Buka konten ini
KEMATIAN Muhammad Alif Okto Karyanto, 12, bocah asal Sagulung, usai dipulangkan dari Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Embung Fatimah Batam, memantik perhatian luas. Meski pihak rumah sakit menyatakan telah menjalankan prosedur sesuai standar medis, insiden ini tetap menjadi bahan evaluasi penting bagi layanan kesehatan di Batam.
Direktur RSUD Embung Fatimah melalui Humas RSUD, Ellin Sumarni, menjelaskan bahwa Alif dibawa ke IGD dengan keluhan sesak napas dan penurunan nafsu makan.
“Pemeriksaan lengkap sudah dilakukan, termasuk laboratorium. Hasilnya menunjukkan kondisi stabil, sehingga sesuai prosedur, pasien dapat dipulangkan,” ujar Ellin, Senin (17/6).
Namun, orang tua Alif mengisahkan bahwa anak mereka sempat mengalami sesak napas dua jam sebelum dibawa ke rumah sakit. Saat diperiksa di IGD, kondisi pernapasan dinyatakan dalam batas normal. Berdasarkan regulasi BPJS Kesehatan yang merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), pasien hanya bisa dirawat inap jika dalam kondisi tidak stabil.
“Ini sering kali menjadi sumber kesalahpahaman. Aturan BPJS tidak mengizinkan rawat inap bagi pasien dalam kondisi stabil. Jika ingin melanjutkan perawatan, harus melalui jalur pasien umum,” tambah Ellin. Ia menekankan, kebijakan itu merupakan ketentuan BPJS, bukan keputusan sepihak dari rumah sakit.
Meski demikian, pihak RSUD tak lepas tangan. Mereka telah mendatangi keluarga Alif untuk menyampaikan empati sekaligus menjelaskan situasi medis secara langsung.
“Kami bertemu dengan keluarga, tokoh masyarakat, dan kader posyandu di lingkungan mereka. Keluarga telah mengikhlaskan dan memahami kondisi medisnya,” ujarnya.
Sementara itu, Ombudsman RI Perwakilan Kepri juga turut memantau kasus ini. Kepala Perwakilan Ombudsman, Lagat Siadari, menilai kejadian ini perlu menjadi bahan evaluasi sistem pelayanan, khususnya dalam memperjelas tanggung jawab BPJS terhadap pasien.
“Kami bergerak cepat untuk menindaklanjuti harapan masyarakat. Meski sifatnya koordinatif, hal ini penting untuk perbaikan layanan ke depan,” kata Lagat.
Ia menambahkan, evaluasi tidak hanya ditujukan kepada pihak rumah sakit, tapi juga BPJS. Terutama dalam hal edukasi dan transparansi kepada masyarakat terkait cakupan layanan yang dijamin BPJS.
Pihak RSUD mengakui bahwa sekitar 90 persen pendapatan rumah sakit berasal dari layanan BPJS. Namun, mereka tetap berkomitmen untuk menjalankan seluruh prosedur sesuai aturan yang berlaku, meskipun sering kali terjadi miskomunikasi di lapangan.
“Kami sepakat bahwa perlu ada kajian ulang terhadap regulasi BPJS, agar tidak menjadi hambatan dalam pengambilan keputusan medis. Bila tidak jelas, tenaga medis bisa terjepit antara kepatuhan administratif dan kebutuhan klinis pasien,” tegas Ellin.
Pertemuan antara RSUD, keluarga Alif, dan masyarakat pun melahirkan harapan baru: agar pelayanan kesehatan di Batam bisa menjadi lebih responsif dan humanis. Di sisi lain, BPJS juga diminta lebih aktif dalam menyosialisasikan hak serta batasan tanggung jawabnya, guna mencegah kesalahpahaman serupa di masa mendatang. (***)
Reporter : Eusebius Sara
Editor : RATNA IRTATIK