Buka konten ini
WASHINGTON (BP) – Bukannya mengendurkan instruksi agar bara kemarahan demonstran di Los Angeles (LA), California, mereda, Donald Trump malah seperti menyiramkan bensin. Presiden Amerika Serikat (AS) dua periode itu mengirim ratusan anggota marinir dan ribuan tambahan personal Garda Nasional ke wilayah multietnis tersebut.
Tak cuma itu, Trump juga menyatakan dukungannya bahwa Gubernur California, Gavin Newsom, ditangkap. ”Saya akan melakukannya (menangkap Gavin Newsom) jika saya Tom (Homan, direktur penindakan dan pemindahan Immigration and Customs Enforcement/ICE). Hebat jika itu bisa diwujudkan,” katanya pada Senin (9/6) setelah mendarat dengan helikopter di Gedung Putih (9/6), Washington DC, seperti dikutip AFP.
Sebelumnya, Homan, tanpa menyebut nama secara spesifik, mengatakan akan menangkap siapa saja yang menghalangi penegakan hukum imigrasi. Pernyataan itu disampaikan setelah Newsom dan Wali Kota LA Karen Bass mengecam keras razia di sejumlah titik di kota terbesar kedua AS tersebut mulai Jumat (6/6) pekan lalu.
Penggerebekan itu yang memicu aksi demonstrasi di LA yang diwarnai bentrokan demonstran dengan aparat, termasuk perusakan dan pembakaran mobil. Trump, tanpa berkonsultasi dengan Newsom, kemudian mengirim Garda Nasional untuk meredam demonstrasi.
Padahal, operasional Garda Nasional berada di bawah gubernur, meskipun komandan tertingginya adalah presiden. Dan, selama ini, Garda Nasional lebih banyak diterjunkan untuk mengatasi situasi genting akibat bencana.
Menanggapi ancaman Homan, Newsom justru menantang secara terbuka. ”Kejar saya, tangkap saya, mari kita selesaikan saja,” katanya (8/6).
Anggap Newsom Gagal
Trump menyebut Newsom yang disebut-sebut sebagai kandidat presiden AS dari Partai Demokrat pada Pemilihan Presiden 2028 gagal meredam kerusuhan. ”Saya suka Gavin Newsom. Dia orang baik, tapi dia sangat tidak kompeten, semua orang tahu,” kata Trump yang berasal dari Partai Republik.
Dia menambahkan tidak menginginkan perang saudara. Namun, memperingatkan jika Newsom tidak ditangkap, akan terjadi perang saudara.
Menanggapi itu, Newsom menuduh Trump menciptakan krisis untuk keuntungan politik. Dia bersikeras bahwa aparat penegak hukum lokal mampu menangani situasi tanpa keterlibatan militer.
”Trump adalah diktator karena mengirimkan 700 personel Marinir ke Los Angeles,” bebernya.
Razia Minta Diakhiri
Pada Senin siang waktu setempat, Trump memerintahkan pengiriman 4.000 Garda Nasional. Jumlah tersebut dua kali lipat dari yang dia minta sebelumnya.
Demonstrasi memang masih terus terjadi di LA. Bahkan kini juga menyebar ke sejumlah kota besar lain di negara bagian berbeda, misalnya New York, Chicago, dan Dallas. Di pusat kota LA, American Civil Liberties Union (ACLU) yang juga menggelar aksi turun ke jalan menyerukan diakhirinya penggerebekan ICE.
Protes berlanjut hingga Senin malam dan polisi menggunakan peluru karet untuk membubarkan kerumunan. Pada Senin malam waktu setempat, gugatan hukum California diajukan kepada Trump dan Menteri Pertahanan Pete Hegseth.
Jaksa Agung California Rob Bonta yang mengajukan gugatan itu. ”Presiden berusaha menciptakan kekacauan dan krisis di lapangan demi kepentingan politiknya,” ungkapnya di balik pengajuan gugatan tersebut.
Sementara itu, otoritas AS belum memberikan akses kekonsuleran kepada perwakilan pemerintah RI di LA terkait penangkapan dua warga negara Indonesia (WNI) di sana. Keduanya, CT, pria, 48, dan ESS, wanita, 53, ditangkap dalam aksi penggerebekan terkoordinasi yang dilakukan di sejumlah lokasi di LA.
”Hingga saat ini KJRI LA masih berkoordinasi dengan otoritas setempat untuk akses kekonsuleran,” tutur Direktur Perlindungan WNI Kemenlu Judha Nugraha saat dikonfirmasi mengenai update penanganan kasus penangkapan dua WNI tersebut Selasa (10/6).
Meski begitu, Judha mengungkapkan bahwa KJRI LA sudah bisa menjalin komunikasi dengan keluarga masing-masing WNI tersebut. Dari komunikasi itu, diperoleh informasi bahwa kedua WNI tersebut akan menggunakan jasa pengacara.
