Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menanggapi rencana Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) yang akan menerapkan jam masuk sekolah pukul 06.30 WIB. Ia meminta agar pemerintah daerah (pemda) mengacu pada kebijakan yang telah ditetapkan di tingkat pusat.
Mu’ti menjelaskan bahwa Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah sejatinya telah memiliki aturan terkait durasi dan hari belajar di sekolah. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah.
“Jadi sebaiknya semua pihak memahami, apa pun kebijakannya, kami harapkan senantiasa mengacu pada apa yang sudah menjadi kebijakan di kementerian,” ujar Mu’ti saat ditemui di Kantor Kemendikdasmen, Jakarta, Selasa (3/6).
Meski tidak mengatur secara spesifik soal jam masuk sekolah, Pasal 2 Permendikbud 23/2017 menyebutkan bahwa hari sekolah dilaksanakan selama delapan jam dalam sehari, atau 40 jam dalam lima hari setiap pekan. Ketentuan itu sudah termasuk waktu istirahat 0,5 jam per hari, atau 2,5 jam per minggu.
Dikritik P2G dan Tak Sesuai Riset
Rencana penerapan jam masuk lebih pagi itu mendapat kritik dari sejumlah pihak, termasuk dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G). Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, menilai kebijakan tersebut kontraproduktif dengan upaya membangun kualitas hidup dan tumbuh kembang anak.
Ia merujuk pada sejumlah riset ilmiah yang menunjukkan bahwa kurang tidur berdampak negatif bagi perkembangan anak. Salah satunya adalah studi oleh Kelley et al. (2017) dari The Open University, Brigham and Women’s Hospital, Harvard University, dan University of Nevada, yang menyimpulkan bahwa jam masuk sekolah pukul 10.00 lebih optimal untuk siswa usia 13 – 16 tahun dibandingkan pukul 08.30.
Iman juga menyoroti bahwa kebijakan tersebut menyimpang dari praktik internasional. Negara-negara seperti Malaysia, Tiongkok, dan Amerika Serikat rata-rata menetapkan jam masuk sekitar pukul 07.30. Sementara itu, India, Inggris, Rusia, Kanada, dan Korea Selatan menerapkan jam masuk pukul 08.00, bahkan Singapura dan Jepang mulai pukul 08.30.
“Semuanya dengan skema belajar lima hari, Senin hingga Jumat. Artinya, negara-negara maju rata-rata masuk sekolah lebih siang,” ujarnya.
Belajar dari Pengalaman NTT
Ia juga mengingatkan agar Pemerintah Provinsi Jawa Barat belajar dari pengalaman Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang pada 2023 sempat mencoba kebijakan masuk sekolah pukul 05.00 pagi. Setelah dinilai tidak efektif, kebijakan itu diubah menjadi pukul 05.30, lalu kembali ke jam normal pukul 07.00 pagi usai evaluasi menyeluruh.
“Oleh sebab itu, kami berharap ada kajian terlebih dahulu. Jangan sampai kebijakan pendidikan hanya sekadar coba-coba. Sebaiknya hati-hati dan dikaji secara matang,” tegas Iman.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa mengubah jam masuk sekolah demi mengatasi sikap malas belajar tidak memiliki korelasi langsung. Menurutnya, kualitas pembelajaran sangat bergantung pada ekosistem pendidikan di sekolah dan rumah, serta kemampuan guru dalam menciptakan ruang belajar yang bermutu dan berpusat pada peserta didik.
“Akan percuma masuk terlalu pagi, tapi kualitas pembelajaran masih rendah,” katanya.
Tantangan Pendidikan di Jabar
Di sisi lain, Iman mengungkap bahwa tantangan pendidikan di Jawa Barat jauh lebih mendesak. Antara lain, masalah anak putus sekolah yang mencapai 623.288 orang, dengan 164.631 di antaranya mengalami drop out.
Berdasarkan data Kemdikdasmen 2024, Jawa Barat juga menempati posisi pertama secara nasional dalam angka putus sekolah di jenjang SD.
“Masih banyak persoalan pendidikan yang lebih penting untuk diurus oleh KDM di Jawa Barat. Misalnya, ada sekitar 22 ribu ruang kelas rusak berat dan 59 ribu kelas rusak sedang. Selain itu, guru tersertifikasi di Jawa Barat masih di bawah 40 persen,” pungkasnya. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : PUTUT ARIYO TEJO