Buka konten ini
BATAM (BP) – Asosiasi Pengusaha Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Aspel B3) Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, resmi melantik jajaran pengurus baru untuk periode 2025–2028. Acara pelantikan berlangsung di Aula Hotel Sahid Batam Center, Senin (16/6), dengan dihadiri Wakil Gubernur Kepri, Nyanyang Haris Pratamura, yang sekaligus melantik langsung kepengurusan.
Dalam struktur baru ini, Eky Kurniawan dipercaya memimpin sebagai Ketua Umum. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Ketua Harian Aspel B3 Batam dan dikenal aktif dalam pengelolaan limbah B3 di kawasan tersebut.
”Insya Allah, melalui Aspel B3 yang ada di Batam, permasalahan limbah B3 bisa diselesaikan secara cepat. Saya yakin dan percaya karena para pengurusnya sudah berpengalaman mengelola, mengangkut, hingga memproses limbah secara benar,” ujar Nyanyang dalam sambutannya.
Komitmen serupa ditegaskan Eky Kurniawan. Menurutnya, pengurus baru akan memperkuat peran asosiasi dalam menjaga Batam dari pencemaran limbah berbahaya. Ia menyebut, hingga kini tak ada satu pun anggota Aspel B3 yang terlibat dalam kasus pembuangan limbah ilegal. “Kami punya wadah, punya fasilitas resmi di KPLI. Tidak ada alasan untuk membuang limbah sembarangan. Harapan kami, kepengurusan ini bisa lebih baik dan progresif,” kata Eky.
Dalam waktu dekat, Aspel B3 akan melakukan roadshow dan sosialisasi ke asosiasi lain seperti BSOA, serta menjangkau perusahaan penghasil limbah besar seperti industri shipyard. Tujuannya, memastikan limbah yang mereka hasilkan dikelola oleh perusahaan resmi dan berizin.
“Limbah harus dikelola oleh pihak yang punya izin dan kompetensi. Jangan dibuang sembarangan, karena dampaknya sangat berbahaya bagi lingkungan,” tambah Eky, yang pernah menjabat sebagai anggota DPRD Batam.
Sementara itu, Penasihat Aspel B3 Kota Batam, Kurniawan Chang, menggarisbawahi pentingnya edukasi rutin dari pemerintah kepada pelaku industri. Menurutnya, konsep pengelolaan limbah B3 sangat berbeda dengan sampah biasa dan masih banyak perusahaan yang belum memahami regulasinya.
”Idealnya, sosialisasi dari instansi terkait seperti Kementerian atau Dinas Lingkungan Hidup dilakukan minimal dua kali dalam setahun. Karena di lapangan, banyak pelaku industri belum mendapat informasi yang cukup,” kata Kurniawan menutup. (*)
Reporter : GALIH ADI SAPUTRO
Editor : MUHAMMAD TAHANG