Buka konten ini

SEKUPANG (BP) – Kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kota Batam menunjukkan tren naik-turun dalam tiga tahun terakhir. Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Batam mencatat, sepanjang 2023 ada 392 kasus. Angka itu melonjak tajam pada 2024 menjadi 871 kasus. Sementara hingga awal Oktober 2025, jumlahnya sudah mencapai 525 kasus.
Kepala Dinkes Batam, Didi Kusmarjadi, mengatakan dinamika kasus DBD sangat dipengaruhi kondisi cuaca, terutama saat musim hujan. Kelembapan tinggi dan banyaknya genangan air membuat nyamuk Aedes aegypti mudah berkembang biak.
“Tren DBD ini selalu berkaitan dengan pola cuaca. Saat curah hujan meningkat, populasi nyamuk juga naik karena muncul banyak tempat baru untuk berkembang biak,” ujar Didi, Kamis (16/10).
Menurut Didi, angka insidensi (IR) DBD di Batam pada 2025 mencapai 39,12 per 100 ribu penduduk, turun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 68,21 per 100 ribu penduduk. Meski begitu, penurunan ini tak boleh membuat masyarakat lengah.
“Kita memang melihat ada penurunan dibanding tahun lalu, tapi musim hujan baru saja dimulai. Justru pada periode seperti ini kita harus lebih waspada,” tegasnya.
Untuk menekan potensi lonjakan kasus, Dinkes Batam terus menggencarkan Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J).
Program ini melibatkan masyarakat dalam pemantauan jentik nyamuk di rumah masing-masing. Langkah tersebut dinilai efektif karena pencegahan dimulai dari lingkungan terkecil, yaitu rumah tangga.
Selain itu, Dinkes juga berkoordinasi dengan puskesmas untuk melakukan sosialisasi dan fogging di wilayah yang dianggap rawan. Namun, Didi menegaskan, fogging bukan solusi utama karena hanya membunuh nyamuk dewasa.
“Yang lebih penting adalah memutus siklus perkembangbiakan nyamuk dengan langkah 3M Plus, yakni menguras, menutup, dan mengubur tempat yang berpotensi menjadi sarang nyamuk, serta mencegah gigitan,” jelasnya.
Didi juga mengimbau masyarakat segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan bila mengalami gejala seperti demam tinggi mendadak, nyeri sendi, mual, atau muncul bintik merah di kulit. Penanganan dini dapat mencegah komplikasi serius.
“Kami berharap kesadaran masyarakat semakin tinggi. DBD bisa dicegah jika setiap orang peduli terhadap kebersihan lingkungan. Jangan menunggu sampai kasus meningkat baru bertindak,” pungkas Didi. (*)
Reporter : Rengga Yuliandra
Editor : RATNA IRTATIK