Buka konten ini
JAKARTA (BP) – Investor domestik mendominasi kepemilikan surat utang atau obligasi di Indonesia. Sementara kepemilikan investor asing terbilang sangat kecil. Bank Indonesia (BI) juga turut melakukan pembelian surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total outstanding obligasi atau sukuk korporasi di Indonesia per 27 Mei 2025 mencapai Rp528,69 triliun. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan, porsi kepemilikan asing atas obligasi atau sukuk korporasi hanya Rp6,22 triliun, setara dengan 1,18 persen dari total outstanding.
“Kepemilikan asing tersebut apabila dibandingkan secara year on year (yoy) tercatat turun karena kepemilikan asing per Mei 2024 mencapai Rp9,74 triliun atau 1,90 persen (dari total outstanding),” ucap Inarno, Selasa (3/6).
Begitu pula secara year to date (ytd) juga tercatat turun. Karena kepemilikan asing per Desember 2024 sebesar Rp7,03 triliun atau setara 1,36 persen dari total outstanding obligasi atau sukuk korporasi.
Di sisi lain, surat utang negara (government bond) atau sukuk pemerintah, OJK mengacu pada data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan. Per 27 Mei 2025, total nilai surat utang pemerintah sebanyak Rp6.344,07 triliun. Kepemilikan investor asing sebesar Rp923,75 triliun atau 14,56 persen.
Kepemilikan asing pada surat utang pemerintah memang mengalami kenaikan. Jumlah itu meningkat dibandingkan periode Mei 2024 dengan Rp806,97 triliun atau 14,05 persen dari total outstanding. “Juga meningkat dari posisi akhir Desember 2024 yang tercatat sebesar Rp876,64 triliun atau 14,52 persen,” bebernya.
Menurut dia, data tersebut menunjukkan bahwa investor asing cenderung mengurangi eksposur terhadap obligasi korporasi. Di sisi lain, tetap menunjukkan minat terhadap surat utang pemerintah.
Sementara itu, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan bahwa pihaknya juga melakukan pembelian SBN dari pasar sekunder. Hal itu dalam rangka memperkuat ekspansi likuiditas kebijakan moneter sekaligus mencerminkan sinergi erat antara kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal. (*)
Reporter : JP GROUP
Editor : RYAN AGUNG