Buka konten ini
BATAM (BP) – Upaya hukum lima mantan anggota Satuan Reserse Narkoba Polresta Barelang yang divonis penjara seumur hidup kini menghadapi kendala serius. Meski telah resmi mengajukan banding, penyusunan memori banding belum dapat dilakukan karena salinan resmi putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam belum juga diterima oleh tim kuasa hukum, bahkan hingga sepekan sejak vonis dibacakan.
Kelima terdakwa tersebut, yakni Sigit Sarwo Edi, Fadilah, Rahmadi, Alex Candra, dan Ibnu Ma’ruf, divonis bersalah karena menjual sabu yang merupakan barang bukti hasil tangkapan. Kelimanya merupakan bagian dari 10 mantan personel Satresnarkoba Polresta Barelang yang terlibat dalam skandal peredaran narkotika di internal kepolisian.
Indra Sakti, kuasa hukum para terdakwa dari Firma Hukum Sakti Nusantara, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan banding sejak Selasa, 10 Juni 2025. Namun hingga Jumat (13/6), salinan putusan yang dibacakan pada 5 Juni lalu belum juga diterima.
“Ini jelas menghambat klien kami dalam menyusun memori banding secara substantif. Bagaimana kami bisa membantah pertimbangan hukum hakim jika dokumennya saja belum kami terima?” ujar Indra kepada Batam Pos.
Indra menduga keterlambatan itu disebabkan salinan putusan masih direvisi oleh majelis hakim. Ia bahkan menilai putusan tersebut dibacakan sebelum benar-benar rampung disusun secara menyeluruh.
“Putusan itu seperti dipaksakan. Kami mempertanyakan kelayakannya,” ucapnya.
Meski akta banding telah diterbitkan oleh Pengadilan Negeri Batam dan diterima oleh salah satu anggota tim hukum, Christopher, pihaknya belum bisa melangkah lebih jauh. Tanpa dokumen pokok berupa salinan lengkap pertimbangan hakim, penyusunan memori banding tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
“Akta banding hanya formalitas. Tapi esensinya ada di memori banding, yaitu argumen hukum untuk menggugat putusan hakim tingkat pertama. Tanpa pertimbangan hakim, bagaimana kami bisa menyusun argumen hukum yang akurat dan relevan?” lanjutnya.
Sesuai ketentuan hukum pidana, terdakwa atau penasihat hukum memiliki waktu tujuh hari sejak vonis dijatuh-kan untuk menyatakan banding. Setelah itu, panitera wajib menyusun akta banding dan menyampaikan pemberitahuan kepada para pihak. Seluruh berkas perkara lalu harus diserahkan ke Pengadilan Tinggi dalam jangka waktu 14 hari.
Namun, proses administratif tersebut kini tersendat. Indra menyebut keterlambatan ini tidak hanya menghambat pembelaan hukum, tetapi juga membuka potensi pelanggaran terhadap asas peradilan yang adil dan cepat.
“Permohonan salinan putusan sudah kami ajukan sejak 5 Juni, langsung setelah persidangan. Tapi hingga hari ini belum juga diberikan. Ini sangat merugikan posisi klien kami,” tegasnya.
Vonis seumur hidup terhadap kelima terdakwa menjadi bagian dari kasus besar yang mencoreng institusi kepolisian di Batam. Dalam kasus ini, jaksa menuntut lima dari 10 terdakwa dengan hukuman mati, sementara lima lainnya dituntut penjara seumur hidup.
Majelis hakim akhirnya menjatuhkan vonis seumur hidup kepada lima terdakwa utama, termasuk mereka yang kini mengajukan banding. Sementara itu, proses hukum terhadap lima terdakwa lainnya masih bergulir di Pengadilan Negeri Batam. (*)
Reporter : AZIS MAULANA
Editor : RYAN AGUNG