Senin, 14 Juli 2025

Silakan berlangganan untuk bisa membaca keseluruhan berita di Harian Batam Pos.

Baca Juga

Cegah Osteoporosis Sebelum Tulang Patah

Dokter Spesialis Ortopedi dan Traumatologi di Rumah Sakit Awal Bros Batam, dr. Muhammad. Rangga Akbari Siregar, M.Ked (Surg) Sp.OT

Mayoritas pasien osteoporosis yang datang berobat ke Dokter Spesialis Ortopedi dan Traumatologi sudah dalam kondisi patah tulang. Padahal, osteoporosis dikenal sebagai silent disease, yaitu penyakit yang berkembang secara diam-diam tanpa gejala jelas di awal. Oleh karena itu, langkah terbaik adalah mencegahnya sejak dini.

Dokter Spesialis Ortopedi dan Traumatologi RS Awal Bros Batam, dr. Muhammad Rangga Akbari Siregar, M.Ked (Surg), Sp.OT, menjelaskan bahwa osteoporosis adalah sebuah penyakit pada tulang dengan sifat khasnya yaitu menurunnya kepadatan massa tulang dan kualitas jaringan tulang sehingga tulang rapuh dan meningkatkan risiko terjadinya tulang patah.

“Pembentukan tulang baru berkurang, sementara penyerapan tulang lebih banyak. Akibatnya terjadi ketidakseimbangan yang membuat tulang keropos,” ujar dokter Rangga.
Menurut dr. Rangga, osteoporosis dibagi menjadi dua jenis. Pertama, tipe 1, yang umumnya terjadi pada wanita setelah menopause di atas usia 50 tahun akibat penurunan hormon estrogen. Kedua, tipe 2, yang disebabkan oleh pengaruh obat-obatan jangka panjang atau ada penyakit tertentu seperti autoimun.

Ilustrasi osteoporosis pada laki-laki terjadi karena kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, serta gaya hidup yang kurang sehat. f. unesa.ac.id

Ia menegaskan pentingnya membedakan osteoporosis dan osteoartritis. Banyak pasien keliru menganggap lutut nyeri dan harus salat di kursi sebagai gejala osteoporosis, padahal itu bisa jadi osteoartritis—radang sendi, bukan pengeroposan tulang.

“Osteoporosis biasanya tidak menimbulkan gejala sampai terjadi patah tulang. Misalnya tulang belakang patah, penderitanya akan tampak lebih pendek dan membungkuk. Sayangnya, kebanyakan pasien baru sadar setelah terjadi patah tulang,” jelasnya.

Deteksi dini perlu dilakukan untuk mencegah osteoporosis. Perempuan yang telah memasuki masa menopause disarankan melakukan tes kepadatan tulang atau Bone Mineral Density (BMD). Tes ini bertujuan mengetahui apakah kondisi tulang masih normal, menuju osteopenia (pra-osteoporosis), atau sudah mengalami osteoporosis.

Ilustrasi perbandingan tulang normal dan tulang osteopororis. F. Rsi.co.id

“Pencegahan yang paling penting adalah memastikan kecukupan asupan kalsium dan vitamin D sejak usia muda,” ujarnya.
Rata-rata asupan kalsium masyarakat Indonesia masih di bawah 400 mg per hari. Padahal, kebutuhan harian ideal mencapai 1.000 mg. “Sumber kalsium bisa diperoleh dari susu, yogurt, ikan, dan sayuran hijau seperti brokoli,” tambahnya.

Khusus bagi orang yang tidak bisa minum susu karena alergi susu, terutama susu sapi. Meski meminum susu itu penting, dr. Rangga menekankan bahwa pola makan seimbang, olahraga teratur, serta menghindari rokok dan alkohol jauh lebih penting.

Vitamin D sangat penting untuk membantu penyerapan kalsium. Vitamin D bisa didapat dari sinar matahari pagi, makanan, suplemen, dan gaya hidup aktif atau rutin berolahraga.
Namun dr. Rangga mengingatkan agar konsumsi suplemen tidak sembarangan. Sebaiknya, kadar kalsium dan vitamin D diperiksa lebih dulu untuk menghindari efek samping.

Obat-obatan seperti kortikosteroid yang dikonsumsi jangka panjang juga bisa menyebabkan osteoporosis. “Steroid membuat penyerapan tulang jadi lebih banyak, sehingga menurunkan kepadatan tulang,” katanya.
Selain itu, riwayat genetik dan penyakit autoimun dapat memengaruhi kualitas tulang sejak lahir.

Osteoporosis lebih sering dialami lansia, terutama perempuan. Hal ini berkaitan dengan hormon estrogen dan aktivitas fisik yang berbeda dengan laki-laki.
“Pada usia muda, patah tulang biasanya akibat trauma berat. Tapi pada lansia, patah tulang bisa terjadi hanya karena jatuh ringan karena tulangnya sudah rapuh,” ujarnya.
Bagian tubuh yang paling sering mengalami patah akibat osteoporosis adalah pergelangan tangan, tulang panggul, dan tulang belakang.

“Kalau sudah patah tulang, penanganan harus menyeluruh. Bukan hanya tulangnya yang ditangani, tapi osteoporosisnya juga,” tegas dr. Rangga.
Osteoporosis juga dapat terjadi pada laki-laki. Penyebabnya antara lain kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, serta gaya hidup yang kurang sehat, seperti terlalu banyak bekerja, jarang berolahraga, dan jarang terpapar sinar matahari karena sering berada di dalam ruangan.

“Selain itu, faktor risiko lainnya adalah penggunaan obat steroid dalam jangka waktu lama, serta adanya riwayat osteoporosis pada orang tua, yang dapat meningkatkan kemungkinan penyakit ini diturunkan kepada anak.”

Waktu Berjemur Terbaik
Berjemur untuk mendapatkan vitamin D sebaiknya dilakukan pukul 07.30–08.30 pagi atau 16.30–17.00 sore. Jangan berjemur di bawah matahari terik karena bisa merusak kulit. “Berjemurnya pun tidak perlu lama, cukup 10-15 menit,” ujarnya.

Sayangnya, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesehatan tulang masih sangat rendah. “Pasien usia di bawah 50 tahun yang memeriksa kondisi tulangnya hanya sekitar 5%,” kata dr. Rangga.

Padahal, puncak kepadatan tulang terjadi di usia 25–30 tahun. Jika tidak mencapai kepadatan optimal pada masa itu, maka risiko osteoporosis di masa tua akan meningkat.
“Kalau sudah usia 40–50 tahun baru sadar dan mulai memperbaiki, agak terlambat. Tapi tetap bisa dicegah agar tidak makin parah,” ujarnya.

Dokter Rangga menegaskan bahwa pencegahan jauh lebih baik dibanding pengobatan. “Penuhi kebutuhan kalsium dan vitamin D sejak muda. Jalani pola hidup sehat. Jangan tunggu tulang patah baru bertindak,” pesannya. (***)

Reporter : ANDRIANI SUSILAWATI
Editor : M Tahang