Buka konten ini
SERANGAN udara Israel mengguncang jantung Iran. Ilmuwan nuklir dan jenderal top jadi korban. Dunia kembali menahan napas.
Pecahnya cahaya di langit Teheran, Jumat dini hari, menandai awal dari kemungkinan perang besar Timur Tengah. Di antara suara sirene dan ledakan beruntun, Israel melancarkan operasi udara yang menghantam jantung program nuklir Iran.
Operasi yang dijuluki Rising Lion itu dilaporkan menyasar puluhan titik vital, dari fasilitas pengayaan uranium, pangkalan rudal balistik, hingga kediaman para ilmuwan nuklir. Tidak tanggung-tanggung, dua tokoh militer tertinggi Iran dan dua ilmuwan andalan negara itu tewas dalam serangan.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, muncul di layar kaca beberapa jam setelah serangan. Dalam siaran langsung yang disebarluaskan secara global, ia menyebut operasi ini sebagai “langkah krusial demi kelangsungan hidup Israel.”
“Kami menghantam pusat pengayaan Natanz, proyek rudal balistik mereka, para ilmuwan, dan fasilitas-fasilitas kunci lainnya,” ujarnya lantang.
Netanyahu memperingatkan warga Israel untuk bersiap menghadapi masa siaga yang panjang. Serangan ini, katanya, bukan yang terakhir.
Kementerian Pertahanan Israel menyebut ada “dugaan kuat” bahwa Iran telah mulai memproduksi hulu ledak nuklir aktif. Dugaan itu menjadi alasan utama di balik serangan ofensif ini—langkah yang bisa mengubah konstelasi politik regional secara drastis.
Tak butuh waktu lama bagi Iran untuk membalas. Ratusan drone dikabarkan telah dikerahkan menuju wilayah Israel sebagai bentuk serangan balik. Sistem pertahanan udara Iran juga langsung diaktifkan penuh.
Media pemerintah Iran mengonfirmasi, dua tokoh sentral militer negara itu—Mayor Jenderal Mohammad Bagheri, Kepala Staf Angkatan Bersenjata, dan Jenderal Hossein Salami, Panglima Garda Revolusi—tewas di lokasi serangan.
Dua ilmuwan nuklir senior, Fereydoun Abbasi dan Mohammad Mehdi Tehranchi, juga disebut menjadi korban. Rumah keduanya hancur dihantam rudal presisi. Abbasi sebelumnya pernah lolos dari upaya pembunuhan pada 2010—kala itu, banyak yang menduga dalangnya adalah Mossad, badan intelijen Israel.
Tragedi turut menyentuh warga sipil. Rudal yang menghantam kawasan padat penduduk di Teheran menewaskan sejumlah anak-anak. Gambar-gambar reruntuhan yang dipenuhi debu dan api cepat beredar di media sosial, memperkuat kekhawatiran bahwa konflik ini telah melampaui batas militer.
Konflik dua negara ini memang bukan cerita baru. Namun, intensitasnya kali ini melonjak drastis. Dunia internasional mulai cemas. Apakah ini akan menjadi Perang Timur Tengah jilid baru?
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mengeluarkan pernyataan keras. Ia menyebut “rezim Zionis telah menulis nasib pahitnya sendiri.” Di hadapan rakyatnya, ia berjanji bahwa balasan akan datang.
Serangan juga dilaporkan terjadi di Khoramabad, lokasi yang dikenal sebagai basis peluncuran rudal balistik Iran. Sementara di Israel, pemerintah menetapkan status darurat nasional dan menutup seluruh wilayah udara bagi penerbangan sipil.
Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, memperingatkan warga bahwa serangan lanjutan, baik dari udara maupun darat, mungkin terjadi dalam waktu dekat. Netanyahu bahkan meminta masyarakat untuk bersiap mengungsi ke tempat perlindungan jika dibutuhkan.
Meski tak terlibat langsung, Amerika Serikat disebut telah mengetahui rencana serangan ini sebelumnya. Dalam pernyataannya, mantan Presiden Donald Trump mengatakan lebih memilih “kesepakatan” dibanding perang. Namun, ia menegaskan, “Iran tidak boleh punya senjata nuklir.”
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyerukan kepada semua pihak untuk menahan diri. “Kawasan ini tidak bisa menanggung konflik lebih dalam,” katanya. Ia meminta langkah maksimal dari kedua belah pihak demi meredam eskalasi.
Dari Asia Tenggara, Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, turut bersuara. Dalam unggahan di platform X, ia mendesak negara-negara sekutu Israel untuk segera bertindak dan menghentikan agresi.
Ketegangan di Timur Tengah telah mencapai titik genting. Tak hanya bom dan drone, yang kini mengudara adalah kekhawatiran: bahwa dunia kembali digiring menuju konflik global yang tak diinginkan siapa pun.
AS Klaim Tidak Terlibat
Amerika Serikat (AS) menyatakan tidak terlibat dalam serangan Israel ke Iran, Jumat (13/6). Pernyataan itu disampaikan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio. Tapi, Rubio memperingatkan Iran untuk tidak membalas serangan Israel dengan alasan bisa berdampak terhadap pangkalan AS di kawasan Timur Tengah.
Menurut Rubio, Israel telah menginformasikan kepada AS bahwa serangan itu mereka anggap sebagai langkah pembelaan diri. ”Kami tidak terlibat dalam serangan terhadap Iran dan prioritas utama kami adalah melindungi pasukan Amerika di kawasan tersebut,” kata Rubio seperti dilansir AFP dan Reuters. (***)
Reporter : JP GROUP
Editor : GALIH ADI SAPUTRO