Buka konten ini

Anambas (BP) – Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas tengah menelaah aturan teknis terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal wajib belajar sembilan tahun yang harus digratiskan, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Putusan itu tercantum dalam perkara Nomor 3/PUU-XXII/2024, yang menguji Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Intinya, negara wajib menanggung seluruh biaya pendidikan dasar selama sembilan tahun bagi seluruh warga negara tanpa kecuali.
Wakil Bupati Anambas, Raja Bayu, menyebut pihaknya menyambut baik keputusan tersebut. Namun ia menegaskan, implementasinya menunggu petunjuk teknis dari pemerintah pusat. “Anak-anak kita bisa bersekolah dengan tenang tanpa memikirkan biaya. Tapi kita masih menunggu bagaimana regulasinya dijabarkan,” ujar Bayu saat ditemui, Minggu (1/6).
Bayu, politisi Partai Golkar, menilai putusan MK ini sebagai terobosan dalam memperluas akses pendidikan, khususnya bagi masyarakat kurang mampu. “Ini langkah konkret negara dalam memastikan bahwa setiap anak bangsa memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang layak,” ucapnya.
Meski demikian, Bayu tak menampik masih ada tantangan besar di lapangan, terutama dari sisi pembiayaan. Pemkab Anambas, kata dia, belum mengetahui berapa besaran anggaran dari pemerintah pusat yang akan digelontorkan untuk menunjang kebijakan ini. “Yang jelas, kami mendukung penuh. Pendidikan adalah hak semua anak. Kita semua harus bersinergi agar kebijakan ini benar-benar terlaksana,” katanya.
Di lapangan, kabar soal sekolah gratis ini disambut antusias, meski tak lepas dari nada skeptis.
Rian, seorang nelayan sekaligus orang tua siswa, menyambut baik putusan MK tersebut. Namun ia berharap sekolah gratis benar-benar diterapkan secara menyeluruh. “Kami senang, tapi tolong dijelaskan, gratis ini betulan semuanya atau hanya sebagian. Jangan nanti tetap bayar uang komite atau buku,” ujarnya.
Menurut Rian, di sekolah negeri tempat anaknya belajar memang tidak ada pungutan SPP. Namun setiap bulan, wali murid tetap dibebani uang komite. “Memang kecil, tapi bagi kami yang hidup dari melaut, tetap terasa berat. Kami cuma ingin anak-anak belajar tanpa beban biaya,” katanya. (*)
Reporter : IHSAN IMADUDDIN
Editor : GALIH ADI SAPUTRO