Buka konten ini

PRESIDEN Prancis, Emmanuel Macron, menolak desakan untuk mundur di tengah kekacauan politik terburuk di Negeri Anggur sejak 1958.
Krisis dipicu sejak pemilu pada Juli 2024 karena tidak adanya mayoritas mutlak di parlemen sehingga sulit membentuk pemerintahan yang stabil.
Parlemen Prancis terbagi tiga blok besar. Antara lain tengah (pendukung Macron), sayap kiri (New Popular Front/NFP), dan sayap kanan jauh (Rassemblement National/RN).
Dampaknya, parlemen sering menolak kabinet dan memaksa Macron mengganti tujuh perdana menteri (PM) dalam lima tahun terakhir.
”Banyak pihak yang memicu perpecahan dan spekulasi karena mereka tidak mampu bertindak sesuai kebutuhan zaman,” kata Macron yang menuding partai-partai oposisi sebagai pemicu kekacauan politik di negaranya seperti dilansir dari The Guardian. Dia pun tetap mengikuti KTT Gaza di Mesir meski negaranya sedang panas.
Bertahan hingga 2027
Macron menegaskan, dirinya akan tetap fokus melayani rakyat hingga akhir masa jabatannya pada 2027.
“Mandat yang diberikan rakyat Prancis adalah untuk melayani dan menjaga kemandirian Prancis. Itulah yang terpenting. Sisanya urusan pemerintahan,” tuturnya.
Kabinet Baru
Kekacauan politik turut mendestabilisasi pemerintahan PM Sebastien Lecornu. Lecornu baru saja ditunjuk kembali oleh Macron pada Jumat (10/10) malam waktu setempat. Pemerintahan sebelumnya hanya bertahan 14 jam sebelum akhirnya jatuh akibat kritik keras.
Minimnya wajah baru di kabinet menjadi kritik yang dilontarkan waktu itu.
Dalam kabinet barunya yang diumumkan pada Minggu (12/10), Lecornu menggabungkan tokoh-tokoh lama dari kelompok sentris Macron dengan sejumlah pejabat sipil dan tokoh masyarakat.
Mantan kepala perusahaan kereta api nasional, Jean-Pierre Farandou, misalnya, kini menjabat menteri tenaga kerja. Sementara Laurent Nunez, mantan kepala polisi Paris yang pernah menangani demonstrasi yellow vests pada 2018–2019, diangkat sebagai menteri dalam negeri.
Rancangan Anggaran
Pemerintah baru dijadwalkan mempresentasikan rancangan anggaran kemarin (14/10). Anggaran ini disebut akan mencakup pemangkasan belanja publik. Menteri Perdagangan Eksternal Nicolas Forissier memperingatkan terkait anggaran ini.
”Kita harus memberikan negara ini anggaran, kalau tidak, kita menuju bencana,” katanya. (***)
Reporter : JP GROUP
Editor : GALIH ADI SAPUTRO