Buka konten ini
BATAM (BP) – Muhammad Alif Okto Karyanto (12), bocah asal Kavling Sei Lekop, Kecamatan Sagulung, Kota Batam, meninggal dunia setelah dibawa pulang dari Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Embung Fatimah pada Minggu (15/6) dini hari. Peristiwa tragis ini menjadi sorotan publik setelah diunggah ke media sosial oleh Panglima Garda Metal FSPMI Kota Batam, Suprapto.
Dalam unggahannya, Suprapto mengungkapkan bahwa keluarga korban sangat kecewa karena anak mereka tidak bisa mendapatkan perawatan inap menggunakan BPJS Kesehatan, meskipun telah berada di IGD selama hampir empat jam. Keluarga terpaksa membawa pulang Alif karena tidak mampu membayar biaya sebagai pasien umum. Dua jam setelah tiba di rumah, Alif mengembuskan napas terakhir.
“Saya dihubungi oleh keluarga korban melalui perangkat RT setempat. Saya datang langsung ke rumah duka dan mendengar cerita dari orang tua korban, RT, dan RW. Intinya, kami sangat menyayangkan layanan medis yang terlalu birokratis, apalagi ini menyangkut nyawa anak kecil,” ujar Suprapto, Senin (16/6).
Menurutnya, peristiwa semacam ini sering terjadi, di mana pasien dalam kondisi lemah tidak bisa langsung mendapatkan perawatan inap jika tidak memenuhi kriteria gawat darurat versi BPJS. Akibatnya, pasien dari keluarga kurang mampu sering kali tidak mendapatkan layanan optimal karena harus menanggung biaya sendiri.
Jenazah Alif telah dimakamkan pada Minggu (14/6) siang di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Seitemiang. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam dan pertanyaan besar tentang keadilan dalam pelayanan kesehatan, terutama bagi warga miskin.
Menanggapi viralnya informasi tersebut, Direktur RSUD Embung Fatimah, drg. RR Sri Widjayanti Suryandari, memberikan klarifikasi. Ia menegaskan bahwa pihaknya telah memberikan pelayanan medis sesuai prosedur. Pasien disebut langsung ditangani sejak masuk IGD pada Sabtu (14/6) pukul 22.30 WIB.
“Pasien kami observasi secara intensif. Kami berikan oksigen, pemeriksaan respirasi, nadi, laboratorium, dan pemeriksaan kadar oksigen. Berdasarkan hasil triase medis, kondisi pasien saat itu stabil dan masuk dalam zona hijau, bukan kategori gawat darurat,” jelas Sri Widjayanti.
Ia juga menjelaskan bahwa pasien tidak menunjukkan gejala yang masuk dalam kategori darurat menurut ketentuan BPJS. Karena itu, rumah sakit tidak bisa langsung melakukan rawat inap dengan jaminan BPJS.
“Kami sampaikan kepada keluarga bahwa pasien disarankan rawat jalan dan kontrol ke poli spesialis anak. Bila ada perburukan, bisa langsung kembali ke IGD, dan kami siap melayani kembali,” tegasnya.
Sri Widjayanti mengutip Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 47 Tahun 2018 sebagai dasar penentuan kondisi gawat darurat. Kriteria yang dijamin BPJS antara lain kondisi yang mengancam nyawa, gangguan napas, gangguan kesadaran, gangguan sirkulasi, atau trauma berat yang membutuhkan penanganan segera.
Jika kondisi pasien tidak termasuk dalam kriteria tersebut, maka tidak dapat dijamin oleh BPJS di IGD. Ini merupakan aturan nasional yang berlaku di seluruh rumah sakit. Sebagai solusi, pasien dalam kondisi stabil dapat dilayani sebagai pasien umum atau diarahkan ke layanan rawat jalan di poliklinik.
Sri Widjayanti juga menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah menolak pasien. “Kami melayani sesuai protap medis dan regulasi BPJS. Informasi bahwa kami tidak melayani tidak benar. Kami tetap memberikan pelayanan, namun memang dibatasi oleh aturan yang berlaku,” ujarnya.
BPJS Batam Evaluasi Kasus Bocah Meninggal
BPJS Kesehatan Cabang Batam menyatakan telah melakukan koordinasi dengan RSUD Embung Fatimah untuk mendapatkan penjelasan lengkap mengenai kronologi kejadian.
“Kami sudah berkoordinasi dengan pihak rumah sakit dan meminta kronologinya secara detail. Mereka juga sedang melakukan pengecekan internal. Kejadian ini tentu menjadi bahan evaluasi bagi kami ke depan,” ujar Ilham, Kepala Bagian SDM Umum dan Komunikasi BPJS Kesehatan Batam, Senin (16/6).
Ilham menambahkan bahwa keputusan untuk menerima atau menolak pasien di IGD bukan semata-mata ditentukan oleh regulasi BPJS, melainkan merupakan keputusan medis berdasarkan kompetensi dan pertimbangan dokter yang menangani.
“Ini bukan murni soal regulasi BPJS, tetapi kembali kepada kompetensi dan kebijakan dokter dalam menangani atau menerima pasien pada awal kedatangannya,” jelas Ilham.
Kasus ini pun menjadi sorotan publik, terutama di media sosial, dengan banyak warga Batam menyoroti pentingnya transparansi dan akses layanan kesehatan bagi peserta BPJS, terlebih dalam kondisi darurat. (*)
Reporter : EUSEBIUS SARA – AZIS MAULANA
Editor : RYAN AGUNG