Buka konten ini
BATAM KOTA (BP) – DPRD Kota Batam resmi mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Penyelenggaraan Angkutan Massal Berbasis Jalan dalam Rapat Paripurna, Rabu (18/6).
Juru Bicara Panitia Khusus (Pansus), Setia Putra Tarigan, menyampaikan laporan akhir hasil kerja selama 135 hari. Masa kerja tersebut diwarnai serangkaian studi banding, konsultasi hukum, serta pengumpulan data lapangan.
Pansus dibentuk sebagai respons terhadap kebutuhan transportasi publik yang semakin mendesak di Batam. Dalam laporannya, Setia menegaskan pentingnya sistem angkutan massal berbasis jalan, seperti Bus Rapid Transit (BRT), untuk menunjang mobilitas di kota industri dan pariwisata seperti Batam. Moda ini diharapkan mampu menghadirkan layanan transportasi yang aman, nyaman, dan terjangkau.
Menurut Setia, Ranperda ini mengalami perubahan signifikan selama pembahasan. Semula hanya memuat 9 bab dan 12 pasal, kini berkembang menjadi 11 bab dan 26 pasal.
Judulnya pun diubah dari “Penyelenggaraan Angkutan Umum Massal di Kota Batam” menjadi “Penyelenggaraan Angkutan Massal Berbasis Jalan” agar substansinya lebih spesifik dan tidak tumpang tindih dengan moda transportasi lain seperti kereta atau monorel.
Selama masa pembahasan, Pansus melakukan kunjungan kerja ke Kementerian Perhubungan serta studi banding ke Kota Pekanbaru dan Yogyakarta, yang dinilai lebih dulu sukses menyusun dan menerapkan peraturan daerah serupa.
Data terakhir yang dihimpun Pansus mencatat jumlah taksi di Batam mencapai 2.545 unit, angkutan karyawan 372 unit, angkutan pariwisata 180 unit, ditambah angkot dan ojek. Sementara itu, Trans Batam—satu-satunya layanan BRT saat ini—melayani 5.000 hingga 7.500 penumpang per hari.
Trans Batam saat ini menerapkan skema Buy the Service (BTS), di mana Pemerintah Kota Batam membayar operator berdasarkan jarak tempuh. Ke depan, dua skema pembiayaan diusulkan: melalui APBD murni atau tetap menggunakan skema BTS.
Dari sisi pendanaan, Pansus dan Pemko sepakat mengalokasikan Rp50 miliar per tahun, ditambah 10 persen dari pendapatan Opsen Pajak Kendaraan Bermotor untuk mendukung operasional BRT. Pansus juga mendorong pengelola BRT—yang saat ini berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)—untuk mencari sumber pendapatan lain, seperti dari iklan di bus dan halte.
Setia menambahkan, integrasi layanan BRT dengan moda transportasi lain serta penyediaan angkutan pengumpan (feeder) menuju halte harus diutamakan. Jadwal keberangkatan yang konsisten, fasilitas halte yang nyaman, serta tarif terjangkau menjadi prinsip utama yang diusung Ranperda ini.
Sebagai rekomendasi tambahan, Pansus juga meminta Pemko Batam segera merevisi Perda Nomor 9 Tahun 2001 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan agar lebih selaras dengan kebutuhan kota yang terus berkembang.
Setia menegaskan bahwa keberhasilan implementasi perda ini sangat bergantung pada keseriusan pemerintah dalam menyediakan anggaran dan membangun kesadaran masyarakat untuk beralih ke transportasi publik.
“Transportasi gemilang, ekonomi maju,” ujar Setia menutup laporannya.
Ranperda yang telah disahkan ini menjadi pijakan kuat bagi transformasi sistem transportasi Batam menuju masa depan yang lebih modern, efisien, dan inklusif bagi seluruh warganya. (*)
Reporter : Arjuna
Editor : RATNA IRTATIK