Buka konten ini

TANJUNGPINANG (BP) – Lebih dari seratus hari sudah Lis Darmansyah dan Raja Ariza menakhodai Pemerintah Kota (Pemko) Tanjungpinang. Sejak dilantik 20 Februari lalu, pasangan Wali Kota dan Wakil Wali Kota ini menggulirkan sejumlah kebijakan publik yang menyasar disiplin aparatur sipil negara (ASN), percepatan perizinan, hingga digitalisasi layanan publik.
Namun, tak semua program berjalan tanpa catatan. Pengamat Kebijakan Publik Kepri, Alfiandri, menilai bahwa sejumlah kebijakan Lis–Raja belum menyentuh aspek fundamental, yakni transparansi data dan evaluasi kinerja yang terukur.
“Beberapa kebijakan sudah berjalan baik, seperti absensi digital berbasis lokasi bagi ASN, percepatan perizinan gedung dan permukiman, serta optimalisasi pajak daerah dan pendapatan asli daerah (PAD),” kata Alfiandri, Selasa (10/6).
Lis dan Raja memang terlihat agresif dalam membenahi layanan publik. Misalnya, mereka menargetkan penyelesaian izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) tak lebih dari satu setengah bulan.
Reformasi kedisiplinan ASN juga digiatkan melalui absensi digital yang kini wajib diterapkan di seluruh organisasi perangkat daerah (OPD). Namun di balik laju percepatan itu, Alfiandri memberi catatan kritis: transparansi dan pelibatan publik belum menjadi roh utama.
Kurangnya Laporan Terbuka
Menurut Alfiandri, Pemko Tanjungpinang perlu menyampaikan data secara terbuka terkait jumlah izin yang dikeluarkan, struktur percepatan proses perizinan, serta realisasi penerimaan pajak kendaraan dan parkir.
”Transparansi data perizinan dan pajak perlu diperbaiki. Harus ada laporan yang bisa diakses publik,” ujarnya.
Begitu juga dengan program pendidikan karakter berbasis nilai-nilai Islam yang digaungkan sejak awal masa jabatan. Menurutnya, program ini membutuhkan indikator keberhasilan yang terukur.
“Pelaksanaan wajib ngaji, jumlah peserta, dan dampaknya harus dievaluasi agar tidak menjadi seremonial semata,” ujarnya.
Digitalisasi Harus Terukur
Digitalisasi pelayanan publik dan komunikasi warga juga menjadi sorotan. Alfiandri menekankan pentingnya pengukuran dampak dari digitalisasi tersebut.
“Berapa layanan digital yang benar-benar aktif? Berapa lama waktu pemrosesan perizinan? Bagaimana tanggapan masyarakat? Ini yang harus dijelaskan,” katanya.
Agar kebijakan Lis–Raja tak sekadar menjadi jargon, Alfiandri mendorong Pemko Tanjungpinang untuk menyusun laporan kinerja berbasis data kuantitatif dan membuka ruang dialog dengan masyarakat secara rutin. Evaluasi berkala serta pengawasan publik yang sistematis menjadi kebutuhan mendesak.
“Dengan begitu, visi Tanjungpinang sebagai Kota Berbudaya, Indah, Melayani, dan Aman bisa tumbuh dari fondasi nyata—bukan sekadar wacana,” pungkasnya. (*)
Reporter : MOHAMAD ISMAIL
Editor : GALIH ADI SAPUTRO