Buka konten ini

DEWAN Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Riau menyoroti lambatnya realisasi pendapatan asli daerah (PAD) Pemprov Kepri selama enam bulan pertama 2025.
Hingga akhir Juni, realisasi PAD baru menyentuh angka 40 persen dari target tahunan sebesar Rp1,7 triliun.
Sekretaris Komisi II DPRD Kepri, Wahyu Wahyudin, menilai capaian itu masih jauh dari harapan.
”Seharusnya hingga bulan Juni minimal sudah menyentuh 50 persen. Tapi ini baru 40 persen. Artinya, ada yang perlu dievaluasi,” ujar Wahyu di Gedung DPRD Kepri, Selasa (10/6).
Komisi II pun berencana memanggil sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) penghasil untuk menguliti persoalan ini.
Tujuannya, mengevaluasi kinerja pengelolaan pendapatan dan memberikan masukan konkret agar sisa waktu di paruh kedua tahun ini bisa dikejar.
”Besok (hari ini, red) kami akan panggil OPD penghasil. Kami ingin tahu sejauh mana capaian yang sudah diraih dan apa saja kendalanya,” katanya.
Salah satu OPD yang bakal dipanggil adalah Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Kepri. OPD tersebut diketahui sedang menggodok rencana pembangunan kawasan industri budidaya perikanan berskala besar.
”Seperti di Arab Saudi, mereka bisa membudidayakan ikan di lahan ratusan ribu hektare. Kepri punya potensi yang sama. Tinggal kemauan dan perencanaan yang matang,” ujar Wahyu.
Selain sektor perikanan, ia juga menyebut pengembangan transportasi laut internasional sebagai peluang strategis untuk mendongkrak PAD. Menurutnya, Badan Usaha Pelabuhan (BUP) Kepri saat ini memiliki saldo belasan miliar rupiah yang bisa dimanfaatkan sebagai modal pengadaan kapal rute internasional, misalnya Batam–Singapura.
Dengan kehadiran armada milik daerah, kata Wahyu, pemerintah bisa menekan dominasi swasta dan ikut menentukan harga tiket kapal yang selama ini dirasa mahal oleh masyarakat. “Dengan hadirnya BUMD Kepri, kita bisa bersaing dengan swasta. Minimal untuk rute Batam–Singapura yang tarifnya saat ini cukup tinggi,” ujarnya. (***)
Reporter : MOHAMAD ISMAIL
Editor : GALIH ADI SAPUTRO