Buka konten ini
BATAM (BP) – Anggota DPD RI, Ria Saptarika, menggelar pertemuan bersama DPD Real Estate Indonesia (REI) Khusus Batam dan Dinas Perumahan, Permukiman, dan Pertamanan (Disperkimtan) Kota Batam di Kantor DPD RI di Batam Center, Senin (2/6).
Pertemuan ini membahas dukungan dan tantangan pelaksanaan program pemerintah pusat, yakni pembangunan 3 juta rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Dalam pertemuan tersebut, Ria mengatakan program 3 juta rumah merupakan amanat nasional yang juga menjadi tanggung jawab daerah, termasuk Batam. Untuk itu, ia menyerap masukan dari para pengembang properti guna mengidentifikasi hambatan di lapangan.
“Kita dengarkan keluhan dan aspirasi dari para pengusaha properti. Batam harus ambil bagian dalam program ini, karena ini untuk masyarakat berpenghasilan rendah,” kata dia.
Salah satu perhatian utama adalah proses penyediaan lahan yang memakan waktu lama. Menurut keterangan DPD REI Khusus Batam, proses dari pengalokasian hingga pembebasan lahan bisa memakan waktu tiga hingga empat tahun.
“Ini, kan, cukup lama. Belum lagi perizinan seperti Amdal dan lainnya. Bahkan beberapa izin masih harus ke pusat, padahal bisa saja cukup diurus di Batam,” ujarnya.
Poin penting lain yang disampaikan pengembang adalah kurangnya dukungan infrastruktur di lokasi-lokasi perumahan bersubsidi. Saat ini, pengembangan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sudah menyasar kawasan lapis kedua kota Batam.
Di kawasan tersebut, menurutnya, masih banyak kekurangan fasilitas dasar seperti jalan, listrik, dan jaringan air bersih. Hal ini membuat biaya pembangunan menjadi lebih tinggi bagi pengembang, sementara harga rumah bersubsidi dibatasi oleh kebijakan pemerintah.
“Ini tentu menjadi tantangan besar. Para pengembang berharap ada peran aktif pemerintah daerah dalam mendukung penyediaan infrastruktur dasar,” kata Ria.
Ria menyatakan akan membawa berbagai masukan tersebut ke tingkat pusat. Ia menilai sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah sangat penting agar program 3 juta rumah bisa benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat di Batam.
“Pemerintah pusat dan daerah harus satu napas. Kami akan sampaikan ini agar ada kebijakan yang berpihak dan realistis untuk pengembang, agar mereka tetap bisa berkontribusi,” katanya.
Sementara itu, Ketua DPD REI Khusus Batam, Robinson Tan, mendukung penuh program 3 juta rumah murah, terutama yang menggunakan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Namun, dia menilai dukungan lintas sektor mutlak diperlukan agar program tersebut berjalan effektif.
“Cost-nya tinggi, sedangkan harga jual dibatasi. Kalau tidak ada bantuan atau insentif dari pemerintah, pengembang kesulitan,” ujarnya.
Ia mencontohkan kondisi di wilayah Batuaji. Di sana terdapat perumahan subsidi yang berlokasi di Tanjungpiayu, wilayah lapis kedua yang minim infrastruktur. Pengembang terpaksa harus membangun jalan, saluran air, hingga jaringan listrik sendiri.
“Bayangkan, ini semua harus ditanggung pengembang. Padahal harga jualnya dibatasi. Jadi margin sangat tipis, bahkan nyaris tidak ada,” katanya.
Selain itu, peliknya pembebasan lahan di Batam juga menjadi catatan. Selain proses yang memakan waktu lama, ia menyebut lemahnya posisi hukum pengembang dibandingkan dengan para penghuni liar di atas lahan negara menjadi hambatan tersendiri.
“Kadang saudara-saudara kita yang menempati lahan jauh lebih kuat secara hukum daripada kami sebagai pengembang resmi. Ini butuh ketegasan dari pemerintah,” katanya. (***)
Reporter : ARJUNA
Editor : GUSTIA BENNY