Buka konten ini
BATAM (BP) – Suasana haru mewarnai ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Batam saat terdakwa Satria Nanda, mantan Kepala Satuan Narkoba Polresta Barelang, menyampaikan pembelaannya secara pribadi dalam sidang perkara penyalahgunaan narkotika jenis sabu, Senin (2/6).
Sidang kali ini mengagendakan pembacaan pledoi atau nota pembelaan oleh para terdakwa melalui penasihat hukum masing-masing di hadapan majelis hakim yang diketuai Tiwik, dengan anggota Douglas dan Andi Bayu.
Terdakwa Satria Nanda menjadi terdakwa terakhir yang tampil di persidangan hari itu. Dengan suara bergetar dan mata berkaca-kaca, ia mengungkapkan keguncangan mental yang dialaminya sejak ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang menurutnya menghancurkan karier, rumah tangga, dan reputasinya sebagai anggota kepolisian.
“Tekanan perkara ini membuat mental saya hancur. Saat perkara ini dimulai, saya baru menjabat satu setengah bulan sebagai Kasat Narkoba. Saya terus merenung dalam keputusasaan. Karier saya hancur, saya terpisah dari istri dan anak saya,” ujar Satria.
Satria mengungkapkan, selama 19 tahun menjadi anggota Polri sejak lulus dari Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 2008, ia mengaku tak pernah terlibat pelanggaran etik maupun tindakan yang mencoreng nama institusi. Ia juga menuturkan bahwa latar belakang pendidikannya tidak berfokus pada bidang narkotika, namun ia tetap menjalankan tugas saat menjabat Kasat Narkoba.
“Saya anak pertama dari keluarga sederhana. Sejak kecil bercita-cita jadi polisi. Saya belum pernah mencoreng nama baik Polri. Tapi ketika Jaksa menuntut saya dengan pidana mati, saya merasa dunia saya runtuh,” katanya sambil terisak.
Tangisan Satria pun pecah saat menceritakan dukungan moral yang ia terima dari sang istri, yang menurutnya menjadi satu-satunya penguat dalam menghadapi tekanan kasus ini.
Sementara itu, penasihat hukum Satria, dalam nota pembelaannya, menyatakan bahwa kliennya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ia meminta agar majelis hakim mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan membebaskan kliennya dari seluruh dakwaan.
“Kami memohon kepada majelis hakim agar membebaskan terdakwa dari semua tuntutan, atau setidak-tidaknya melepaskan dari segala tuntutan hukum dan memulihkan hak-haknya. Jika pun hakim meyakini ada kesalahan, kami mohon diberi hukuman yang seadil-adilnya,” ujar penasihat hukum.
Diketahui, dalam kasus ini, lima terdakwa yakni Satria Nanda, Shigit Sarwo Edi, Rahmadi, Fadilah, dan Wan Rahmat telah dituntut hukuman mati oleh JPU. Sedangkan lima terdakwa lainnya—Ariyanto, Junaidi, Jaka Surya, Ibnu Ma’ruf, dan Alex—dituntut pidana penjara seumur hidup. Jaksa Penuntut Umum tetap pada tuntutan mereka dan menyatakan semua unsur dalam dakwaan telah terpenuhi berdasarkan alat bukti dan keterangan saksi. Majelis Hakim dijadwalkan akan membacakan putusan terhadap terdakwa Satria Nanda pada Rabu (4/6) mendatang. Perkara ini terus menjadi sorotan publik mengingat skala kasus dan keterlibatan sejumlah mantan aparat kepolisian.
Bukti Dinilai Kabur
Sementara itu, tim penasihat hukum beberapa terdakwa, Indra Sakti, menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi yang menyebut dakwaan JPU kabur, tidak jelas, dan tidak didukung alat bukti kuat. Ia menilai dakwaan yang diajukan jaksa terlalu sumir dan tidak memenuhi unsur pidana sebagaimana yang diatur dalam hukum acara pidana.
“Penetapan para terdakwa sebagai tersangka, hingga kemudian didakwa di persidangan ini, tidak disertai bukti kuat dan tidak ada persesuaian antara alat bukti dengan fakta-fakta hukum yang dihadirkan di pengadilan,” ujar Indra dalam sidang.
