Buka konten ini
LONDON (BP) – Selama lebih dari dua dekade, Zholia Alemi mengenakan jas putih dan menyandang nama sebagai psikiater di Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS). Ia memeriksa pasien, membuat diagnosa, dan menulis resep, seolah tak ada yang janggal. Namun, kenyataannya, ia tak pernah lulus sebagai dokter.
Alemi, perempuan 62 tahun asal Burnley yang berdarah Iran, terbukti memalsukan ijazah kedokteran dari Universitas Auckland, Selandia Baru. Dengan dokumen palsu itu, ia berhasil mengelabui General Medical Council (GMC)—badan regulator tenaga medis di Inggris—dan terdaftar sebagai dokter.
Pengadilan memerintah Alemi membayar kompensasi senilai 406.624 pound sterling (sekitar Rp9 miliar) kepada NHS atau menghadapi tambahan hukuman penjara selama dua setengah tahun. Angka itu hanya sebagian dari total bayaran lebih dari 1,3 juta pound sterling (sekitar Rp28,7 miliar) yang pernah ia terima selama dua dekade bekerja.
“Ini bentuk penipuan besar terhadap kas negara. Kami dengan tegas mengejar seluruh keuntungan hasil kejahatan ini dan telah mengidentifikasi aset milik yang bersangkutan untuk dikembalikan ke negara,” ujar Adrian Foster dari Crown Prosecution Service (CPS), seperti dikutip BBC.
Kisah penipuan ini bermula pada 1995. Saat itu Alemi, yang gagal menyelesaikan gelar sarjana bedah di Auckland, memalsukan ijazah serta surat verifikasi pendidikan. Entah bagaimana, dokumen palsu itu lolos verifikasi dan diterima GMC, yang langsung mendaftarkannya sebagai dokter.
Kealpaan sistem itu membuat Alemi bisa bebas praktik sebagai psikiater di berbagai rumah sakit NHS selama lebih dari 20 tahun—sebuah durasi yang memunculkan pertanyaan tentang sistem seleksi dokter asing di Inggris.
Menurut data GMC, saat ini ada lebih dari 3.000 dokter lulusan luar negeri yang bekerja di Inggris. Kasus Alemi menjadi pengingat pahit bahwa satu celah dalam sistem bisa berakibat fatal bagi integritas pelayanan kesehatan. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : GALIH ADI SAPUTRO