Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Dua undang-undang terkait haji sedang direvisi di DPR. Yaitu, UU 34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji serta UU 8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Di tengah pembahasan tersebut, muncul wacana untuk mengalihkan kewenangan pengelolaan dana haji dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) ke Badan Penyelenggara Haji (BPH). Dengan skema itu, BPH bakal berperan ganda. Selain penyelenggara haji, mereka juga mengelola dana para calon jemaah haji (CJH) yang nilainya lebih dari Rp171 triliun.
Sebagian anggota DPR tidak setuju dengan wacana tersebut. Dini Rahmania, anggota Komisi VIII DPR, mengatakan, hingga saat ini belum ada keputusan final terkait wacana tersebut. Revisi UU 34/2014 dan UU 8/2019 masih dalam tahap pembahasan di Badan Legislasi DPR.
”Prinsip kami sederhana, pengelolaan dana haji harus tetap mengedepankan transparansi, profesionalisme, dan akuntabilitas,” tegas Dini. Dia mengatakan, BPKH sebagai lembaga independen dan terpisah dari struktur birokrasi pemerintah merupakan bentuk ideal dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik, khususnya para CJH.
Ketua DPD Partai Nasdem Kabupaten Probolinggo itu juga mengingatkan, dana haji bukan bagian dari APBN. Karena itu, pengelolaan sebaiknya tetap dilakukan oleh lembaga nonstruktural yang bebas dari intervensi kebijakan tahunan negara.
”Tujuannya agar fokus pada keberlangsungan manfaat jangka panjang bagi jemaah,” tegas Dini.
Meski begitu, dia mengatakan, komisi VIII terbuka terhadap segala evaluasi dan penyempurnaan sistem. Namun, setiap perubahan harus berangkat dari kajian mendalam dan semangat untuk memperkuat tata kelola haji. ”Bukan semata-mata tarik-menarik kewenangan,” katanya.
Setuju Pengelola-Penyelenggara Haji Dipisah
Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas menyampaikan, pemisahan antara penyelenggara haji dan pengelola keuangan haji sangat penting. Supaya bisa sama-sama fokus menjalankan tugasnya.
”Kalau saya terus terang, dipisah saja seperti sekarang ini. Cuma kemandirian BPKH harus betul-betul dijunjung tinggi,” ujar Anwar.
Apalagi, kata Anwar, manfaat pengelolaan dana haji dirasakan langsung oleh CJH. Sebab, hasil investasi digunakan untuk mengurangi beban biaya haji.
Karena itu, dia menegaskan, pengelola keuangan haji dan penyelenggara haji sebaiknya tetap dijalankan oleh lembaga terpisah. Keberadaan BPKH saat ini dia nilai sudah tepat. Tinggal kinerja BPKH digenjot lebih maksimal lagi.
Sementara itu, saat proses revisi dua UU haji sedang berlangsung di DPR, Kepala BPH Mochammad Irfan Yusuf dan Wakil Kepala BPH Dahnil Anzar Simanjuntak menemui Menko Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar.
Setelah pertemuan dengan ketua umum PKB itu, Irfan mengatakan bahwa keberhasilan penyelenggaraan haji di masa mendatang tidak hanya ditentukan oleh kesiapan teknis. Lebih dari itu, juga oleh kerangka hukum yang kuat dan dukungan politik antarinstansi.
”Kami berharap Kemenko PM ikut mengawal pembahasan RUU Haji yang sedang berlangsung,” katanya. Harapannya, penyelenggaraan haji ke depan dapat berlangsung lebih baik, aman, dan nyaman bagi seluruh jemaah.
Muhaimin menyambut baik inisiatif BPH meningkatkan layanan haji.
”Kami bersepakat bahwa transformasi pengelolaan ibadah haji ke depan bukan hanya soal teknis dan logistik,” ujar Muhaimin.
Tetapi juga memastikan setiap jemaah berangkat dengan tenang, nyaman, dan pulang dengan penuh berkah. Untuk mewujudkannya, sinergi lintas kementerian dan lembaga harus dioptimalkan.
Dugaan Korupsi Haji
Di lain pihak, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui tengah mengusut kasus dugaan korupsi berkaitan dengan penyelenggaraan ibadah haji atau kuota haji. Pengusutan dugaan korupsi itu saat ini masih dalam tahap penyelidikan.
”Iya benar,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu dikonfirmasi, Kamis (19/6).
Asep mengungkapkan, pengusutan dugaan korupsi kuota haji itu saat ini masih dalam tahap penyelidikan. KPK juga masih enggan mengungkap pada tahun periode kapan peristiwa dugaan korupsi itu terjadi, disinyalir dugaan korupsi kuota haji itu terjadi pada periode 2024.
”Masih lidik (penyelidikan),” ucap Asep.
Penyelidikan dugaan korupsi kuota haji itu disinyalir setelah KPK menerima laporan dari masyarakat terkait dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dan Wakil Menteri Agama (Wamenag) Saiful Rahmat Dasuki dalam penyelenggaran ibadah haji 2024.
Disisi lain, KPK juga masih enggan mengungkap pihak-pihak yang telah diperiksa dalam pengusutan dugaan korupsi kuota haji. Sebab, pengusutan itu masih dalam proses penyelidikan.
Lembaga antirasuah akan membuka titik terang setiap penanganan kasus hukum, jika sudah masuk ke dalam tahap penyidikan.
KPK bakal membuka ke publik terkait peristiwa hukum hingga saksi-saksi yang didalami jika sudah pada tahap penyidikan. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : RYAN AGUNG