Menurutnya, JPU tidak dapat menunjukkan asal-usul barang bukti narkotika yang disebut-sebut dalam perkara ini. Ia menyoroti tidak adanya uji laboratorium dan keterangan saksi yang dapat secara sah dan meyakinkan membuktikan adanya perbuatan pidana.
“Tidak ada barang bukti narkotika sabu-sabu yang jelas asal-usulnya. Barang bukti 5 kilogram sabu yang didakwakan tidak bisa dibuktikan berasal dari penyisihan barang bukti perkara lain, termasuk dari perkara Terpidana Effendi,” jelasnya.
Ia juga menyatakan bahwa keterangan sejumlah saksi seperti Nurdeni, Bakhtiar Tobishima Sitorus, Veridian Saifullah, Budi Setiawan, dan Rheno Rizki tidak saling menguatkan karena tidak didukung barang bukti relevan lainnya.
“Keterangan mereka berdiri sendiri, tidak memenuhi ketentuan minimum pembuktian pidana,” kata Indra.
Penasihat hukum pun meminta majelis hakim untuk membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan, dengan mempertimbangkan asas in dubio pro reo jika terdapat keraguan, maka putusan harus dijatuhkan demi kepentingan terdakwa.
“Kami mohon majelis hakim membebaskan terdakwa, karena tidak ada barang bukti, tidak ada uji laboratorium, dan dakwaan tidak terbukti. Semoga majelis memutus dengan keadilan dan keyakinan,” pungkasnya.
Sidang akan dilanjutkan pada Rabu (4/6) dan Kamis (5/6) dengan agenda putusan. Perkara ini menjadi sorotan luas karena melibatkan aparat penegak hukum.
Terdakwa Akui Tahu Penjualan
Sementara itu dalam sidang lanjutan kasus peredaran narkotika yang menyeret nama dua terdakwa, Aziz Martua Siregar dan Zulkifli, Senin (2/6). Keduanya didakwa terlibat dalam jaringan penjualan sabu bersama 10 mantan anggota Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polresta Barelang.
Sidang kali ini beragendakan pembacaan nota pembelaan (pleidoi) dari pihak terdakwa. Dalam persidangan yang dipimpin majelis hakim Tiwik, Douglas, dan Andi Bayu, penasihat hukum terdakwa Aziz, Mangundang Lumban Batu, menyampaikan pembelaannya secara terbuka di hadapan persidangan.
Dalam pleidoinya, Mangundang menyatakan bahwa dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya tidak dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan. Ia menyoroti barang bukti berupa sabu seberat 1 kilogram yang disebut berasal dari penyisihan hasil tangkapan kasus narkotika di wilayah Nongsa oleh Unit 1 Satresnarkoba Polresta Barelang.
“Barang bukti sabu yang disangkakan kepada klien kami berasal dari penyisihan hasil tangkapan, dan tidak ada keterlibatan langsung dari terdakwa dalam penguasaan ataupun peredaran barang bukti tersebut,” ujar Mangundang dalam persidangan.
Ia juga membantah tuduhan status residivis terhadap Aziz Martua Siregar, dengan me-negaskan bahwa perkara sebelumnya belum memiliki kekuatan hukum tetap karena masih dalam proses banding.
“Kami meminta majelis hakim untuk mempertimbangkan fakta tersebut dan memberikan putusan yang adil,” tambahnya.
Lebih lanjut, tim penasihat hukum memohon agar terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan karena dinilai tidak terbukti secara sah melakukan permufakatan jahat sebagaimana dituduhkan dalam surat dakwaan JPU. Namun dalam sidang tersebut, saat majelis hakim menanyakan kepada terdakwa apakah mengakui perbuatannya, terdakwa Aziz Martua Siregar mengakui mengetahui adanya penjualan barang bukti sabu yang dilakukan oleh para mantan anggota polisi tersebut.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum tetap bersikukuh pada tuntutan hukuman terhadap kedua terdakwa, tanpa memberikan perubahan atau pengurangan. Majelis hakim kemudian menetapkan bahwa sidang lanjutan dengan agenda pembacaan putusan (vonis) terhadap kedua terdakwa akan digelar pada Kamis, 5 Juni 2025 mendatang.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan sejumlah oknum aparat penegak hukum yang diduga menyalahgunakan kewenangannya dalam pengelolaan barang bukti narkotika. (*)
Reporter : AZIS MAULANA
Editor : RYAN AGUNG