Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan perkembangan kasus dugaan korupsi crude palm oil (CPO), Selasa (17/6). Korps adhyaksa telah menyita uang Rp11,8 T dari lima perusahaan PT Wilmar Group. Saat ini, Kejagung juga tengah mengajukan kasasi atas perkara tersebut.
Uang sitaan dari lima perusahaan tersebut dipamerkan di Kejagung. Tingginya mencapai dua meter. Jumlah uang yang dikembalikan itu sama dengan hasil audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Laporan Kajian Analisis Keuntungan Ilegal dan Kerugian Perekonomian Negara dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM.
Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung Sutikno mengatakan, tim penuntut umum Jampidsus telah menyita uang senilai Rp11.880.351.802.619. Perkara itu melibatkan lima perusahaan. Yaitu, PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Kelima terdakwa korporasi itu, kata Sutikno, telah diputus hakim lepas dari segala tuntutan hukum atau onslag van alle rechtsvervolging di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Jaksa bakal mengajukan kasasi.
”Sehingga penuntut umum melakukan upaya hukum kasasi. Hingga saat ini, perkaranya masih dalam tahap pemeriksaan kasasi,” jelasnya.
Sutikno menambahkan, setelah menyita uang senilai Rp11,8 T itu, tim penuntut umum mengajukan tambahan memori kasasi. Yakni, memasukkan uang yang telah disita menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari memori kasasi. Tujuannya, agar menjadi bahan pertimbangan hakim agung yang memeriksa kasasi.
”Khususnya, terkait sejumlah uang tersebut dikompensasikan untuk membayar seluruh kerugian negara yang ditimbulkan,” paparnya.
Hakim, lanjut Sutikno, akan akan memutuskan pemakaian uang sitaan itu. Misalnya, dikembalikan ke negara untuk mengembalikan dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. ”Itu nanti hakim yang memutuskan,” paparnya.
Dalam konferensi pers kemarin, juga diputar video Marcela Santoso yang meminta maaf terkait konten-konten negatif yang dibuat bersama dengan Direktur JAK TV berinisial TB. Dalam video tersebut, Marcela mengakui tidak mengecek konten-konten tersebut hingga mengusik kehidupan pribadi Jaksa Agung, Jampidsus, dan Direktur Penyidikan (Dirdik).
Sementara itu, Dirdik Jampidsus Abdul Qohar membantah konten negatif yang ditujukan kepada Kejagung dan institusi lain. Menurutnya, itu tidak benar. ”Ini klarifikasi secara nyata dan tidak ada unsur paksaan, atas kemauannya sendiri. Masyarakat, kami harap memahami bahwa yang selama ini narasi negatif yang dibangun tidak benar,” ujarnya. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : RYAN AGUNG