan. Akibatnya, klub mengalami keterlambatan dalam membayar gaji pemain serta kewajiban kepada vendor.
Para pemain pun menyampaikan langsung keluhannya kepada Eveline. Situasi keuangan baru membaik menjelang dua laga terakhir musim ini, yakni melawan Arema FC dan Dewa United.
Upaya menyelesaikan konflik melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dijadwalkan pada 14 Mei 2025 di Biak juga gagal terlaksana. Salah satu pemegang saham minoritas membatalkan rapat secara sepihak hanya dua hari sebelum pelaksanaan.
“Ketidakpastian seperti ini membuat saya merasa tidak nyaman. Tapi, sebagai bentuk tanggung jawab, saya tetap akan mendampingi tim hingga kompetisi selesai,” kata Eveline.
Terlepas dari berbagai persoalan tersebut, ia tetap mengapresiasi sikap profesional pemain dan staf pelatih yang terus fokus menjalankan tugas. “Saya bangga melihat para pemain tetap menunjukkan dedikasi tinggi di tengah situasi sulit. Mari kita berjuang bersama hingga akhir musim,” pungkasnya.
Situasi yang dialami PSBS Biak mencerminkan tantangan umum yang masih sering terjadi di klub-klub sepak bola Indonesia, terutama terkait tata kelola manajemen dan pendanaan. Dualisme kepemimpinan serta tidak lancarnya dukungan dana operasional kerap menjadi pemicu konflik internal yang berdampak langsung pada performa tim dan kesejahteraan pemain. Hal ini menunjukkan pentingnya profesionalisme, transparansi, dan struktur organisasi yang solid dalam mengelola klub di era modern.
Selain itu, Eveline Sanita termasuk salah satu dari sedikit perempuan yang memegang jabatan tinggi di lingkungan klub sepak bola Indonesia, menjadikannya sosok penting dalam upaya mendorong inklusivitas gender dalam industri olahraga nasional. Keputusan mundurnya patut menjadi refleksi bagi pemilik saham dan pengelola klub untuk memperbaiki sistem internal agar potensi klub seperti PSBS Biak dapat berkembang lebih maksimal di masa depan. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : ANDRIANI SUSILAWATI