Tinggi Tegap. Wajah berkarisma tapi tetap menunjukkan keramahan dengan senyumnya saat menyapa. Kisah hidupnya menjadi hotelier yang dipercaya memimpin salah satu cabang grup hotel internasional terbesar di dunia tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Manoj Rawat, dari Lembah Dehradun di India kini sukses menjadi general manager di Batam Marriott Harbour Bay Hotel.
“Apa kabar?” Ujarnya ramah. Mengenakan kemeja motif batik berlengan panjang, sambil menenteng ponselnya, Manoj Rawat mempersilakan Batam Pos duduk di salah satu lounge hotel yang ia pimpin di Batam. Marriott Harbour Bay Hotel.
Pria berusia 46 tahun ini, sesuai jabatannya, memiliki jadwal kerja yang supersibuk. Memimpin rapat hampir setiap hari, membuat rencana kerja perusahaan untuk meningkatkan penjualan dan performa hotel, merangkul seluruh karyawan dari semua divisi, hingga bagaimana menjaga nama baik hotel sebagai salah satu hotel pilihan turis dan pendatang di kota ini ia lakukan.
“Batam berbeda dengan Bali. Sangat jauh berbeda. Bali fokus di wisata tapi Batam itu unik yang memfokuskan diri di industri, MICE, selain wisata. Jadi saya harus memikirkan dan merealisasikan bagaimana Batam Marriott Hotel di Harbour Bay ini menjadi hotel pilihan bagi para tamu, baik yang leisure atau bagi mereka yang long-stay,” ujar Manoj.
Saat ini, tingkat hunian di hotel yang ia pimpin, sekitar 18-20 persen tamu adalah berstatus long-stay. “Di sini, tamu kami hargai sebagai bagian dari keluarga Marriott,” ujarnya.
Manoj lahir di Dehradun. Sebuah kota kecil di India. Meski pun kini ia sudah berkewarganegaraan Australia, tapi ia sa-ngat mencintai tanah kelahirannya. Ini terlihat dari bagaimana ia memuji dan menggambarkan tanah kelahirannya itu sebagai kota kecil indah yang dikelilingi pegunungan dan dikenal sebagai pusat pendidikan serta spiritualitas.
Dehradun memiliki pemandangan alam dengan Sungai Gangga yang mengalir di sekitarnya dan daerah pegunungan yang hanya berjarak sekitar 15 kilometer, dimana salju turun dengan lembut saat musim dingin. Dehradun juga dikenal sebagai tanah para biksu dan yogi, yang datang ke sana untuk mencari pencerahan spiritual.
Namun, seiring waktu, Dehradun mengalami perubahan modernisasi yang pesat dan menjadi salah satu tujuan wisata komersial di India. “Bagi mereka yang baru pertama kali datang, akan melihat Dehradun sebagai kota kecil yang indah. Tapi bagi kami yang lahir dan besar di sana, perubahan itu terasa begitu nyata,” ujar Manoj.
Lantas, bagaimana perjalanan dari pria yang hobi lari dan golf ini masuk ke industri perhotelan? “Bukanlah sesuatu yang direncanakan dari awal,” ujarnya tertawa.
Dia mengenang, lulus sekolah menengah, ia awalnya melanjutkan studi di bidang IPA. Dia seorang murid yang pintar Matematika. Jadi, Sains pilihan awalnya. Namun di perjalanan, seorang teman lama datang berkunjung tanpa pemberitahuan. Menu-rut Manoj, ini yang biasa terjadi di masa ketika telepon genggam belum umum digunakan. Pertemuan yang awalnya hanya obrolan santai itu berubah menjadi titik balik dalam hidupnya.
Temannya saat itu, sedang bersiap mengikuti ujian masuk sekolah perhotelan. “Apa itu sekolah perhotelan?” tanyanya dengan penasaran.
“Kamu tahu? Tak ada satu pun anggota keluargaku yang bekerja di hotel. Namun, teman berhasil meyakinkan bahwa perhotelan adalah dunia yang menarik, penuh dengan pe-ngalaman baru, dan menjanjikan karier yang baik. Saya tertarik. Saya menemaninya. Saya ikut. Dan kamu tahu? Saya lulus tapi temanku itu tidak. Begitulah takdir,” ujarnya terkenang.
Dia akhirnya diterima di salah satu sekolah perhotelan nasional terkemuka di India. Kalau awalnya, dunia perhotelan bukanlah impian yang ingin ia kejar. Namun, begitu masuk ke sana, ia mulai menemukan gairah baru, yakni memasak.
“Saya tumbuh dengan melihat kedua orangtua saya bekerja, jadi terkadang saya harus memasak sendiri di rumah. Banyak makanan yang saya coba buat, meskipun lebih sering berakhir berantakan,” kenangnya sambil tertawa.
