Buka konten ini

BATAM KOTA (BP) – Kapolresta Barelang, Kombes Zaenal Arifin memastikan, laporan dugaan pengeroyokan terhadap Ketua PWI Batam, M Khafi Ashary, menjadi prioritas penyelidikan jajarannya.
“Laporan sudah kami terima. Kami gas ini. Ini atensi dan prioritas bagi jajaran Polresta Barelang,” ujarnya di Mapolsek Batam Kota, Senin (16/6).
Zaenal menjelaskan, penyelidikan dimulai dengan pemeriksaan korban dan saksi-saksi. Saat ini, penyidik tengah meminta keterangan M Khafi yang sebelumnya belum dapat dimintai keterangan karena kondisinya.
“Memang ada unsur tindak pidana di sana. Hari ini kami ambil keterangan korban,” ujarnya.
Peristiwa dugaan pengeroyokan itu terjadi dalam diskusi bertajuk Klarifikasi Pers di Swiss-Belhotel Batam di Batuampar, Sabtu (14/6) lalu. Kericuhan dipicu perdebatan terkait tudingan bahwa profesi wartawan digunakan untuk tindakan premanisme.
“Dari penyelidikan awal, ada empat orang terduga pelaku. Korbannya dua orang,” kata Zaenal.
Sebelumnya, Ketua Bidang Advokasi dan Pembelaan Wartawan PWI Kepri, Zabur Anjasfianto, menegaskan bahwa pelaporan ini adalah upaya menegakkan hukum dan menjaga martabat profesi pers.
“Kami telah melaporkan peristiwa ini sebagai dugaan tindak pidana pengeroyokan, berdasarkan Pasal 170 KUHP,” katanya.
Zabur menegaskan, laporan ini bukan semata-mata untuk melindungi Ketua PWI Batam secara pribadi, melainkan juga sebagai upaya menjaga marwah wartawan di tengah tantangan praktik yang merusak integritas profesi.
“Tindakan kekerasan seperti itu bukan hanya tidak etis, tapi juga melanggar hukum,” ujarnya.
UKW Jadi Penjaga Etika Wartawan
Ketua Dewan Pakar PWI Kepri, Ramon Damora, menilai polemik penolakan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) harus dilihat secara bijak. Menurutnya, UKW adalah garis pembeda antara wartawan profesional dan pihak-pihak yang menyalahgunakan profesi.
“UKW bukan diskriminasi. Ini soal etik, integritas, dan tanggung jawab,” kata Ramon.
Menurutnya, keberadaan UKW diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, serta diperkuat Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/III/2010.
“Lembaga non-jurnalistik yang menggelar UKW tanpa verifikasi Dewan Pers tidak memiliki legitimasi. Mereka tak punya perangkat etik dan standar pengawasan,” tegasnya.
Ia mengingatkan, wartawan tanpa sertifikasi UKW secara formal belum masuk dalam kerangka profesionalisme. Masyarakat maupun narasumber berhak mempertanyakan kredibilitasnya.
“UKW adalah perlindungan bagi wartawan dan masyarakat. Ini bukan pembatasan kebebasan, tapi pembakuan mutu profesi,” ujarnya.
Ramon juga mengajak para wartawan, khususnya di daerah, agar melihat UKW sebagai tanggung jawab moral. “Bukan sekadar administratif. Tapi ini penguat etik dalam menjalankan tugas jurnalistik,” tutupnya. (*)
Reporter : Yofi Yuhendri – Rengga Yuliandra
Editor : RATNA IRTATIK