Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia. Yakni menjadi 4,7 persen pada 2025 dan 4,8 persen di 2026. Pemerintah memastikan akan fokus untuk menjaga daya beli masyarakat untuk menopang perekonomian nasional.
Pemerintah akan memberikan paket stimulus ekonomi selama Juni hingga Juli 2025. Total anggaran yang dialokasikan sebesar Rp24,44 triliun. Terdiri atas Rp23,59 triliun berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan Rp85 miliar dari non-APBN.
Tujuan insentif ini untuk menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2025 mendekati 5 persen. Paket kebijakan itu meliputi diskon transportasi, diskon tarif tol 20 persen, serta tambahan bantuan kartu sembako senilai Rp200 ribu per bulan dan bantuan pangan beras 10 kg per bulan.
Selain itu, pemerintah juga memberikan bantuan subsidi upah Rp300.000 per bulan kepada 17,3 juta pekerja dengan gaji kurang dari Rp3,5 juta per bulan atau di bawah upah minimum provinsi/kabupaten/kota.
Terakhir, memperpanjang diskon iuran jaminan kecelakaan kerja (JKK) 50 persen bagi 2,7 juta pekerja di enam subsektor industri padat karya selama 6 bulan.
Senior Economist DBS Bank Radhika Rao berharap program-program ini dapat meningkatkan efektivitas dan memperkuat daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. Sehingga, perlambatan pertumbuhan ekonomi di kuartal II bisa ditekan. Di saat yang sama, kebijakan ini juga membantu mengendalikan tekanan inflasi.
”Sehingga memberi ruang bagi bank sentral untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut. DBS memperkirakan potensi penurunan tambahan sebesar 50 basis poin (bps),” ucap Radhika.
Meskipun ada berbagai upaya untuk mendorong permintaan, DBS tetap mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi di bawah 5 persen di kuartal II tahun ini. Di sisi lain, kondisi fiskal menunjukkan perbaikan pada April. Meskipun, penerimaan negara tetap perlu ditingkatkan secara signifikan dari level saat ini.
Neraca anggaran mencatat surplus sebesar Rp4,3 triliun pada April. Berbalik dari defisit Rp104,2 triliun di kuartal I 2025. Realisasi belanja mencapai 22 persen dari total anggaran tahun ini, sementara penerimaan pajak sudah menyentuh 25 persen dari target tahunan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menanggapi proyeksi OECD bahwa pemerintah akan fokus menjaga daya beli masyarakat.
”Bagi Indonesia, kita melihat ke depan bagaimana kita bisa menjaga daya beli masyarakat sehingga kita bisa menjaga pertumbuhan (ekonomi). Salah satunya kemarin telah diluncurkan lima paket stimulus yang diharapkan ini bisa menjaga industri-industri padat karya,” ungkap Airlangga Hartarto di sela-sela Ministerial Council Meeting OECD, Rabu (4/6).
Menurut dia, langkah serupa juga dilakukan negara-negara OECD lain. Mereka juga menyiapkan paket kebijakan untuk menjaga konsumsi domestiknya.
”Kami juga monitor dari berbagai negara di OECD, sebagian besar juga membuat paket-paket agar bisa menjaga daya beli masyarakatnya di situasi seperti sekarang,” imbuh dia.
Airlangga menjelaskan, pelemahan ekonomi saat ini tidak hanya dialami Indonesia. Melainkan juga terjadi secara global sebagai dampak lanjutan dari kebijakan tarif Amerika Serikat (AS) dan pengetatan kondisi keuangan dunia. Dalam pertemuan dengan Direktur Jenderal World Trade Organization (WTO) Ngozi Okonjo-Iwaela, value chain perdagangan dunia terpangkas akibat perang tarif.
”Sehingga diprediksi beberapa negara itu pertumbuhannya akan terpotong dari 0,5 persen sampai dengan 0,7 persen,” katanya. (***)
Reporter : JP Group
Editor : Gustia Benny