Buka konten ini

Sosok Presiden ketiga RI Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie tidak hanya sekadar seorang teknokrat dan pernah memimpin bangsa ini, tetapi figur yang meletakkan fondasi positif untuk demokrasi.
Sastrawan Goenawan Mohamad bercerita tentang pengalaman pribadinya ketika berinterkasi Habibie semasa hidup. Kala itu mengundang Habibie ke sebuah acara. Kala itu mantan Menristek era Orde Baru itu berbicara panjang lebar. Ketika bertemu dengan GM-begitu Goenawan Mohamad disapanya, Habibie secara mengejutkan tiba-tiba minta maaf.
”Ini agak mengharukan bertemu beliau. Waktu ketemu, tidak disangka-sangka tiba-tiba minta maaf. Saya mohon maaf kalau bicara terlalu panjang karena saya kesepian. Terharu saya,” cerita Goenawan Mohamad dalam acara diskusi buku berjudul BJ Habibie di Tengah Arus Transformasi Politik di kantor Freedom Institute di bilangan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (6/2).
Momen berkesan lain yang menarik dari sosok Habibie bagi Goenawan Mohamad, Habibie orang yang sangat tahu dan sadar batasan.
Meski Habibie sebagai orang nomor satu di Indonesia memiliki kekuasaan untuk membangun kekuatan melanggengkan kekuasaannya, tetapi Habibie justru meletakkan fondasi yang positif untuk tegaknya demokrasi di Indonesia. Termasuk hadirnya kebebasan pers yang dijunjung tinggi oleh Habibie saat menjadi Presiden.
”Prestasi Pak Habibie yang tidak bisa dilupakan adalah kebebasan pers,” tegas GM.
Selain itu, Habibie juga termasuk orang yang menganggap dirinya biasa saja sekalipun pernah menjadi Presiden.
Ketika menggelar Frankfurt Book Fair 2015, GM menghadirkan Habibie dan SBY untuk menunjukkan pada dunia bahwa ada Presiden Indonesia yang menulis buku. Secara mengejutkan, Habibie ternyata datang sendiri tanpa harus dibuat ribet dengan sistem pengawalan.
”Di situ kelihatan Pak Habibie hubungannya dengan kekuasaan berbeda. Barangkali karena beliau dari sipil. Kalau Pak SBY (ada pengawalnya), mungkin karena dari TNI (terbiasa dengan pengawalan),” katanya. (*)
Karya : JP GROUP
Editor : MUHAMMAD NUR