Buka konten ini
ANGKA investasi di Kota Batam terus menanjak, namun angka pengangguran belum juga menunjukkan tren penurunan signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Batam masih berada di angka 7,28 persen.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: mengapa peningkatan investasi tak sejalan dengan penyerapan tenaga kerja? Sebagai kota industri dan magnet pencari kerja dari berbagai daerah, Batam menghadapi tantangan ganda—menciptakan iklim investasi yang kondusif sekaligus memastikan masyarakat lokal memiliki kapasitas untuk bersaing.
Wali Kota Batam sekaligus Kepala BP Batam, Amsakar Achmad, menyebut beberapa penyebab masih tingginya angka pengangguran. Salah satunya adalah tingginya angka migrasi masuk ke Batam.
“Yang baru datang itu belum tentu langsung masuk bursa kerja. Setiap hari besar keagamaan, selalu banyak yang datang ke Batam bersama keluarga,” ujar Amsakar, Kamis (12/6).
Masalah lainnya adalah ketimpangan antara keterampilan pencari kerja dan kebutuhan industri. Banyak tenaga kerja lokal belum memiliki keahlian yang sesuai dengan tuntutan pasar.
“Mereka mungkin unskill, atau tidak sesuai dengan kebutuhan industri. Jadi serapan tenaga kerja belum maksimal,” ujarnya.
Amsakar menilai, perlu ada penyesuaian antara program bursa kerja Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) dengan kebutuhan riil dunia industri. Informasi lowongan kerja juga harus lebih akurat dan tepat sasaran.
“Kita perlu bursa kerja yang sinkron dengan kebutuhan industri dan keterampilan pekerja lokal,” tegasnya.
Ia menjelaskan, karakteristik investasi yang masuk ke Batam kini banyak bergerak di sektor teknologi tinggi dan otomatisasi. Hal ini berdampak pada berkurangnya kebutuhan tenaga kerja manusia.
“Investasi di sektor AI besar. Mereka masuk Batam, tapi lebih fokus ke teknologi, tidak lagi menyerap banyak tenaga kerja,” katanya.
Amsakar mendorong generasi muda untuk mulai mengembangkan kompetensi digital. Menurutnya, keahlian seperti pemrograman dan kecerdasan buatan sa-ngat dibutuhkan oleh industri masa depan.
“Kalau anak-anak kita digenjot belajar AI, programming, itu bisa menjawab kebutuhan tenaga kerja ke depan,” tuturnya.
Menurut Amsakar, penguatan sumber daya manusia (SDM) menjadi prioritas di awal masa kepemimpinannya. Balai Latihan Kerja (BLK) diharap bisa menjadi wadah pelatihan yang responsif terhadap peluang kerja.
“Yang harus kita lakukan adalah menyiapkan SDM yang siap kerja. Desain pelatihannya harus sesuai dengan kebutuhan pasar,” imbuhnya.
Meski baru menjabat 100 hari, Amsakar mengklaim sudah mulai merealisasikan program-program prioritas, termasuk di sektor ketenagakerjaan. “Kita yakin, jika sistem pelatihan diarahkan sesuai kebutuhan industri, angka pengangguran bisa ditekan meski tantangan migrasi tetap ada,” ucapnya.
Tenaga Terampil Jadi Kunci
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Batam, Rafki Rasyid, menyambut positif dibukanya ribuan lowongan kerja baru di proyek internasional McDermott bertajuk TENNET 2GW. Proyek ini dinilai berdampak besar terhadap penyerapan tenaga kerja.
“Kita apresiasi McDermott yang konsisten membuka lapangan kerja. Ini kabar baik bagi tenaga kerja Batam,” ujarnya.
Namun, Rafki menekankan bahwa mayoritas tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga terampil. Hampir tidak ada ruang untuk pekerja tanpa keahlian.
“Proyek ini butuh tenaga kerja spesialis. Tidak bisa diserap oleh tenaga kerja unskilled,” jelasnya.
Apindo mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk segera mempercepat program pelatihan kerja, khususnya di bidang-bidang yang relevan dengan kebutuhan industri. “Struktur industri kita sudah berubah, dari padat karya ke padat modal. Sekarang, semuanya serba otomatis dan berbasis teknologi. Ini butuh tenaga kerja yang terampil dan siap pakai,” ujarnya.
Menurut Rafki, pelatihan kerja harus disesuaikan dengan kebutuhan nyata dunia industri. Masih sering terjadi ketidaksesuaian antara pelatihan yang diberikan dan keahlian yang dibutuhkan perusahaan.
“Banyak pelatihan tidak relevan. Akibatnya, lulusan sulit diserap,” ujarnya.
Ia mengusulkan adanya kolaborasi erat antara industri dan lembaga vokasi. Pemerintah, menurut Rafki, harus berperan sebagai fasilitator agar industri bisa terlibat langsung dalam menyusun kurikulum dan program magang. “Kalau link and match ini jalan, lulusan vokasi bisa langsung kerja. Apindo siap menjembatani,” tegasnya.
Terkait proyek McDermott, Rafki menyebut rekrutmen akan dilakukan bertahap. Dampaknya terhadap angka pengangguran diperkirakan terasa dalam 6 hingga 12 bulan ke depan.
“Efeknya tidak instan, tapi dalam jangka waktu itu, penyerapan tenaga kerja akan signifikan,” katanya.
Ia pun berharap perusahaan lain mengikuti langkah McDermott dalam menciptakan lapangan kerja. “Kalau semua bergerak seperti McDermott, pertumbuhan ekonomi dan serapan tenaga kerja di Batam bisa jauh lebih baik,” tutup Rafki. (***)
Reporter : ARJUNA – RENGGA YULIANDRA
Editor : RYAN AGUNG