Ketika mulai belajar memasak secara profesional, ia justru semakin tertarik. Kecepatan dan keterampilannya dalam memotong serta menyiapkan bahan makanan membuatnya diperhitungkan oleh teman-temannya. Dalam berbagai acara kampus, seperti perjamuan kelulusan atau penyambutan mahasiswa baru, ia selalu dipilih sebagai bagian dari tim dapur.
Ia bahkan mengembangkan keahliannya dalam seni ukir es dan sayuran. Sebuah keterampilan yang sangat dihargai di dunia perhotelan pada saat itu. “Saya bisa me-ngubah balok es menjadi bentuk ikan atau kuda, dan mengubah labu menjadi bunga yang indah,” katanya.
Memulai karier di industri perhotelan tidak pernah mudah, terutama bagi mereka yang belum memiliki pengalaman. Seorang chef berbakat yang kini menjadi General Manager di Batam Marriott hotel ini pernah mengalami masa sulit di awal kariernya. Ia harus mencari pekerjaan selama hampir empat bulan sebelum akhirnya mendapatkan kesempatan pertamanya di industri ini. Dia benar-benar mulai dari bawah.
“Dulu, mencari pekerjaan sangat sulit. Saya melamar ke banyak hotel besar seperti Taj, Radisson, dan lainnya di Delhi, tetapi selalu ditolak karena kurang pengalaman,” kenangnya.
Ia sering kali mendatangi hotel-hotel dan meminta kesempatan untuk membuktikan kemampuannya. “Bagaimana saya bisa punya pengalaman jika tidak diberi kesempatan bekerja?” tambahnya.
Kesempatan pertama datang ketika sebuah hotel menawarinya pekerjaan sebagai pelayan kamar. 1999 lalu. “Itu pekerjaan pertama saya, menjadi room service waiter. Tidak banyak yang tahu tentang ini. Anda yang pertama mengetahuinya,” katanya. Meskipun hanya bekerja selama dua bulan, ia tidak menyerah dan terus mencari peluang untuk menjadi chef.
Kesabaran dan kerja kerasnya membuahkan hasil ketika ia diterima sebagai trainee cook di Grand Hyatt Hotel. Di sanalah perjalanan kariernya sebagai chef benar-benar dimulai. “Saya bekerja di Grand Hyatt selama lima tahun dan dengan cepat naik jabatan menjadi Chef de Cuisine pada usia 24 tahun. Saya adalah salah satu yang termuda saat itu,” katanya bangga.
Meskipun sudah menjadi Chef de Cuisine, ia merasa belum cukup puas. Setelah beberapa tahun bekerja di restoran Prancis dan Italia, ia memutuskan untuk pindah ke sebuah hotel butik mewah di New Delhi yang sering menjadi tempat menginap tokoh penting dunia, termasuk Presiden AS saat itu, George W. Bush.
“Hotel itu sangat eksklusif dan sulit dimasuki. Tapi saya berhasil mendapatkan pekerjaan di sana, meskipun harus turun jabatan untuk masuk ke tim,” ujarnya. Setelah dua tahun, ia pindah ke Starwood Hotels dan akhirnya berkesempatan membuka restoran pertamanya di India pada 2006 lalu.
Perjalanannya di dunia perhotelan terus berkembang, membawanya ke berbagai kota dan negara, hingga akhirnya ia tiba di Indonesia. Sebelum bertugas di Batam, ia sempat bekerja di Bali. Bahkan keluarganya pun bermukim di sana.
Sudah empat bulan ini Manoj memimpin sebagai General Manager Batam Marriott Harbour Bay. Ini tantangan baru baginya. “Tugas saya menjaga standar global Marriott sambil memenuhi kebutuhan spesifik tamu di Batam. Marriott memiliki tagline Wonderful Hospitality yang menjadi inti dari semua yang kami lakukan di sini,” ungkapnya.
Menurutnya, Batam memiliki segmen pasar yang unik, mulai dari tamu korporat yang mengutamakan efisiensi hingga tamu long-stay yang mencari kenyamanan layaknya di rumah. “Sekitar 18–20 persen tamu kami adalah tamu long-stay. Mereka mencari kenyamanan dan hubungan sosial dengan staf hotel. Kami menjawabnya dengan menghadirkan seluruh fasilitas yang mereka butuhkan di hotel ini,” katanya.
Selain itu, Batam juga menarik wisatawan yang mencari pengalaman santai dengan spa, makanan laut, dan lapangan golf berkualitas. “Kami harus menyesuaikan layanan kami untuk memenuhi harapan mereka,” tambahnya. (***)
Reporter: CHAHAYA SIMANJUNTAK
Editor : RYAN AGUNG