Buka konten ini

BATAM (BP) – Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Batam memastikan pembahasan Upah Minimum Kota (UMK) tahun 2026 baru akan dimulai bulan ini. Pelaksana tugas Kepala Disnaker Batam, Nurul Iswahyuni, mengatakan, pihaknya telah menjadwalkan pertemuan dengan Badan Pusat Statistik (BPS), perwakilan pengusaha, dan serikat pekerja dalam forum Dewan Pengupahan Kota (DPK) Batam. Pertemuan tersebut akan membahas data dan formula dasar penghitungan UMK tahun depan.
“Bulan ini kita rencanakan ada pembahasan bersama BPS, anggota Dewan Pengupahan Kota, dan semuanya,” kata Nurul, Minggu (5/10).
Menurut Nurul, pembahasan akan difokuskan pada sinkronisasi data makro ekonomi seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang menjadi dasar formula penghitungan upah minimum.
“Semua pihak akan kita undang,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua PC SPL FSPMI Kota Batam, Suprapto, mengungkapkan pihaknya belum menerima kabar resmi mengenai jadwal pembahasan UMK Batam 2026. Ia menyebut serikat pekerja tengah menyiapkan aksi unjuk rasa sebagai bentuk desakan agar pemerintah segera membuka ruang dialog.
“Belum ada kabar pembahasan. Kemungkinan Selasa nanti akan ada aksi,” ujarnya.
Serikat pekerja mendesak kenaikan UMK Batam 2026 di kisaran 8,5 hingga 10 persen, dengan alasan meningkatnya harga kebutuhan pokok, sewa rumah, dan biaya transportasi. “Kalau UMK tidak disesuaikan, daya beli buruh pasti menurun,” ujar Suprapto.
Ia berharap pemerintah daerah mempertimbangkan aspek keadilan dan kesejahteraan pekerja dalam merumuskan UMK, meski formula perhitungan telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan. “Batam ini kota industri. Kalau kesejahteraan pekerja menurun, dampaknya juga ke produktivitas dan iklim investasi,” ujarnya.
Sebagai informasi, UMK Batam 2025 ditetapkan sebesar Rp4.989.600. Jika tuntutan buruh dikabulkan, maka UMK tahun 2026 akan berada di kisaran Rp5,41 juta hingga Rp5,48 juta.
Dari sisi pengusaha, Ketua Apindo Kota Batam Rafky Rasid menilai permintaan kenaikan upah merupakan hal wajar, namun penetapannya harus mengikuti mekanisme yang berlaku sesuai PP 51/2023.
“Namanya permintaan itu sah-sah saja. Tapi penetapan upah minimum punya mekanisme dan formula resmi yang mengacu pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Rafky memperkirakan kenaikan UMK 2026 tidak akan terlalu besar, mengingat tingkat inflasi di Batam tahun ini relatif rendah. “Kalau inflasi rendah, maka kenaikan biaya hidup juga rendah. Jadi wajar kalau kenaikan upah minimum nantinya tidak terlalu tinggi,” ucapnya.
Ia menambahkan, kondisi ekonomi global yang belum stabil membuat banyak sektor industri masih berupaya pulih pascapandemi. “Kalau kenaikan upah terlalu tinggi, perusahaan bisa menekan biaya dengan mengurangi tenaga kerja,” ujarnya.
Rafky juga mengingatkan agar pemerintah konsisten menerapkan formula upah yang sudah diatur. “Kalau aturan sering diabaikan, investor bisa kehilangan kepercayaan terhadap kepastian hukum di Indonesia,” katanya.
Menurutnya, keputusan penetapan UMK harus berbasis data dan mempertimbangkan keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan kemampuan dunia usaha. “Upah memang harus naik, tapi kenaikannya juga harus rasional,” ujarnya. (*)
Reporter : RENGGA YULIANDRA
Editor : FISKA JUANDA