Dia juga memastikan bahwa KJRI LA akan terus memonitor kondisi WNI. Khususnya soal pemenuhan hak-hak kedua WNI tersebut dalam sistem hukum yang berlaku di AS.
Pada Maret 2025 lalu, Judha sempat menyebut ada sekitar 4 ribu WNI yang berisiko terdampak kebijakan pengetatan imigrasi pemerintah AS ini. Data tersebut merupakan laporan pada 24 November 2024.
Sebelumnya, di tengah masih memanasnya situasi di Los Angeles (LA), California, seorang warga negara Indonesia (WNI) ditangkap Badan Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) Amerika Serikat (AS). Pria 48 tahun itu disebut memiliki catatan kriminal terkait narkoba, mengemudi dalam keadaan mabuk, serta memasuki AS secara ilegal.
Mengutip laist.com, dalam rilis Kementerian Keamanan Dalam Negeri yang membawahi ICE pada Minggu (8/6), tidak disebutkan kapan Chrissahdah Tooy (CT), WNI tersebut, ditangkap. Yang pasti, ia ditangkap bersama 11 orang lain dan dikategorikan sebagai “worst of the worst” (terburuk dari yang terburuk) dari semua yang ditangkap di LA.
Ada sekitar 14 ribu WNI di LA, jumlah terbesar dibandingkan semua kota di AS. Selain CT, seorang WNI lainnya, ESS, perempuan 53 tahun, juga ditangkap. Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengamini kabar tersebut. Menurutnya, KJRI Los Angeles telah menerima informasi terkait penahanan mereka.
Dari keterangan yang dipe-roleh, ESS ditangkap karena berstatus ilegal. “KJRI Los Angeles saat ini sedang berkoordinasi dengan otoritas setempat untuk akses pendampingan kekonsuleran bagi kedua WNI tersebut,” tutur Judha di Jakarta, Senin (9/6).
Adapun bagi WNI yang memiliki rencana perjalanan ke AS, Judha meminta agar betul-betul dipastikan penggunaan visanya. Visa harus valid dan sesuai peruntukannya.
Tak Peduli Ditangkap
Di sisi lain, “api peperangan” antara Kota Los Angeles dan Negara Bagian California dengan pemerintah federal yang berpusat di Gedung Putih, Washington DC, terus membara. Bentrokan antara demonstran dan aparat kembali terjadi di sejumlah titik.
Kepala ICE, Tom Homan, juga mengancam akan memenjarakan Gubernur California, Gavin Newsom, karena dianggap menghalangi penegakan hukum oleh ICE. Newsom malah menantang balik. “Datangi saya, tangkap saya, mari kita selesaikan ini, pria jagoan,” kata Newsom kepada MSNBC, merespons ancaman Homan. “Saya tidak peduli, tapi saya peduli dengan warga saya,” lanjutnya.
LA, baik sebagai kota maupun county (semacam karesidenan di tata pemerintahan lama Indonesia, terdiri atas himpunan beberapa kota, red), adalah wilayah yang multietnis. Isu ras sangat sensitif di sini. Tak heran, penangkapan ratusan orang oleh ICE sejak Jumat (6/6) langsung memicu perlawanan.
Apalagi, yang ditangkapi di Chinatown, Fashion District, Paramount, dan Compton mayoritas merupakan keturunan Latin, ras mayoritas di LA. Sampai dengan Sabtu (7/6), ICE menangkap sebanyak 118 orang, sebagian dengan cara yang dianggap tidak manusiawi.
Amarah warga semakin meningkat setelah Trump mengerahkan Garda Nasional ke LA. The Guardian melaporkan, warga yang marah membanjiri jalan-jalan di pusat kota. Lalu lintas di jalan bebas hambatan menjadi macet. Mobil-mobil pengangkut personel Garda Nasional bahkan dikepung warga.
“Kami tidak takut padamu,” seru John Parker, salah satu pendemo, melalui pengeras suara.
Para demonstran melontarkan kecaman terhadap Trump dan aparat penegak hukum imigrasi atas penangkapan massal imigran. LAPD (Kepolisian LA) merespons dengan melarang semua titik di Kota LA sebagai tempat berkumpulnya massa.
Aksi warga itu mendapat dukungan dari Wali Kota LA, Karen Bass, dan Gubernur California, Gavin Newsom. Mereka kompak menuding Trump memperburuk keadaan melalui penggerebekan imigran dan keputusan yang tidak lazim dengan mengerahkan Garda Nasional.
“Kami tidak punya masalah sampai Trump terlibat. Keputusan yang ceroboh dan amoral,” kata Newsom.
Karena itu, Pemerintah Negara Bagian California akan menggugat ke pengadilan pengerahan Garda Nasional. Menurut Newsom, langkah tersebut melanggar konstitusi. “Donald Trump harus menarik pasukan. Dia harus mengalah,” katanya.
Trump menjadi presiden pertama yang menggunakan kekuasaannya untuk mengerahkan Garda Nasional melawan rakyatnya sendiri. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : RYAN AGUNG